26 Februari 2014

Penulis berfoto dengan latar belakang relief di Candi Borobudur.
Setelah wisata alam seharian, di hari ketiga ini kami hendak melakukan wisata budaya. Di hari ketiga ini, kami berminat mengunjungi salah satu candi Budha terbesar di dunia: Candi Borobudur. Tapi jalan-jalan ke Candi Borobudur, kurang afdol kalau tidak sekalian mengunjungi dua candi lain yang sampai sekarang dianggap sebagai bagian dari kompleks besar Borobudur: Candi Pawon dan Candi Mendut. Walaupun ketiga tempat wisata ini seringkali menjadi bagian dari promosi wisata kota Yogyakarta, jangan salah: ketiga candi ini terletak di kabupaten Magelang, provinsi Jawa Tengah. Oh ya, kalau dari arah jalan, sebenarnya urutan candi yang didatangi seharusnya adalah Candi Mendut, lalu Candi Pawon, baru kemudian Candi Borobudur. Tapi karena takut kesiangan dan kepanasan, maka kami memutuskan untuk menaruh Candi Pawon di akhir wisata candi di Kabupaten Magelang kali ini.


Candi Mendut

Kalau datang ke arah Candi Borobudur dari kota Yogyakarta, maka candi pertama yang kita temui adalah Candi Mendut. Posisi candi ini sekitar 3 kilometer sebelum candi Borobudur. Perjalanan kami dari hotel ke candi ini sekitar satu jam lebih sedikit.
Candi Mendut.
Candi Mendut letaknya tepat di pinggir jalan, jadi tidak akan bisa terlewatkan begitu saja. Di sekitar Candi Mendut ada banyak kios-kios cinderamata. Kalau berminat membeli kaos, atau barang-barang lain, bisa dapat harga yang lebih murah dibandingkan di Candi Borobudur. Tapi kalau dari pilihan, memang tidak sebanyak di pasar di areal Candi Borobudur. Oh ya, tiket masuk kompleks Candi Mendut Rp 3.000,-, sudah termasuk biaya masuk ke Candi Pawon. (Di tiket tertulis kedua nama candi tersebut.)
Candi Mendut adalah candi Budha. Di dalam candi terdapat tiga patung Budha dalam pencitraan yang berbeda-beda. Sedangkan di dinding luar candi, ada banyak relief-relief indah yang mengisahkan cerita-cerita tentang kebajikan. Di dekat candi ada lapangan rumput luas, yang mana di tengahnya ada sebatang pohon beringin tua. Tempat ini memang sejuk dan menyenangkan. Tak heran, orang mendirikan Vihara dan tempat pertapaan agama Budha tepat di sebelah areal candi.
Stupa di areal Vihara Mendut.
Areal Vihara ini terbuka untuk umum dan gratis. Disini ada banyak patung Budha dan ornamen buddhist. Ada patung Budha berbaring juga lho! Di tengah taman, ada stupa besar dan patung Budha dalam posisi lotus. Memang suasananya cocok untuk meditasi dan menenangkan diri.


