13 Agustus 2015

Melanjutkan postingan sebelumnya tentang Jakarta Walking Trail edisi Kemerdekaan, kini saya akan memberikan gambaran singkat tentang museum-museum dan monumen yang saya kunjungi selama mengikuti jalur jalan kaki (walking trail tersebut).

Gedung Joang 45

Alamat: Jl. Menteng Raya No.31, Menteng, Jakarta Pusat
Pengelola: Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kendaraan umum: Kopaja 20 dan Kopaja AC 20 Senen – Lebak Bulus (yang ke arah Lebak Bulus); Kopaja 502 Tanah Abang – Kampung Melayu (yang ke arah Kampung Melayu)
Tiket masuk: Rp 5.000,- per orang dewasa (pelajar dan anak-anak lebih murah)
Sejarah berdirinya Gedung Joang 45 tertulis di papan-papan informasi di dalam museum ini. Pertama kali dibangun, bangunan ini adalah sebuah hotel milik L.C. Schomper yang berkewarganegaraan Belanda. Saat pendudukan Jepang, gedung ini menjadi kantor PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) dan menjadi sekolah politik bagi para pemuda Indonesia. Di sinilah muncul beberapa gerakan pemuda radikal yang mengusahakan kemerdekaan Indonesia secepatnya. Kelompok pemuda Menteng 31 inilah yang nantinya berinisiatif untuk mempercepat kemerdekaan Indonesia dengan menculik Bung Karno dan Bung Hatta serta membawanya ke Rengasdengklok.
Di dalam museum ini, dipajang foto-foto para tokoh pemuda Menteng 31, termasuk diantaranya Sukarni, Chairul Saleh, Adam Malik, Wikana, B.M. Diah, dan S.K. Trimurti. Selain itu, ada pula sejarah singkat masing-masing orang, termasuk apa peranannya dalam usaha kemerdekaan Indonesia dan bagaimana nasib mereka setelah jaman kemerdekaan. Ada yang sukses menjadi pejabat, ada yang jadi tahanan politik, ada yang dibuang ke negara asing, ada yang hidup biasa-biasa saja sampai tua, dan ada juga yang hilang dan tak pernah ketahuan rimbanya.
Menurut saya, penjelasan tentang kehidupan para tokoh Pemuda Menteng 31 di sini cukup jelas dan bisa memberikan gambaran tentang dinamika politik di masa menjelang kemerdekaan. Mungkin anak sekolah jaman sekarang perlu datang ke sini dan membaca sejarah Pemuda Menteng 31 supaya bisa melihat contoh dinamika politik dan konsekuensinya bagi para pelakunya.
Selain kisah para Pemuda Menteng 31, museum ini juga menyimpan buku-buku karangan Sukarno, A.M. Hanafi, dan Pans Schomper. Ada juga replika selebaran propaganda Jepang dan perlengkapan tentara jaman dahulu. Di sini juga ada ruang audio visual yang memutar film dokumenter tentang jaman perang kemerdekaan. Di halaman belakang, ada patung-patung beberapa tokoh pemuda Menteng 31 dan juga kendaraan dinas Presiden dan Wakil Presiden pertama Indonesia.

