5 Januari 2018

Hari ini, kami berangkat pagi untuk mengejar kereta yang akan mengantar kami ke Paris, tepatnya ke Gare de l’Est (stasiun Paris Est). Setelah tiga hari tiga malam kami menikmati daerah pedesaan Perancis timur yang cantik dan asri, kini kami harus kembali ke kota metropolitan. Kereta kami berangkat jam 09:51, jadi kami sengaja keluar apartemen jam 09:00. Di sepanjang perjalanan menuju ke stasiun, kami memuaskan diri untuk terakhir kalinya menikmati Colmar. Entah kapan kami bisa berkunjung lagi kemari.
Puas-puasin memandangi kota Colmar, termasuk stasiunnya ini, di hari terakhir.
Kami tiba di stasiun sekitar jam setengah sepuluh kurang sedikit. Waktu kami tiba di stasiun, saya cukup heran karena di papan pengumuman elektronik di depan pintu masuk, di dekat nomer kereta kami, ada tulisan “Supprimé”. Wah, berdasarkan aplikasi penerjemah, ini berarti kereta kami dibatalkan. Pertamanya, kami nggak percaya di Perancis kereta bisa dibatalkan semena-mena oleh Perusahaan. Tapi setelah beberapa saat bengong, kami lalu menuju ke petugas di loket untuk menanyakan bagaimana nasib kami. Petugas di loket, yang kemampuan bahasa Inggrisnya pas-pasan, cuma bilang, “Next train, in ten minutes.” Ditanya apapun juga, jawabannya cuma itu. Ya sudah. Bingunglah kami.
Berhubung kami bawa wifi router, kami tidak punya kendala terhadap internet. Saya langsung browsing-browsing di tempat, mencari tahu apa yang harus kami lakukan. Eh, iseng saya memeriksa email. Ternyata, di hari sebelumnya, ada email masuk dari SNCF yang menginformasikan bahwa kereta yang kami booking tidak beroperasi. Hadeuh ... mana kepikiran saya untuk buka email? Terus, saya baca dong, isi emailnya.
Bengong di peron di Stasiun Colmar.
SNCF adalah perusahaan kereta api Perancis milik pemerintah. Wajarlah, kalau layanan yang diberikan diutamakan kepada warga negaranya sendiri. Email yang dikirimkan memang bilingual. Akan tetapi, antara bahasa Perancis dan bahasa Inggrisnya, isinya beda banget. 
Bagian yang berbahasa Perancis menjelaskan pilihan rute alternatif (yang lebih awal sekitar setengah jam) yang dapat digunakan plus penjelasan tentang adanya “La Garantie Voyage”. La Garantie Voyage adalah jaminan dari Perusahaan dimana jika kereta dibatalkan atau terlambat lebih dari satu jam, maka (calon) penumpang berhak mengambil kereta apapun yang menuju ke tempat tujuan di waktu yang kurang lebih sama atau dapat meminta pengembalian uang tiket. Tapi ini hanya berlaku untuk penumpang kereta TGV dan kereta antar kota saja. 
Sedangkan bagian bahasa Inggrisnya lebih sederhana: (Singkatnya) Akan ada gangguan pada perjalanan Anda dan mohon melihat jadwal kereta di website SNCF. Gitu doang! Buat yang nggak kenal sistem perkeretaapian di Perancis dan tidak bisa bahasa Perancis, sumpah, email ini tidak membantu sama sekali!
Setelah membaca perihal La Garantie Voyage, kami lalu segera bergerak menuju ke peron. Ternyata di sana sudah ada beberapa calon penumpang yang kasak-kusuk karena kereta TGV jam 09:51 menuju Paris dibatalkan. Berhubung yang kasak-kusuk kebanyakan turis yang berbahasa Inggris, kami jadi tahu bahwa memang calon penumpang yang datangnya kepagian (seperti kami) disuruh mengambil kereta menuju Strasbourg yang berangkat sekitar jam 09:40. Kereta ini bukan TGV, melainkan kereta antarkota biasa. Dari Strasbourg, kami akan bisa melanjutkan perjalanan ke Paris dengan sembarang kereta yang menuju ke Paris.
Tetap menikmati pemandangan di luar. Ada yang sedang menggembala sapi!
