9 Agustus 2015

Catatan: Jakarta Walking Trail adalah jalur wisata di Jakarta untuk jarak pendek dengan jalan kaki atau naik sepeda. Jalur ini adalah jalur saya untuk jalan-jalan di sekitaran Jakarta jika sudah bosan mengunjungi tempat-tempat yang mainstream.

Kali ini saya akan mengajak para pembaca untuk berjalan kaki mengenang detik-detik proklamasi. Tidak perlu jauh-jauh ke luar kota. Hampir seluruh peristiwa yang terkait dengan kemerdekaan bangsa Indonesia berada di Jakarta, bahkan lebih tepatnya di sekitaran Menteng dan Salemba, Jakarta Pusat. Untuk memperingati ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-70, kali ini saya akan mengajak pembaca untuk mengunjungi museum dan monumen yang menjadi saksi bisu rajutan peristiwa yang menjadi titik tolak kebebasan bangsa Indonesia dari cengkraman penjajah.
Jakarta Walking Trail: Commemorating Our Independence adalah alur jalan kaki (atau naik sepeda) yang melewati tiga titik penting dalam sejarah proklamasi, yaitu Gedung Joang 45, Museum Perumusan Naskah Proklamasi, dan Tugu Proklamasi/Taman Proklamator. Berikut perjalanan saya menyusuri jalur ini pada hari Minggu, 2 Agustus 2015.

08:15 Tiba di Stasiun Gondangdia (1)

Yup, titik tolak perjalanan saya adalah Stasiun Gondangdia. Untuk yang bawa mobil, bisa parkir di halaman Masjid Cut Meutia, sedangkan yang naik kereta ya tinggal turun di stasiun ini. Sayang sekali jalur jalan (walking trail) kali ini tidak dilewati jalur busway sama sekali.
Stasiun Gondangdia. Titik awal perjalanan saya.
Dari Stasiun Gondangdia, saya menyusuri jalan di bawah rel kereta api ke arah selatan, lalu di Jl. Taman Cut Mutiah, saya berbelok ke arah timur. Di sini saya bertemu dengan Masjid Cut Meutia. Masjid ini termasuk cagar budaya bangsa dan patut dikunjungi. Namun perjalanan ini adalah untuk mengenang detik-detik proklamasi, maka saya tidak berhenti di sini.
Saya mengikuti Jl. Cut Meutia dan tiba di Jl.Menteng Raya. Dari sini saya menyeberangi Jl. Menteng Raya, dan saya tiba di Gedung Joang 45.

08:29 Tiba di Gedung Joang 45 (2)

Saya datang kepagian. Alamak! Museum-museum di Jakarta baru buka jam 9. Untungnya penjaganya baik hati mengijinkan saya untuk memutari gedung dan melihat-lihat patung-patung, papan-papan penjelasan, serta mobil dinas resmi presiden yang pertama di masa pemerintahan Bung Karno dan Bung Hatta.
Gedung Joang 45 sebelum buka. Ini datangnya kepagian.
Jam 9 saya dipersilahkan untuk masuk dan melihat-lihat isi museum. Museum ini pada dasarnya adalah bentuk penghargaan kepada kelompok Menteng 31, yang merupakan golongan pemuda yang sangat bersemangat untuk merdeka dan juga tempat pendidikan beberapa tokoh utama politik Indonesia di awal kemerdekaan. Sekelompok pemuda dari Menteng 31 jugalah yang berinisiatif untuk menculik Bung Karno dan Bung Hatta dan membawa mereka ke Rengasdengklok. Penjelasan yang ada di Gedung Joang 31 membuat saya lebih paham dinamika politik dan pemuda yang nantinya akan melakukan aksi untuk “memaksa” Bung Karno dan Bung Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

09:27 Berangkat dari Gedung Joang 45

Saya kembali menyusuri Jl. Cut Meutia menuju ke arah Masjid Cut Meutia. Akan tetapi, sesampainya saya di persimpangan di dekat masjid, saya berbelok masuk ke Jl. Teuku Umar. Jl. Teuku Umar adalah tempat domisili beberapa pejabat penting kedutaan manca negara dan juga tempat kantor kedutaan beberapa negara. Saya melewati tempat kediaman Duta Besar Australia dan kantor Kedutaan Irak serta Kedutaan Vietnam. Di sini juga ada Museum A.H. Nasution, salah satu pahlawan Revolusi. Saya mampir ke sini selama sekitar 20 menit, tetapi sebenarnya museum ini tidak ada kaitannya dengan detik-detik proklamasi.

