2 Maret 2014

Sebelumnya sudah pernah mendengar nama Desa Sawarna, tetapi akhirnya baru akhir Januari lalu saya menginjakkan kaki kemari. Tidak terencana sih, karena tadinya cuma mau ke Pelabuhan Ratu. Siapa sangka, ternyata malah sampai ke desa wisata (dalam arti yang sebenarnya.)
Pantai Pasir Putih, Sawarna Point, tempat paling populer di Desa Sawarna.
Desa Wisata Sawarna terletak di Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak. Sebenarnya area ini termasuk dalam Dusun Cikaung. Posisinya di pantai selatan pulau Jawa. Desa ini adalah desa wisata dalam arti yang sebenarnya karena rumah-rumah yang ada di situ sebagian besar berfungsi sebagai hostel dan warung makan. Jarang sekali ada rumah penduduk yang tidak dipakai untuk berbisnis. Kalau Desa Sawarna yang sebenarnya (untuk tempat tinggal penduduk, dan dengan kelengkapan administrasi pedesaan lainnya) masih harus jalan kaki sekitar 15 menit lagi. Daerah ini dikenal sebagai tempat wisata dengan obyek utama pantai dan gua.


Transportasi Menuju Desa Sawarna

Saya dan teman saya menuju ke Desa Sawarna menggunakan kendaraan umum. Dari Jakarta, kami naik KRL ke Bogor, kemudian dilanjutkan dengan naik Bus ke Pelabuhan Ratu. Dari Pelabuhan Ratu, perjalanan akan dilanjutkan dengan angkot (mobil Elf) ke arah Desa Sawarna. Kami berangkat hari Jumat, 01 Januari 2014, tepat di hari Imlek.
Karena kesiangan, maka kami baru bertemu di Stasiun Bogor jam 10:25. Menurut saya, KRL  termasuk kendaraan umum yang bisa dijadikan andalan. Soal jadwal, cukup tepat waktu, dan pilihan jadwalnya banyak. Kalau soal kebersihan, itu lebih tergantung pada penumpang saat itu. Waktu saya naik KRL, penumpang tidak terlalu banyak, jadi tidak berdesak-desakan dan kondisi gerbong bersih.
Stasiun Kereta Api Bogor.
Dari stasiun Bogor, kami naik angkot 03 jurusan Terminal Baranang Siang. Harga per orang Rp 2.500,- Katanya bisa juga naik angkot 02 untuk ke Terminal Baranang Siang, tapi saya tidak melihatnya. Kalau bingung nyari angkot, keluar stasiun kereta api langsung tanya saja dengan orang, pasti akan ditunjukkan.
Dari Baranang Siang perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan bus MGI jurusan Pelabuhan Ratu. Karena kami kesiangan, bus AC sudah berangkat duluan, jadi kami terpaksa naik bus eksekutif non-AC.  Harga karcis Rp 35.000,- Untuk masih dapat tempat duduk. Orang yang datangnya setelah kami terpaksa berdiri sepanjang perjalanan. Kami berangkat dari Terminal Baranang Siang jam 11:00 dan sampai di Terminal Pelabuhan Ratu jam 15:30.
Oh ya, sebagai tambahan, waktu perjalanan pulang, dari Terminal Pelabuhan Ratu kami naik bus MGI AC jurusan Bogor, harga karcis perorang Rp  35.000,- juga. Bingung kan?
Terminal Pelabuhan Ratu.
Setelah sedikit melangkahkan kaki keluar Terminal Pelabuhan Ratu, kami naik Elf (minibus) jurusan Bayah. Katanya ada mobil Elf yang langsung menuju Sawarna, tapi cuma ada satu kali sehari dan berangkatnya sekitar jam 12 siang. Di luar itu, pilihannya adalah Elf jurusan Bayah.
Mobil elf kami berangkat jam 16:00 dan tiba di pos ojek Sawarna di Jalan Raya Transit Bayah-Cisolok jam 17:30. Harga naik elf Rp 25.000,- (Tapi waktu perjalanan pulang harganya Rp 20.000,- per orang, hehehe!) Sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan yang indah. Waktu masih di daerah Pelabuhan Ratu, kami melewati banyak pantai-pantai yang patut untuk dikunjungi: Pantai Mutiara, Pantai Sukawayana, Pantai Cikakak, Pantai Karanghawu, dan Pantai Cibangdan. Kapan-kapan nanti, ingin jalan ke Pelabuhan Ratu cuma untuk mengunjungi pantai-pantai ini. Begitu masuk area Banten, kami disuguhi pemandangan pedesaan dan sawah. Lumayan cuci mata, melihat yang hijau-hijau!
Elf adalah angkutan antar desa yang digunakan masyarakat berpindah dari daerah satu ke daerah lain. Karena Elf ini relatif jarang, maka penumpangnya juga lumayan banyak. Dalam perjalanan saya, ada dua bapak-bapak yang naik ke atap, dan ada beberapa yang bergantungan di pintu. Nggak kebayang bagaimana kalau saya ada di posisi mereka ini.
Pos ojek Sawarna di Jalan Raya Transit Bayah-Cisolok.
Dari pos ojek Sawarna, kami naik ojek Rp 35.000,- menuju Desa Sawarna. (Pas pulang, harga ojeknya Rp 30.000,-. Huh!) Lamanya sekitar 20 menit. Saat masuk ke desa Sawarna, harus bayar karcis masuk Rp 5.000,-. Untuk masuk ke desa Sawarna, kami harus naik jembatan gantung yang lebarnya cuma bisa dilalui satu kendaraan. Jembatan gantung Cikaung namanya. Jadi kalau mau melewati jembatan ini, harus gantian. Antre, antre!
Jembatan Gantung Cikaung.