Candi Borobudur

Memang kurang rasanya, kalau pergi ke kota Yogyakarta tanpa mengunjungi Candi Borobudur. Candi ini dikenal namanya di seluruh dunia sebagai salah satu keajaiban dunia. Tidak heran, tempat ini banyak dikunjungi oleh wisatawan mancanegara. Selama di areal Candi Borobudur, saya bertemu dengan turis-turis yang berbicara dalam bahasa Jepang, Korea, Itali, dan tentu saja bahasa Inggris. Dan masih ada bahasa lain yang saya tidak bisa mengira-ngira asalnya.
Candi Borobudur.
Candi Borobudur adalah candi Budha terbesar di dunia yang didirikan di abad ke sembilan. Menurut sejarah, candi ini dibangun oleh wangsa Syailendra. Wangsa Syailendra adalah salah satu dinasti penguasa di pulau Jawa yang diduga masih ada kaitannya dengan kerajaan Sriwijaya di Sumatera. Mengenai bagaimana persisnya metode pembangunan candi ini, hingga sekarang belum ada teori yang berhasil menjelaskannya.
Patung-patung Budha di salah satu sudut Candi Borobudur.
Tiket masuk areal candi harganya Rp 30.000,-. Dari pintu gerbang ke Candi Borobudur itu sendiri, wisatawan harus berjalan melewati taman luas yang hijau. Jalannya lumayan jauh, yah! Taman ini rapi dan bersih. Kalau mau duduk-duduk sambil ngobrol, tempat ini cocok banget. Ada juga kereta mini yang dapat membawa kita untuk lebih dekat lagi ke situs candi. Tetapi kereta hanya beroperasi kalau kuotanya sudah dipenuhi. Saat kami bertanya, katanya minimal harus ada lima penumpang baru mereka dapat diberangkatkan. Kalau ingin bersepeda, di sini juga ada persewaan sepeda.
Untuk mencapai candi, wisatawan harus mendaki tangga batu. Lumayan juga, jadi olah raga di sini. Candi Borobudur memiliki lima tingkatan, termasuk kakinya. Di masing-masing tingkatan terdapat relief yang menceritakan kisah tertentu. Kalau memang berminat untuk mempelajari kisah-kisah kuno, bisa berjalan mengitari masing-masing tingkatan sesuai dengan arah jarum jam. Tentunya akan lebih baik kalau disertai tour guide yang dapat menjelaskan makna dari masing-masing relief. Kalau saya, jujur saja, sering kali bingung sambungan kisah antara satu panel dengan panel yang lain.
Stupa di tingkat paling atas di Candi Borobudur.
Di tingkat yang paling atas terdapat stupa-stupa yang merupakan ciri khas Candi Borobudur. Stupa yang dindingnya berlubang-lubang berisikan patung Budha dalam beberapa posisi. Salah satu kebiasaan wisatawan yang jelek (tapi saya lakukan juga) adalah berusaha merogoh patung Budha yang ada di dalam stupa tersebut. Keringat dan bakteri di kulit manusia kan mempercepat perusakan batu. Tapi memang bikin penasaran sih ...
Pemandangan dari atas Candi Borobudur sangat bagus. Kalau langit bersih, Gunung Merapi dan Merbabu bisa terlihat jelas dari sini. Pepohonan dan areal hijau di sekitar candi juga indah dipandang, menenangkan hati. Sebaiknya jalan ke Candi Borobudur di pagi hari. Kalau sudah siang hari, panas menyengat. Dan karena candi ini tidak memiliki atap, hampir-hampir tidak ada tempat berteduh dari sinar matahari.
Meninggalkan candi Borobudur, wisatawan diarahkan untuk melewati museum Borobudur. Di sini ada pendopo yang bisa dipakai untuk duduk-duduk istirahat, dan di dekat museum ada kamar kecil untuk wisatawan. Kalau ingin tahu lebih lanjut tentang sejarah candi, bisa masuk sebentar dan melihat koleksinya yang jumlahnya tidak terlalu banyak. Yang menarik justru batu-batu kuno dari areal candi yang disusun di halaman museum.
Batu-batu kuno dari areal candi, yang disusun di depan museum.
Mendaki Borobudur adalah sebuah tantangan, dan meninggalkan kompleks candi adalah perjuangan. Setelah museum, wisatawan diarahkan untuk berputar-putar melewati pasar. Segala macam barang ditawarkan di sini: pakaian, payung, gantungan kunci, tas, mainan anak, makanan, sampai cobek batu yang kualitasnya bagus. Yang nggak kuat adalah jalannya ... jarak tempuh menyeberangi pasar ini hampir sama dengan jarak tempuh naik ke Borobudur dari gerbang utama. Jauh banget! Padahal begitu sampai ke tempat parkir, kita langsung bisa melihat kalau kita hanya diputar-putar saja di jalan satu arah di dalam pasar.
Kami menghabiskan waktu 2,5 jam jalan-jalan di areal Candi Borobudur. Bukan hanya karena candinya yang megah dan besar, namun juga karena reliefnya yang halus dan detil. Betah rasanya mengamati masing-masing panel. Tidak heran orang bisa hampir seharian memutari candi ini. Dari sini, kami berangkat menuju Candi Pawon.