10:18 Tiba di Taman Suropati (3)

Setelah capek berjalan kaki dari Gedung Joang 45, bolehlah kita beristirahat di taman yang sejuk ini. Taman Suropati adalah taman dengan berbagai aktivitas di setiap akhir pekan. Dari orang-orang yang duduk-duduk, lari pagi, memotret-motret, dan sampai keluarga muda yang membawa anak-anaknya untuk melihat burung merpati yang berterbangan. Saya menyempatkan diri untuk makan zuppa soup yang dijual di pinggir jalan. Setelah istirahat sekitar 10 menit, saya melanjutkan perjalanan.

10:44 Tiba di Museum Perumusan Naskah Proklamasi (4)

Yang menjemput Bung Karno dan Bung Hatta dari Rengasdengklok adalah Mr. Achmad Soebardjo, yang nantinya menjadi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia yang pertama. Hanya saja dia tidak mengantar Bung Karno dan Bung Hatta ke rumah masing-masing, melainkan ke rumah kediaman Laksamana Muda Maeda. Tentu saja alasan pemilihan rumah ini adalah faktor keamanan.
Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Rumah Laksamana Muda Maeda inilah yang sekarang menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Di sini kita dapat melihat ruangan yang digunakan untuk membahas dan merumuskan naskah proklamasi dan tempat dimana Bung Karno dan Bung Hatta menandatangani naskah tersebut.

11:30 Berangkat dari Museum Perumusan Naskah Proklamasi

Saya kembali berjalan kaki, menyusuri Jl. Pangeran Diponegoro ke arah timur.  Tujuannya ke Tugu Proklamasi/Taman Proklamator. Saya berjalan kaki sampai tiba di bawah rel kereta api. Di sini saya belok ke kanan, memasuki Jl. Penataran. Di pertigaan setelah Graha 9, saya belok kiri sebentar dan tiba di Tugu Proklamasi/Taman Proklamator

12:15 Tiba di Tugu Proklamasi/Taman Proklamator (5)

Dulunya, di tempat dimana sekarang menjadi Taman Proklamator ini, berdiri rumah kediaman Bung Karno, yang terkenal dengan alamat Jl. Pegangsaan Timur no. 56 Jakarta Pusat. Saat ini rumah kediaman tersebut sudah tidak ada lagi, dan tepat di tempat dimana Bung Karno berdiri membacakan naskah proklamasi, didirikan Tugu Petir (karena di atasnya ada bentuk seperti petir) yang nama resminya adalah Tugu Proklamasi. Di taman ini juga ada patung Bung Karno dan Bung Hatta berukuran raksasa.
Taman Proklamator, dengan Tugu Proklamasi dan Patung Soekarno-Hatta.
Memandang seluruh monumen dan tugu di sini, saya bersyukur bahwa para pemuda Menteng 31 nekat menculik Bung Karno dan Bung Hatta, bahwa mereka masih bisa dibawa kembali ke Jakarta oleh Pak Achmad Soebardjo, dan bahwa kedua orang Proklamator itu akhirnya mau ikut menyusun naskah dan membacakan proklamasi kemerdekaan. Betapa hal-hal yang nampaknya kebetulan itu bisa mengantar saya hingga saat ini bisa mengetik di blog ini dan para pembaca (yang warga negara Indonesia) membaca blog ini sebagai orang merdeka.

12:28 Meninggalkan Tugu Proklamasi/Taman Proklamator menuju Stasiun Cikini (6)

Menuju Stasiun Cikini. Jaraknya tidak jauh, cukup dengan mengikuti Jl. Proklamasi ke arah barat selama 10 menit, melewati Metropole XXI.
 
Pulang ke Stasiun Cikini, melewati Universitas Bung Karno.

Demikian kisah saya menapaki Jakarta Walking Trail edisi Kemerdekaan. Untuk penjelasan lebih lengkap tentang masing-masing museum dan monumen yang saya kunjungi, dapat dilihat di postingan saya yang akan datang. Merdeka!

Tambahan:
  • Total perjalanan sekitar 4,5 jam, sudah termasuk membaca hampir semua keterangan di dalam museum, istirahat makan snack, dan mampir ke Museum A.H. Nasution yang kebetulan dilewati.
  • Jalur yang saya lewati relatif rindang, tapi cukup ramai oleh kendaraan, jadi harus hati-hati terutama saat menyeberang jalan.
  • Penjualan makanan ada di sekitar stasiun dan di Jl. Cikini Raya, Taman Suropati, serta Taman Proklamator.
  • Jalur jalan kaki/walking trail ini adalah jalur yang sering digunakan oleh komunitas pecinta sejarah dan komunitas pecinta budaya untuk nampak tilas detik-detik kemerdekaan. Biasanya, ada kelompok-kelompok yang mengadakan tur jalan kaki di jalur ini di bulan Agustus untuk memperingati kemerdekaan Indonesia.

0 Komentar:

Posting Komentar