Penginapan Desa Sawarna

Sebenarnya mencari penginapan di Desa Sawarna bukan hal yang sulit. Hampir semua rumah di situ membuka hostel atau penginapan. Kalau kehabisan, ada warung-warung tepi pantai yang menyediakan kamar. Kalau masih tidak ada kamar, masih bisa buka tenda.
Waktu kami datang ke desa Sawarna, sedang long weekeng Imlek 2014. Jadi memang banyak sekali orang yang datang. Hampir semua kamar penuh. Untung kami masih mendapatkan sebuah kamar kecil di penginapan Java Beach Guest House seharga Rp 200.000,-/malam. Di situ pun hanya tinggal satu kamar! Kata mas-mas yang jaga, kala hari biasa, kebanyakan penginapan juga kosong, tapi di akhir pekan memang ada banyak pengunjung. Lain kali, kalau mau ke sini di sabtu-minggu, sebaiknya browsing di internet dan menelepon dulu untuk pesan kamar.
Salah satu gang di Desa Wisata Sawarna. Rumah-rumah penduduk menyediakan penginapan.
Di Desa Sawarnya tidak ada kamar ber-AC. Pilihannya adalah kamar dengan kipas angin besar atau kamar dengan kipas angin kecil. Tapi tidak perlu khawatir, udaranya masih alami dan kalau malam tidak terlalu panas. Kamar hostel juga bervariasi, dari yang berdinding kayu, dinding anyaman bambu, sampai yang berdinding tembok seperti rumah petak. Kamar yang saya inapi, malah cuma ada dua kasur dan dua bantal dengan spreinya, dan sebuah kipas angin kecil. Tidak ada meja, kursi, apalagi lemari.
Untuk urusan penginapan, suasananya juga lebih mendukung untuk rombongan backpacker daripada wisatawan koper. Banyak kamar yang bisa dipakai buat rombongan, tidak dibatasi hanya untuk dua orang seperti di hotel-hotel pada umumnya. Jadi patokan harga kamar umumnya adalah luasnya kamar, bukan jumlah orang yang menginap. Kalau ramai-ramai, bisa lebih murah jalan-jalan kemari.
Oh ya, harga kamar hostel di sini bervariasi tergantung peak season atau tidak. Tapi kalau dari survey di long weekeng kemarin, harga Rp 350.000,- sudah dapat cottage yang bisa buat rame-rame sekeluarga. Kalau hari biasa, mungkin harganya lebih murah.
Sepanjang ingatan saya, kebanyakan penginapan di Desa Sawarna hanya menyediakan kamar mandi di luar (kamar mandi terpisah dari kamar tidur). Jadi jangan harap bisa melenggang dari tempat tidur ke kamar mandi. Kamar mandi di hostel tempat saya menginap agak terbuka bagian atapnya, dan lubang udara di dinding tidak terlalu tinggi. Jadi bisa mandi sambil menikmati langit dan mengintip-itip sawah atau kebun nan hijau. (Diambil sisi positifnya saja yah, nggak usah parno.)