Candi Pawon

Sama seperti Candi Mendut, Candi Pawon juga dianggap sebagai bagian dari kompleks besar Candi Borobudur. Candi Pawon ukurannya kecil, dibandingkan dengan kedua candi lainnya. Ruangan di dalamnya bahkan harus dimasuki bergantian. Saat kami datang, candi ini sedang dibersihkan oleh sukarelawan, jadi kami tidak bebas mengeksplorasi candi tersebut. Menurut informasi, pembersihan candi ini merupakan bagian dari respons terhadap teguran UNESCO atas kurang terawatnya candi-candi tersebut.
Salah satu dinding luar dari Candi Pawon.
Di dekat Candi Pawon, ada pedagang-pedagang barang antik. Kalau berminat mencari tongkat antik, atau patung-patung, bisa datang kemari.
Dari sini, kami tadinya hendak ke desa wisata produk bambu yang papan petunjuknya ada di pinggir jalan. Sayangnya, desa wisata tersebut tidak kami temukan. Ya sudah, kami langsung menuju ke rumah makan Jejamuran untuk makan siang.


Candi Sambisari

Sehabis makan siang, kami kembali ke kota Yogyakarta, dan segera menuju ke daerah Kalasan. Tujuannya sebenarnya adalah untuk menonton pertunjukan Ramayana di kawasan Prambanan. Akan tetapi, tak ada salahnya untuk mampir ke candi lain.
Candi Sambisari terletak di Dusun Sambisari, Desa Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman. Letaknya sebenarnya tidak jauh dari candi Kalasan. Posisinya berseberangan jalan dengan candi Kalasan (walau bukan tepat diseberangnya, yah). Jarak antara kedua candi ini kalau naik mobil sekitar 15 menit sudah termasuk puter balik di jalan raya Yogya-Solo saat tidak macet.
Kompleks Candi Sambisari.
Candi Sambisari ini istimewa karena ditemukan di bawah tanah. Akibatnya, untuk merekonstruksi ulang candi ini, harus dilakukan penggalian besar-besaran. Berbeda dengan kebanyakan kompleks candi, saat memasuki kompleks Candi Sambisari, kami justru harus menuruni tangga. Rasanya seperti masuk ke dalam kolam.
Candi Sambisari adalah candi Hindu yang didirikan sekitar abad ke-9. Hal ini dapat dilihat dari patung dan ornamen-ornamen yang ada. Sebuah kejutan yang menyenangkan bagi saya untuk menemukan patung Ganesha di tembok belakang candi ini. Maklum, saya penggemar patung Ganesha.


Candi Kalasan

Tepat saat kami meninggalkan Candi Sambisari, hujan mengguyur dengan derasnya. Akibatnya, rencana untuk mampir ke Candi Kalasan pun batal. Kami hanya sempat melihat dari balik jendela mobil saja. Sayang, padahal candi ini cukup unik karena di dalamnya ada ruangan besar yang membuatnya menyerupai tempat tinggal. Selain itu, Candi Kalasan merupakan salah satu candi Budha tertua di area Yogyakarta dan sekitarnya. Candisari terletak di Dusun Kalibening, Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman. Candi ini tidak akan terlewatan oleh siapapun yang melakukan perjalanan dari/ke Solo dan Yogyakarta lewat jalan raya Yogya-Solo karena posisinya yang paling hanya 500 meter dari tepi jalan raya. Untuk membayar kekecewaan kami, kami memutuskan untuk mampir ke Rumah Makan Ayam Goreng Mbok Berek Kalasan untuk makan malam.
Candi Kalasan di saat hujan.