Museum Perumusan Naskah Proklamasi

Alamat: Jl. Imam Bonjol No. 1, Menteng, Jakarta Pusat
Pengelola: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata
Kendaraan umum: PPD 213 Grogol-Kampung Melayu, PPD AC16 Rawamangun-Lebak Bulus, PPD AC11 Pulo Gadung-Grogol, Biangala AC76 Senen-Ciputat
Tiket masuk: Rp 2.000,- per orang dewasa (pelajar dan anak-anak lebih murah)
Entah karena saya datang ke sini di bulan Agustus, atau mungkin sedang ada proyek pengadaan buku, saat saya datang kemari, saya mendapatkan brosur tentang museum, buku sejarah gedung museum, dan komik kisah hidup A.A. Hamidhan, salah satu tokoh yang menghadiri rapat perumusan naskah proklamasi waktu itu. Lumayan juga untuk menambah pengetahuan.
Daya tarik utama museum ini adalah ruangan tempat perumusan naskah proklamasi, dimana di situ terdapat meja dan kursi dengan tatanan persis seperti waktu naskah proklamasi ditulis. Ruangan ini menjadi diorama penulisan naskah proklamasi dengan adanya patung Bung Karno, Bung Hatta, dan Mr. Achmad Soebardjo yang duduk menghadap meja berbentuk oval tersebut. Selain ruang perumusan naskah proklamasi, di museum ini juga terdapat ruang penandatanganan/pengesahan naskah proklamasi dan ruangan kecil di bawah tangga tempat Pak Sayuti Melik mengetik naskah proklamasi. Di bagian belakang ada ruangan audio visual dimana diputar film dokumenter jaman perjuangan.
Bangunan ini terdiri dari dua tingkat dan aslinya adalah rumah tinggal. Dulunya sempat dimiliki oleh PT. Asuransi Jiwasraya Nilmy (Nederlands Levenzekering Maatschapij), lalu sempat menjadi kantor Konsulat Jenderal Inggris, sebelum kemudian ditinggali oleh Laksamana Muda Maeda di jaman menjelang kemerdekaan. Sebagaimana rumah mewah di kawasan elit, rumah ini memiliki halaman depan dan halaman belakang yang luas, kamar tidur dan kamar mandi yang luas, dan juga bunker bawah tanah.
Kalau lantai 1 berisikan ruangan bersejarah menjelang detik-detik proklamasi, maka lantai 2 berisikan memorabilia dan kisah-kisah para tokoh yang terlibat di sekitar kejadian pembacaan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Di sini juga dijelaskan kehidupan beberapa dari para tokoh-tokoh tersebut, misalnya B.M. Diah, Bung Tomo, dan A.A. Hamidhan. Di lantai 2 kita bisa berjalan-jalan ke balkon dan melihat pemandangan di sekitaran Jl. Imam Bonjol.
Museum ini bersih dan rapi, terlihat dirawat. Bahkan bunker bawah tanahnya juga bersih. Buat yang belum pernah berkunjung ke Museum Perumusan Naskah Proklamasi, bolehlah sekali-sekali berkunjung.

Taman Proklamator

Alamat: Jl. Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat
Pengelola: Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta
Kendaraan umum: PPD 213 Grogol-Kampung Melayu, PPD AC16 Rawamangun-Lebak Bulus, PPD AC11 Pulo Gadung-Grogol, Biangala AC76 Senen-Ciputat, Kopaja 502 Tanah Abang-Kampung Melayu
Tiket masuk: gratis
Walau saya datang di hari Minggu, namun saat saya memasuki kawasan Taman Proklamator jam menunjukkan pk. 12:15, jarang sekali ada yang datang berkunjung. Mungkin karena matahari bersinar terik. Hanya ada beberapa anak kecil yang duduk-duduk di salah satu sudut, dan sekelompok ibu dan anak yang berada di bawah pohon rindang.
Taman Proklamator adalah situs bersejarah bagi seluruh penduduk Indonesia, karena di sinilah naskah proklamasi kemerdekaan dibacakan. Dulunya, di sini berdiri rumah kediaman Bung Karno. Namun sejak tahun 1960-an, rumah tersebut dibongkar dan tidak pernah dibangun lagi. Di dalam taman ini ada beberapa bangunan, yaitu:
Tugu Proklamasi atau Tugu Petir, yaitu tugu peringatan pembacaan naskah proklamasi yang didirikan di masa pemerintahan Bung Karno sebagai presiden.
Monumen Soekarno-Hatta, yaitu patung Bung Karno dan Bung Hatta berukuran raksasa dan replika naskah proklamasi di atas batu marmer. Patung ini didirikan di masa pemerintahan Presiden Suharto.
Tugu Peringatan Satoe Tahoen Repoeblik Indonesia yang didirikan di tahun 1946 dengan keterangan “atas oesaha kaoem wanita djakarta”.
Gedung Pola. Gedung yang didirikan di jaman pemerintahan Bung Karno sebagai presiden ini dulunya adalah tempat perancangan pembangunan nasional. Bangunan ini tidak terlalu terurus, dan menurut saya sangat kontras dengan patung Sukarno-Hatta yang megah berdiri di depannya.
Kalau ditilik dari luasnya area taman ini dan juga ukuran patung serta tugu yang cukup besar, sebenarnya taman ini megah dan dapat menghidupkan semangat juang di dalam dada pengunjung taman. Namun pengelolaan taman yang kurang baik menyebabkan taman ini lebih dikenal di hati rakyat setempat sebagai tempat bermain anak-anak dan tempat pacaran anak sekolahan. Sayang, yah!

0 Komentar:

Posting Komentar