Makan di Desa Sawarna

Cari makanan di Desa Sawarna bukan hal yang sulit, tapi juga tidak segampang itu. Tapi jangan harap ketemu junk food yah, semuanya makanan lokal. Pilihan paling banyak adalah indomie; baik warung ataupun hostel pasti menyediakan yang satu ini. Kalau siang sampai malam hari, ada ikan bakar di dekat pantai. Tapi saat saya di sana, cuma ada dua rumah makan yang menawarkan menu ini. Ada juga satu warung tegal, tapi bukanya pagi sampai sore. Ada juga beberapa warung nasi kuning dan nasi uduk, tapi bukanya hanya pagi hari. Ada indomaret, tapi posisinya jalan raya Sawarna. Letaknya di luar Desa Wisata Sawarna, alias harus menyeberangi jembatan gantung kalau mau ke sana.
Warung nasi kuning yang hanya buka di pagi hari.
Harga makanan di sini lumayan untuk ukuran tempat wisata. Ikan bawal batu bakar dihargai Rp 30.000,- dan nasi kuning pakai telur dihargai Rp 10.000,-. Aqua botol ukuran sedang harganya Rp 5.000,-. Yang saya tidak tahu, harga indomie semangkuk. Soal bayar-membayar, memang seharusnya sudah dipersiapkan sebelum datang ke sini. Seingat saya, di Desa Sawarna tidak ada ATM. Bisanya tarik tunai BCA di Indomaret. Jadi siapkan uang secukupnya kalau mau main ke sini.


Tempat-Tempat Wisata di Desa Sawarna

Karena pada dasarnya kami cuma punya waktu setengah hari untuk berwisata di Desa Sawarna, maka kami hanya mengunjungi pantai-pantainya saja. Untuk goa-goa dan tempat wisata lain yang lumayan jauh, kami lewatkan dulu di kesempatan ini. Jadi saat kami datang ke sana, yang kami lakukan adalah menyusuri pantai sekitar 2 jam, lalu pulang. Inilah pantai-pantai yang kami kunjungi:

Pantai Pasir Putih

Pantai Pasir Putih yang paling ramai dikunjungi wisatawan.
Pantai Pasir Putih adalah pantai yang langsung berbatasan dengan Desa Wisata Sawarna. Pantai ini ramai dari pagi hingga malam. Pasirnya memang putih, sesuai dengan namanya. Pantai ini tidak ada batu karang atau batu besar lainnya, sehingga memang nyaman untuk jalan-jalan atau nyemplung ke air. Lepas alas kaki juga tidak masalah karena pasirnya halus banget. Tapi bukan berarti tanpa resiko, karena sekitar seminggu sebelum kami datang, ada wisatawan yang berenang terlalu jauh dan terseret ombak. Mayatnya tidak pernah ditemukan.

Pantai Ciantir (Area Surfing)

Pantai Ciatir. Saat itu, sedang jarang ada surfer bermain dengan ombak.
Dari Pantai Pasir Putih, kami berjalan menyusuri pantai ke arah selatan. Sekitar 10 menit berjalan, kami tiba di daerah yang pantainya sedikit berkarang. Ombak di sini lebih besar, dan tempat ini dipakai orang untuk surfing. Soal tempat surfing, kabarnya daerah ini sudah dikenal di kalangan orang asing sebagai tempat surfing yang lumayan okeh.