Sendratari Ramayana

Malam itu, kami sepakat untuk menonton Sendratari Ramayana. Kalau cuaca cerah dan tepat di jadwal yang telah ditentukan, kita dapat menonton Sendratari Ramayana di panggung terbuka dengan latar belakang Candi Prambanan. Sayangnya, saat kami ke Yogya, jadwal panggung terbukanya tidak cocok dengan jalan perjalanan kami. (Lagi pula, ide untuk menonton ini juga baru muncul setelah kami mendarat di bandara.) Jadi kami harus puas dengan panggung di dalam ruangan.
Untuk membeli karcis pertunjukan, tidak bisa langsung datang ke tempat pertunjukan. Harus pesan dulu via telepon dan membayar lewat ATM atau transfer bank. Jadi pagi-pagi kami sudah menelepon untuk memesan karcis. Sayangnya hari itu, karena kami keasyikan jalan-jalan, kami lupa mentransfer uang. Maka dengan penuh rasa kekhawatiran kami langsung datang ke tempat pertunjukan tepat sebelum acara dimulai. Ternyata ... karcis di kelas yang telah kami pesan sudah habis! Yang tersisa adalah kelas VIP yang harganya Rp 250.000,- Hahaha! Ya sudah, apa boleh buat. Kalau berminat untuk menonton sendratari tersebut, sebaiknya lihat dulu di internet jauh-jauh hari untuk memastikan jadwalnya dan memesan tiketnya.
Adegan sayembara untuk menikahi Dewi Sinta di bagian awal sendratari.
Tempat pertunjukan penuh, saudara-saudara! Semua tempat duduk terisi. Walaupun saat itu bukan peak season liburan, ternyata sendratari ini laris juga. Nggak kebayang kalau mau menonton pertunjukan ini di jaman liburan anak sekolah atau di hari libur! Tidak hanya wisatawan lokal, ada banyak pula wisatawan mancanegara duduk dan menonton di sini.
Pertunjukan tari ini memang bagus dan menghibur. Saya kagum dengan pemeran Hanoman, yang tidak pernah berhenti bergerak. Kebanyakan pemainnya masih muda-muda namun terlihat profesional, dan penari putrinya cantik-cantik. Kalau bikin pertunjukan di kota budaya, memang lebih mudah menyaring pemain agar mendapatkan yang terbaik! Untung juga duduk di kelas VIP, depan sendiri pula. Jadi saya tidak melewatkan sedikitpun detil karena semuanya berlangsung tepat di depan mata saya.
Adegan Dewi Sinta membakar diri untuk membuktikan kesuciannya.
Sendratari ini cukup lama, sekitar dua jam. Antara babak pertama dan babak kedua, ada jeda istirahat sekitar 15 menit. Waktu istirahat itulah, saya berkesempatan melihat Candi Prambanan di malam hari. Dibawah sorotan lampu, candi terlihat seperti menyala di tengah malam. Sungguh pemandangan yang menakjubkan. Sekitar jam 21:30 pertunjukan selesai dan kami pulang ke hotel.
Candi Prambanan, dilihat dari tempat sendratari, di malam hari.