Jadi, sekitar jam 09:40, kami naik kereta yang menuju ke Strasbourg. Kereta ini kereta biasa dan bentuk interiornya nggak jauh beda dengan kereta Argo yang biasa mondar-mandir di Pulau Jawa. Beda dengan kereta TGV yang bagian dalamnya terlihat jauh lebih modern dan rapi. Di gerbong kami, ramai suara orang-orang membicarakan tentang kereta yang tidak beroperasi. Mungkin karena yang di sekitar saya adalah turis dan cukup kaget ketika harus ganti kereta. Jadi, mereka cukup heboh dengan pergantian kereta ini. Tapi saya lihat, yang orang Perancis asli nggak terlalu ribut. Mungkin kereta tiba-tiba dibatalkan seperti ini sudah biasa. Toh, mereka bisa ambil sembarang kereta yang dapat membawa mereka ke tempat tujuan.
Nah ... sambil lanjut buka-buka email, saya menemukan email dari pihak customer service istana Versailles. Alkisah, jauh-jauh hari, saya sudah beli tiket masuk ke istana Versailes secara online untuk keesokan harinya. Nah, email dari pihak customer service ini menjelaskan bahwa besok akan ada demonstrasi buruh nasional dan manajemen Versailles baru bisa memberikan informasi pada jam 10:30 pagi mengenai apakah kompleks istana Versailles akan dibuka untuk pengunjung atau tidak. Paniklah, kami ... Tapi, kisah urusan tiket masuk kompleks Versailles baru akan dibahas di artikel khusus tentang kunjungan ke Versailes ya. Untuk saat ini, saya akan fokus membahas tentang pengalaman kami yang menghadapi kereta yang dibatalkan operasinya di Perancis.
Kembali ke masalah kereta yang batal beroperasi, kami jadinya berasumsi bahwa pembatalan kereta ini terkait dengan rencana demonstrasi besar-besaran di seluruh Perancis keesokan hari itu. Menurut berita, demo buruh itu terkait dengan rencana Pemerintah untuk mengubah sistem pembayaran pensiun pegawai perusahaan milik pemerintah. Nah, sebagai salah satu perusahaan milik pemerintah yang pegawainya terkenal rajin demo, sudah pasti pegawai SNCF juga akan banyak yang ikut demo ... begitu asumsi kami. Tapi asumsi ini belum tentu benar ya.
Tentu saja, pergantian kereta dan juga berita tentang rencana demo buruh tidak mengurangi kenikmatan saya dalam melihat pemandangan alam Perancis. Sebagian besar pemandangan menyuguhkan ladang gandum yang sudah selesai dipanen atau ladang rumput tempat. Kadang juga ada hutan kecil dimana daun-daun terlihat mulai berwarna kemerahan atau menguning. Mengingat ini mungkin adalah kesempatan terakhir untuk melihat pemandangan alam pedesaan di Perancis melalui kaca jendela kereta, saya benar-benar tidak tidur sepanjang perjalanan. Kedua teman saya sih, memilih tidur sepanjang perjalanan.
Pemandangan sebelum memasuki Strasbourg.
Sesampainya kami di stasiun Strasbourg, kami sempat bengong. Kereta mana yang menuju ke Paris? Jam berapa adanya kereta ke Paris? Naik kereta dari peron mana? Kami tengok ke kiri dan ke kanan mencari petugas namun tanpa hasil. Pada dasarnya, instalasi publik di Eropa tidak mengandalkan sumber daya manusia dalam jumlah yang banyak, jadi memang petugas hanya ditempatkan di area yang strategis saja.
Waktu saya sudah berhasil “menemukan” petugas, salah satu teman saya melihat sebuah kereta TGV yang mana nomer keretanya sama persis dengan nomer kereta TGV kami yang seharusnya mengantar kami dari Colmar ke Paris. “Eh, itu nomernya sama kan? Jadi itu kereta kita, dong?” tanya teman saya. Saya pun segera mendekati petugas untuk bertanya, apakah kereta itu menuju Paris. Petugas mengiyakan dengan pasti. Wah ... buru-buru kami lari untuk masuk ke dalam kereta. Baru semenit kami celingukan mencari kursi kosong, kereta mulai berangkat menuju Paris.
