21 Juni 2020

Bagaimana kehidupan di era new normal? Kemana-mana pakai masker? Jaga jarak dengan orang lain? Mengalami hal-hal seperti ini nggak?

Teriak-teriak di bank

Suatu hari di bank. Saya sedang duduk menghadap mbak-mbak customer service yang bermasker dan tersembunyi di balik pelindung akrilik transparan di mejanya.

Di tengah-tengah pembicaraan:

CS : “....”

Saya : “Maaf, Mbak.” (setengah teriak)

CS : “....” (bersuara lebih keras)

Saya : “ Apa, Mbak?” (tambah teriak)

Mbak-mbak customer service membuka maskernya lalu mendekatkan mukanya ke pelindung mejanya.

CS : “Saya mau kirim kode aktivasi ke nomer handphone Ibu. Mohon diperiksa kodenya, ya.”

Saya  “Ooo ...”

Kalau cuma bilang, “Boleh lihat KTP-nya,” atau “ATM-nya dibawa?” masih mudah dipahami. Tapi kalau penjelasannya panjang, kok agak susah mendengarkannya, ya.

Kaca mata melorot

Paling sebel kalau kaca mata melorot saat memakai masker di tempat umum, misalnya di tepi jalan atau di kendaraan umum. Mau membetulkan kacamata kok takut bakalan menyentuh muka. Paling sering saya lakukan adalah: lari ke botol hand sanitizer terdekat dan membersihkan ujung jari, terus baru membetulkan kaca mata. Untungnya di setiap halte busway selalu ada hand sanitizer. Kalau lagi di tengah jalan, ya harus mengandalkan hand sanitizer yang dibawa sendiri.

new normal busway
Kondisi new normal di halte busway. Petugas pakai masker dan bawa termometer tembak.

Dijauhi orang di halte busway

Pernah suatu hari, di halte busway, saya merasa ada yang menggelitiki hidung. Mungkin bulu hidung yang jatuh atau debu halus yang terselip saat pertama kali memakai masker.

“Aatchoou ..” Bersinlah saya dengan lantangnya. Di halte busway.

Sambil cari-cari tissue di dalam tas, sudut mata saya menangkap dua orang mbak-mbak yang tadinya juga berdiri menunggu bus bergerak menjauhi saya. Ternyata bersin tidak hanya melontarkan kotoran keluar hidung, namun juga melontarkan orang dari antrean.

Menjauhi bos di kantor

Dari meja saya, saya mendengar bos saya batuk-batuk di mejanya. Beberapa saat kemudian, dia datang ke meja saya dan mendekati saya.

“Pak, sampai di situ saja,” kata saya. “Kan kata Pak Direktur Utama, jarak antar orang minimal satu setengah meter.”

Bos diam saja, lalu dia menaruh dokumen ke meja saya dan bergegas menjauh. “Itu diperbaiki saja. Yang paragraf pertama diganti seperti yang di emailnya si X. Kalau sudah, langsung diprint saja.”

Habis saya memperbaiki dokumen dan mengeprintnya, saya langsung taruh di meja si bos dan cepat-cepat mundur. “Sudah diperbaiki ya, Pak.”

Si bos cuma melihati saya dari kursinya. Untung dia nggak batuk-batuk lagi. Kalau dia batuk-batuk lagi, saya bakalan langsung lari ke meja saya.

Dilihati orang satu bus

Pernah juga, waktu sedang naik bus, tiba-tiba ada yang batuk-batuk. Satu bus langsung celingukan dan mencari siapa orang yang batuk-batuk itu. Sepanjang perjalanan, orang-orang melihati mbak-mbak yang batuk-batuk itu. Di halte selanjutnya, orang yang batuk-batuk itu turun dan segera minum dari botol yang dia bawa sendiri.

Ini bukan parno, ya. Ini cuma peningkatan kesadaran orang-orang tentang penyakit pernafasan yang mudah menular.

Suhu tubuh mendekati mayat

Pagi-pagi, saat sedang masuk ke dalam gedung kantor. Satpam dengan sopan mengarahkan termometer tembak ke dahi saya.