Pantai (Tanpa Nama) Berbatu-Batu

"Lantai" batu ini memanjang sampai ke arah tengah laut.
Berjalan terus, kami tiba di areal pantai yang berbatu-batu. Batu-batunya unik, karena lebih terlihat seperti batu hasil sedimentasi (batu yang berlapis-lapis seperti kue lapis). Batu-batu ini ukurannya besar, tapi terkubur di bawah pasir. Daerah yang berbatu-batu ini tidak hanya di pinggir laut, namun juga terus ke tengah laut, sehingga dasar laut bukan lagi pasir melainkan batu-batu. Di pantai berbatu-batu ini ada banyak hewan-hewan laut seperti kepiting kecil dan ikan-ikan kecil.

Tanjung Layar

Tanjung Layar.
Ciri khas dari pantai ini adalah dua karang besar yang berbentuk seperti layar kapal. Jaraknya dari pantai lumayan juga, sekitar 5 menit jalan kaki ke tengah laut. Jalannya pelan-pelan soalnya pantai di sini tidak hanya berpasir putih, namun juga berkerikil dan berkerakal. Batu-batu itu mudah bergeser karena arus dan bisa bikin kaki lecet. Batu-batunya kecil-kecil dan tajam. Untuk mencapai batu “layar”, pengunjung harus melewati air laut yang tingginya sepaha. Tapi tenang, di pantai ini tidak ada ombak, karena sekitar beberapa meter ke arah laut dari batu layar tadi, ada karang memanjang yang menyerupai pagar yang memecah ombak sebelum tiba di pantai.
Cara mencapai Tanjung Layar dari Pantai Pasir Putih ada dua, bisa naik ojek atau jalan kaki seperti kami. Kalau jalan kaki, siapkan waktu sekitar 30 menit. Kalau naik ojek, sepertinya 10 menit juga sampai.

Pantai Karang Beureum

Dari Tanjung Layar, kami melanjutkan perjalanan dengan mengikuti garis pantai. Karena daerah pantainya berbatu dan terjal, maka kami mengambil jalan “dalam” dan melewati bukit untuk mencapai pantai selanjutnya. Dari atas bukit ini, terlihat pemandangan pantai dan hutan di areal Sawarna. Nggak rugi menerjang rumput-rumput liar tinggi di sini. Oh ya, di bukit ini, beberapa kali jalan setapak yang kami lalui bercabang, dan kami harus mengira-ngira sendiri kemana kami harus melangkah. Di sini tidak ada penduduk, tidak ada warung, dan tidak ada petunjuk jalan. Jadi kalau nyasar, bisa muter-muter sendiri di atas bukit. Patokan arah kami saat itu hanyalah suara deburan ombak.
Salah satu bagian dari Pantai Karang Bereum dilihat dari atas bukit.
Menuruni bukit, kami tiba di pantai yang berbatu-batu besar. Hampir saja saya menolak untuk lewat batu-batu itu karena nampak licin dan susah dilalui. Ternyata ... tebakan saya itu tidak salah! Harus ekstra hati-hati di sini. Unik juga, pantai di sini berbatu-batu sedimen yang seolah tertata rapi seperti lantai. “Lantai batu” tadi terus menjorok ke laut dan menciptakan semacam tembok penghalang yang memecah ombak sehingga tidak mencapai pantai. Kadang-kadang areal batu itu cukup licin dan berair sehingga kami harus masuk ke daratan dan melewati kebuh kelapa penduduk sebelum kembali ke bibir pantai.
Terus melewati pantai berbatu tadi, kami tiba di pantai dimana “lantai batu” tadi cukup tinggi sehingga membentuk semacam panggung di tengah laut. Ombak menghantam karang “panggung” itu dan menciptakan pemandangan air terjun yang bagus. Ombak di pantai ini sebenarnya tinggi loh, tapi karena “panggung” tadi cukup luas, kalau dilihat dari pantai kesannya ombak tersebut kecil.
"Panggung" batu di Pantai Karang Bereum.
Pantai berbatu-batu inilah yang disebut Pantai Karang Bereum. Untuk yang hobi fotografi, tempat ini menyediakan pemandangan alam yang tidak umum dijumpai di pantai-pantai laut selatan. Dari Tanjung Layar sampai ke Pantai Karang Bereum menghabiskan waktu sekitar 30 menit. Ini baru sampai ke ujung pantai Karang Bereum yang berbatu-batu besar itu loh yah. Untuk sampai ke karang “panggung” harus berjalan sekitar 20 menit lagi.