Kereta TGV yang kami naiki adalah kereta tingkat. Tiket kami adalah untuk kursi yang ada di gerbong paling belakang, kursi paling belakang, di tingkat dasar. Penyebab kami celingukan di dekat pintu adalah, kursi yang sesuai dengan tiket kami sudah terisi orang. (Ya nggak salah sih, kan kereta ini sudah berubah fungsi menjadi kereta jurusan Strasbourg – Paris, jadi pada dasarnya tiket kami sudah tidak valid untuk meminta duduk di kursi itu.) Terus, area tempat penyimpanan bagasi sudah penuh. Ini masalah parah: satu, kami tidak punya tempat duduk; dan dua, kami harus membawa koper-koper kami kemana-mana.
Kereta TGV dua lantai. Ini nih, kereta yang seharusnya membawa kami kembali ke Paris.
Iseng-iseng saya cek ke lantai atas. Ternyata, di pojok sendiri masih ada empat kursi kosong. Terus, di tempat bagasi masih ada sedikit sisa tempat untuk koper-koper kami. Kami pun angkat koper ke lantai atas untuk menyimpannya di area bagasi, lalu duduk di kursi paling pojok belakang. Eh ... yang duduk di dekat kami ternyata adalah turis dari Colmar yang juga terpaksa berganti-ganti kereta seperti kami. Semakin yakinlah kami bahwa kereta yang kami naiki ini benar.
Umumnya, penumpang kereta di Perancis tidak diperiksa tiketnya. Orang bisa naik turun tanpa perlu menunjukkan tiket ke siapapun. Orang mau masuk area peron juga cukup memvalidasi tiket di alat di dekat gerbang. Dan tidak ada petugasnya, ya. Jadi, kalau ada turis yang lupa memvalidasi, ya dia tetap bisa masuk ke dalam area peron dan naik kereta. Kalau salah naik kereta, ya dia tidak akan tahu karena tidak akan ada petugas yang jalan-jalan memeriksa tiket. Tapi, mungkin karena kami sempat luntang-lantung lama di dekat pintu, dan dari kamera CCTV terlihat kami beberapa kali mondar-mandir di tangga, ada petugas yang tiba-tiba muncul ke arah kami yang baru saja duduk. Untung juga, jadi kami bisa bertanya-tanya tentang alasan kereta tidak beroperasi sampai ke Colmar.
Tentu saja kami buru-buru mengeluarkan print out tiket TGV di atas meja. Tepat sebelum petugas tiba di meja kami, dia dipanggil oleh salah satu turis tetangga dan ditanya-tanya tentang perjalanan kereta. Mungkin mereka masih harus lanjut ke bandara dari Gare de l’Est. Sambil menjawab pertanyaan ibu-ibu turis berbahasa Inggris itu, dia melihat ke arah tiket kami yang sudah tertata manis di atas meja. Begitu selesai menjawab pertanyaan si ibu-ibu itu, dia langsung balik badan dan keluar gerbong. Yah ... gagallah kami untuk mengetahui alasan mengapa kereta ini tidak dapat menjemput kami dari Colmar untuk langsung ke Paris.
Akhirnya kembali ke kota metropolitan: Paris.
Kereta kami tiba di Gare de l’Est (stasiun Paris Est) sekitar jam 12 siang. Kami buru-buru melanjutkan perjalanan dengan menggunakan Metro (kereta bawah tanah) menuju stasiun Metro Odéon guna melanjutkan jalan kaki menuju ke hotel kami.
Dari hotel, kami akan melanjutkan petualangan kami menuju tempat yang paling artistik di Paris: Museum Louvre. Tunggu kisah selanjutnya ya.

(Bersambung.)

6 Komentar:

  1. Wogh, keren; jalan-jalan ke Perancis..
    Kalo saia pernahnya ke Paris (Parangtritis).. haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha! Sudah dekat dengan Jerman tuh. Jejere Sleman.

      Hapus
  2. Enak ya Gan..:) Bisa jalan jalan Ke luar Negeri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yah ... hitung-hitung, menambah pengalaman.

      Hapus
  3. hua mau ke sana hehe.. nyobain kereta bawah tanah :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. MRT di bawah Jalan Sudirman harusnya selesai tahun 2019, kok. Bentar lagi kita juga punya kereta bawah tanah.

      Hapus