“Berapa, Pak?”

“Aman kok, Mbak. 32 derajat.”

“Waduh, Pak. Kok kayak suhu mayat baru aja, sih? Serem banget.”

Berhubung di belakang ada yang antre, saya nggak minta cek ulang. Kalau saya datang lebih pagi dan suasana masih sepi, biasanya saya minta cek ulang suhu tubuh. Terus, kalau mau cek ulang, mas-mas satpam dengan takut-takut mendekatkan termometer tembak ke dahi saya, terus buru-buru menjauh sambil membacakan hasilnya.

Percayalah, biasanya kalau jarak termometer tembaknya cuma 2-3 cm dari dahi, suhu yang terdeteksi lebih akurat. Suhu tubuh saya yang dibaca oleh termometer dengan jarak segitu biasanya adalah antara 36,3°C – 36,6°C.

Itulah suka-duka new normal yang saya alami. Ada pengalaman lain yang lebih seru?

29 Komentar:

  1. Sampai seperti itu ya, bersin saja sampai dijauhi orang satu RT, eh halte. Tapi memang agak parno juga sih, siapa tahu itu bersin bawa flu.

    Untung bosnya baik ya, disuruh jaga jarak mau juga. Kalo disini takut sama bos-nya, biarpun batuk lalu ia mendekat dibiarkan saja.😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekarang adalah waktunya untuk parno. Kan kita gak tahu orang batuk-batuk itu sehat atau sakit.

      Hapus
    2. Bisa saja bosnya habis makan gorengan lalu keselek dan batuk uhuk.

      Tapi memang lebih baik mencegah ya mbak. 😃

      Hapus
    3. Hahaha ... lha gimana. Kan sekarang musimnya waspada Covid-19. Tiap pulang saja diajurkan langsung mandi dan cuci baju oleh pemerintah. Semoga saja wabah ini cepat berlalu.

      Hapus
  2. Masa-masa pandemic ini memang banyak kejadian yang yang bikin ngakak dan juga kesel.
    Wadeh, nembak dari jauh, suhu pun udah seperti suhu mayat hihi...
    Saya paling sebel kalo ngantri, karyawannya dikit, dengan jarak social distancing, rasanya saya tuh berdiri jauh banget di belakang..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Paling bermasalah sih, antre bareng dengan orang yang pakai maskernya nggak menutupi hidung dan mulut. Ngapain juga coba, pakai masker nggak bener begitu.

      Hapus
  3. New Normal tapi penderita covid meningkat ni.. bagaimana ya

    BalasHapus
  4. kalau menurut saya di era new normal ini malah menambah rasa khawatir, mengapa hal itu saya katakan, sebab pandemi covid belum juga tuntas hingga saat ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, sih. Buah simalakama Pemerintah, soalnya perekonomian tetap harus jalan.

      Hapus
  5. Iya, betul sekali, bila dahulu ada orang yang batuk, asal yang batuk menutup mulutnya dan menghadapkan wajah menghindari orang, rasanya tidak masalah, tapi sekarang... orang langsung menoleh dan melihat orang yang batuk, sehingga yang batuk jadi merasa gimana gitu.

    BalasHapus
  6. wah, banyak juga pengalaman uniknya di era new normal mbak.. aku cant relate sih soalnya ngga naik angkutan umum.. Di kantor ngga ada yg batuk2 sampai sekarang jadi merasa aman aja ngga sampai parno :D .. Kalau suhu, ngga pernah di bawah 36 pas dicek, selalu 36 koma sekian :D

    -traveler paruh waktu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, Anda beruntung sekali. Berhubung saya naik kendaraan umum, banyak pengalaman menarik dan aneh gara-gara Covid-19 ini. Ini belum kisah-kisah khusus di dalam bus Transjakarta, dari sopir marah-marah ke petugas karena jumlah penumpang lebih dari 50% kapasitas sampai penumpang teriak-teriak karena tanya di mana dia harus turun tapi petugasnya nggak nangkep suaranya.