Pantai Lagon Pari

Pantai Lagon Pari.
Pantai Lagon Pari adalah teluk dengan pasir putih yang halus dan ombak yang  tidak terlalu besar. Menurut penulis, pemandangan di sini lebih bagus dibandingkan dengan pemandangan di Pantai Pasir Putih, namun sayang garis pantainya pendek. Di sini nelayan menaruh perahu-perahu mereka dan mempersiapkan diri untuk melaut. Tidak seperti Pantai Pasir Putih yang sudah lebih komersial, Pantai Lagon Pari masih asli dan hijau. Jumlah warung yang hanya segelintir menyatu dengan pepohonan alami di sekitarnya.
Jarak Pantai Lagon Pari ini, kalau dari Pantai Karang Bereum hanya sekitar 10 menit jalan kaki. Tapi kalau dari Pantai Pasir Putih, kabarnya naik ojek pun sekitar 30 menit. Kalau jalan kaki? Sekitar dua jam!


Desa Sawarna (Pemukiman Penduduk)

Karena sudah jam 11 siang, kami berencana untuk segera pulang sebelum kemalaman tiba di Jakarta. Dari Pantai Lagon Pari, kami kembali ke Desa Wisata Sawarna dengan melewati jalan darat, yang melewati ke Desa Sawarna (yang tempat tinggal penduduk) dan Kantor Desa Sawarna. Jalannya berbukit-bukit dan berbatu-batu. Sekitar 15 menit pertama, tidak ada satu rumahpun di pinggir jalan. Tidak ada lampu jalanan ataupun tanda-tanda kehidupan lainnya. Untuk saat itu siang hari terik. Kalau hujan atau di malam hari, bisa gawat.
Jalan setapak dari Lagon Pari menuju ke jalan utama.
Di tengah Desa Sawarna (yang mencakup perumahan penduduk dan juga area wisata) ada sungai yang disebut sebagai Sungai Sawarna. Penghubung antara tepi satu dengan tepian lainnya umumnya adalah jembatan gantung. Nah ... di Desa Sawarna (yang pemukiman penduduk) ada juga jembatan gantung yang harus dilewati kalau hendak menuju ke jalan utama, yaitu Jalan Sawarna. Jembatan ini lebih panjang dibandingkan jembatan yang ada di Desa Wisata Sawarna. Tapi karena sepi, rasanya lebih aman dan tidak diburu-buru oleh sepeda motor yang sedang antre.
Jembatan gantung di Desa Sawarna.
Senang rasanya saat saya melihat anak-anak SD bergerombol. Artinya SDN 01 Sawarna sudah dekat. Kalau menurut GPS di handphone, itu artinya kami sudah dekat dengan Jalan Sawarna. Sesampainya di jalan utama tersebut, kami berbelok ke arah kiri menuju ke Desa Wisata Sawarna. Tidak perlu masuk kembali ke Desa Wisata, cukup mampir ke Indomaret untuk beli minum. Total perjalanan dari Pantai Lagon Pari ke Indomaret di ujung jembatan gantung Cikaung sekitar 40 menit.
Setelah mengobati rasa haus, kami menuju ke pos ojek di dekat situ. Dari situ, kami naik ojek ke pos ojek di pinggir Jalan Raya Transit Bayah-Cisolok untuk selanjutnya naik mobil elf ke Terminal Pelabuhan Ratu. Kemudian dengan menggunakan jalur yang sama seperti sebelumnya, kami kembali ke Jakarta. Dari Desa Wisata Sawarna sampai ke Jakarta membutuhkan waktu total sekitar 6 jam, sudah termasuk menunggu bus ngetem berangkat dan menunggu kereta.

1 Komentar:

  1. Nice info, Gan!
    Liburan ini, ane ada rencana ke Sawarna, skrg lg cari penginapan.
    Sekalian sharing, ada daftar lengkap penginapan sekitar 30 penginapan/homestay di Sawarna + foto + no HP pemiliknya.
    Hati-hati, banyak orang nawarin penginapan di Blog/website yang trnyata kebanyakan calo.
    Langung aja kontak:
    [[ KLIK DI SINI ]]

    BalasHapus