Jalan Malioboro dan Alun-alun Keraton Yogyakarta di Malam Hari

Berhubung teman saya belum pernah melihat keraton sebelumnya, dan besok kami sudah tidak ada waktu lagi, maka sesampainya di hotel kami langsung jalan untuk menuju alun-alun dengan melewati jalan Malioboro. Walau sudah malam, bukan berarti jalanan sepi. Tetap saja ada sepeda motor dan becak berseliweran. Pedagang pakaian dan cinderamata beralih menjadi pedagang makanan lesehan. Ada penjual ayam bakar dan juga penjual gudeg. Malioboro di waktu malam juga tetap meriah.
Pasar Beringharjo di malam hari. Meriah!
Di jalan Malioboro ada Plaza Malioboro untuk penggemar mall, dan ada banyak toko-toko batik. Kalau mau membeli pakaian di sini, pilihan di lapak pinggir jalan sama banyaknya dengan pilihan di toko. Hanya saja, belanja di toko lebih enak karena tidak perlu senggol-senggolan dengan orang lewat. Tempat yang terlihat meriah karena lampu-lampu di malam hari adalah Pasar Beringharjo dan Tempat Wisata Kampung Ketandan, yang merupakan daerah pecinan di situ. Kalau siang hari, tempat-tempat ini lebih meriah lagi dipenuhi orang-orang yang berbelanja.
Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949.
Di perempatan menuju alun-alun, ada beberapa tempat wisata – yang hanya bisa kami lihat dari luar karena sudah terlalu malam: Museum Benteng Vredeburg dan Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949. Selain itu, di sini terdapat banyak gedung-gedung tua, seperti gedung kantor pos, gedung Bank Indonesia, dan Gedung Bank Negara Indonesia. Daerah ini disebut juga dengan Kawasan Nol Kilometer Yogyakarta. Walau sudah malam hari, tempat ini tetap ramai dengan anak-anak muda yang duduk dan nongkrong di pinggir jalan.
Keraton Yogyakarta di malam hari.
Dari perempatan itu, kami menyeberang dan menuju ke areal alun-alun, dengan melewati gapura dua lapis. Sesampai di alun-alun, kami hanya berjalan melewati dua pohon beringin di alun-alun dan kemudian tiba di depan Museum Keraton Yogyakarta. Kemudian kami berputar-putar sebentar sebelum kemudian pulang kembali ke hotel dan tidur.


Pasar Beringharjo - Belanja di Hari Terakhir

Tanggal 29 Januari 2014. Ini hari terakhir kami di sini. Pesawat kami berangkat jam 11:00, jadi kami tidak punya banyak waktu. Teman saya ingin membeli batik di Pasar Beringharjo, jadi jadwal pagi ini adalah berbelanja di pasar saja. Saya sih tidak membeli apa-apa, cukup menemani saja. Walau masih pagi, sekitar jam 8, pasar sudah ramai dengan orang-orang yang berbelanja batik. Mereka tidak salah memilih tempat, karena pilihan batik di pasar ini sangat bervariasi dan kualitasnya juga beragam. Semua jenis pilihan tersedia. Harga juga bervariasi tergantung bahan dan pembuatannya. Untuk ukuran orang Jakarta, harga batik di sini jauh lebih murah. Kalau untuk ukuran lokal, mungkin ada tempat yang lebih murah lagi, tapi saya tidak tahu. Oh ya, harus siap-siap menawar kalau berminat berbelanja di sini. Beli borongan bisa lebih menguntungkan dibandingkan beli satuan.
Di Pasar Beringharjo.
Setelah puas berbelanja, kami kembali ke hotel dengan naik becak. Harga becak Rp 10.000,- dari Pasar Beringharjo ke hotel kami di area Dagen. Nampaknya, kalau hanya membawa penumpang dari area satu ke yang lain, namun masih di sekitaran Malioboro, harga sewa adalah Rp 10.000,-. Kalau tujuannya untuk membeli bakpia Pathok, maka barulah becak bersedia menawarkan jasa dengan harga Rp 5.000,-. Kalau keluar areal Malioboro, harganya berlipat lagi. Jadi jangan tertipu dengan tawaran-tawaran murah tukang becak.
Dari hotel, kami berangkat ke bandara dengan menggunakan taksi, dan pada pukul 10:30 sudah duduk manis di bandara. Selamat jalan Yogyakarta! Berakhirlah liburan kali ini ...

2 Komentar:

  1. hallo, blognya informative banget nich !!!
    boleh tau sewa mobil dari mana yach? berapa jam per hari ? berapa harganya? dan apa ada nomor telpon buat kontak ? thks u

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waktu itu, untuk rental mobil kami cek satu-satu iklan di yogyes.com. Cari yang murah. Kalau harga, sorry, sudah nggak inget lagi.

      Hapus