      Hapus
  7. Situasi pandemi telah membuat banyak orang berubah jadi souzon ..., mudah curiga dengan orang lain.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga semua mau bekerja sama mengikuti protokol dan wabah ini cepat berlalu. Jadi curigaan ini bisa semakin berkurang.

      Hapus
  8. Kalau saya pas udh pake masker gini kacamata jadi mudah berembun, jadi suka bawa tisu kering buat ngelap embun, cerita ttg new normal ini macam2 ya, kelakuan yang dulunya biasa aja malah jadi kaku kalau sekarang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh iya, bener banget, Mbak. Kalau saya pas lupa bawa tissue, jadinya cuma lepas kaca mata saja dan menunggu embunnya hilang sendiri.

      Hapus
  9. Hahahahah... lucu bangeet... Saya juga pernah jadi zombie nih. Saat masuk salah satu toko, suhu saya cuma 29 saja... Keren ga tuh..

    Tapi memang new normal melahirkan banyak hal baru. Saya pilih memakai sarung tangan dan bawa hand sanitizer agak banyakan (2 botol kecil), jadi kalau habis satu bisa ada cadangan..

    #Staysafe yah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, sekarang jadi lebih sadar kebersihan dan kesehatan. Memang New Normal membawa perubahan baik buruk maupun baik.

      Hapus
  10. Suhu tubuh mendekati mayat itu sering terjadi tu mba. Soalnya mungkin mereka cuma dipesenin jangan sampe orang demam masuk. Tapi mereka lupa kalau termometer menunjukkan angka kerendahan justru prrlu dikhawatirkan juga, bisa jadi dia ngambilnya ga bener, atau termometernya malah udah rusak..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ... kadang saya suka bilang ke petugasnya buat kalibrasi lagi alatnya. Tapi nggak tahu diteruskan ke manajemen atau tidak.

      Hapus
  11. Hahahahahah sbrnnya kalo diinget2 memang jd kocak yaa mba :D. Pdhl dulu kayaknya kalo batuk msh bisa santai, skr mah jd takuuut banget :p. Disangka sdg sakit ato pembawa covid :D. Tp memang ga enak banget batuk saat di kendaraan umum. Ntr kenapa susah berhentinya.

    Di bank tempat aku kerja, anak tellerku juga wajib pake masker , dan sarung tangan karet malah. Disediakan kantor semua. Dan kalo teller hitung uang pake sarung tangan itu susaaaaahhhhh hahahah. Jd kadang dia srg minta izin ke aku utk ngelepas gloves nya. Ya aku izinin sih secara drpd hitung uangnya ada yg salah , kan berabe. Mesin sih ada, tp ada kalanya uang suka nempel, dan itu mau ga mau ttp hrs tangan yg bekerja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, iya banget. Ngitung uang pakai sarung tangan karet itu susah. Repot banget ya. Sementara kalau sedikit-sedikit pakai hand rub alkohol, adanya tangannya kering dan kadang perih.

      Hapus
  12. wkwkwkwkw ngakaaakkk, saya sih di rumah mulu Mba, tapi sungguh bete kalau ke supermarket orang antri nggak kira-kira deketnya.
    Sebelum pandemi saja saya parno kalau antri deket-deket, takut ada copet, apalagi sekarang.

    Kayaknya saya kudu belajar hatching-hatching biar pada kabur.
    Cuman takut juga ya entar ditangkap petugas lalu dikarantina hahahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bersin-bersin di tengah umum? Pastinya langsung disuruh rapid test. Ahaha ...

      Hapus
  13. ah,bener banget ini, skrg kalau batuk atau bersin bakal diliatin orang-orang.padahal bersin kadang2 nggak bisa ditahan2 hahahaha. walau pakai masker ya tetap gak enak aja bersin tepat umum ,hadehhh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener. Yang bersin pakai masker juga nggak enak rasanya. Kan udaranya balik ke kita sendiri. Terasa pengap gitu maskernya, ya nggak?

      Hapus