27 Juli 2015

Petunjuk jalan ke Amagase Hot Springs.

Mencoba Onsen

Ibu-ibu yang menerima saya itu kaget waktu saya bilang saya dari Indonesia, soalnya, katanya dia belum pernah bertemu orang Indonesia. Dan karena saya bilang ini pengalaman pertama saya mencoba onsen, dia lalu menjelaskan beberapa hal yang perlu dilakukan saat mandi di onsen. Banyak website di internet menjelaskan tentang ini. Ini dia beberapa hal yang harus diingat:
  1. Tidak boleh mengenakan baju, termasuk pakaian dalam dan pakaian renang. Yang ini sebenarnya alasannya jelas: baju bisa membawa kotoran, benih rumput, pasir, dan lain-lain yang mengganggu orang lain.
  2. Barang-barang berharga seperti dompet dan handphone harus dijaga sendiri selama berendam. Kalau ada loker, taruh di dalam loker. Kalau di tempat yang saya coba, kebetulan tidak menyediakan loker. (Memang saya sepertinya ditaruh di onsen yang kelasnya paling murah sih ...) Yang saya lakukan, barang-barang itu dimasukkan dalam kantong plastik terus dibawa masuk ke dalam onsen.
  3. Biasanya onsen laki-laki dan perempuan dibedakan. Kalau bingung, cukup lihat kanji yang bersesuaian, laki-laki () atau perempuan ().
  4. Bawa handuk sendiri. (Ini pesan adik saya sebelum berangkat.) Tapi biasanya, handuk bisa disewa.
  5. Sebelum masuk ke dalam kolam, wajib mandi. Pakai sabun (dan kadang-kadang shampo) yah. Yup! Onsen bukan tempat mandi, melainkan tempat berendam umum. Jadi semua pengunjung wajib menjaga kebersihan onsen. Tempat mandi biasanya disediakan di dekat kolam. (Jadi pas mandi, bilas-bilas sabunnya juga di pinggir kolam itu ...) Hanya saja, pastikan air bilasan tubuh tidak masuk ke dalam kolam, karena bisa bikin kolam kotor. Saya tidak bawa sabun, tapi untungnya Hotel Amagase menyediakan sabun. Sabun yang disediakan waktu itu, bentuknya seperti detergen krim, dan ditaruh di dalam ember besar. Waktu dipegang, seperti lulur tapi lebih padat dan berminyak.
    Ini onsen terbuka yang 100 yen. Mau coba?
  6. Orang umumnya tidak berenang di dalam onsen, melainkan diam menetap di satu tempat. Jadi, tidak perlu berenang wara-wiri seperti ikan.
  7. Jaga sopan santun. Jangan foto-foto di dalam onsen. Tentunnya kita juga tidak mau foto telanjang kita beredar di tangan orang lain, hanya gara-gara kita jadi “latar belakang” orang selfie. (Lagi pula, kamera bisa rusak kalau terlalu lama kena uap belerang.)
  8. Setelah selesai berendam di dalam onsen, minum air dan istirahat dulu. Ibu-ibu yang jaga onsen malah memberi saya gratisan teh dan saya disuruh duduk-duduk dulu di lobby.
  9. Onsen standar orang Jepang umumnya airnya panas banget. Itu yang saya baca pas browsing di internet. Orang asing umumnya tidak tahan dengan suhu panas air di onsen. Dan saya, yang memang jarang mandi pakai air panas, sebenarnya lebih tidak tahan lagi berendam di dalam air panas. Untung ibu-ibu yang baik itu mau menurunkan suhu kolam supaya cocok dengan selera saya.
Dan, alasan ibu-ibu itu mau menyetelkan suhu kolam adalah ... saya adalah satu-satunya pengunjung di situ saat itu! Kan pas saya datang ke Amagase, lagi sepi-sepinya. Jadi, onsen umum yang bisa dipakai banyak orang itu, hanya dipakai saya sendiri. Hahaha! Dengan uang 500 yen, saya sudah bisa merasakan onsen privat (yang biasanya harganya sudah sekian ribu yen!). Saya bahkan diberi tahu letak keran air panas dan air dingin di ujung kolam, dan saya boleh menyetel sendiri suhu yang saya mau.
Jalan menuju Amagase Hot Springs di depan stasiun. Sepi.
Karena saya sendirian, jadi saya lebih berani telanjang masuk kolam. Lumayan, buat latihan kalau suatu saat harus ikut ke onsen beramai-ramai. Oh ya, walau di dalam gedung, di ruangan onsen ini ada jendela cukup lebar yang terbuka. Dan, di samping jendela itu memang ada jalan setapak tepi sungai. Jadi, walau tidak ada orang di dalam ruangan onsen, tidak menutup kemungkinan orang lewat jalan kaki sambil menengok ke dalam. (Hua ... ) Fungsi jendela ini adalah mengurangi sumpeknya udara akibat uap air panas yang bercampur belerang. (Di tempat saya berendam ini tidak ada kipas atau exhaust fan, pokoknya tradisional banget!
Nah, kalau ada yang berminat mencoba onsen tapi malu untuk telanjang di depan umum, mungkin bisa coba untuk datang ke onsen yang ada di daerah pedesaan di hari kerja siang hari. Onsen umum tapi pengunjungnya hanya kita, serasa berendam di tempat ekslusif! Tapi kabarnya, kalau onsen yang di kota besar atau tempat wisata internasional (misalnya di Hita, Oita, Beppu, dan lain-lain) di siang hari tetap ada wisatawan domestik yang berendam.

Pulang dan Belanja Oleh-oleh

Waktu pulang dari onsen, saya sempat mampir di salah satu toko penjual oleh-oleh. Kebetulan waktu saya balik, sudah ada penjaganya. Dia menjelaskan dengan bahasa inggris yang terbatas bahwa oleh-oleh khas Amagase adalah kue rasa jeruk khas daerah Oita. Daerah Oita memang terkenal penghasil sejenis jeruk yang disebut sebagai kabosu (かぼす). Jadi, saya membeli satu kotak kue kabosu untuk oleh-oleh. Konon kabarnya, buah kabosu hanya tumbuh di daerah Oita dan dijual mahal di luar pulau Kyushu. Orang Jepang sendiri menganggap buah kabosu adalah buah eksotik.
Tempat menunggu kereta di stasiun. Kecil yah?
Saya pulang dari Amagase sekitar jam 4 sore. Di pertengahan jalan, saya melewati beberapa stasiun dimana anak-anak sekolah naik untuk menuju ke rumah masing-masing. Memang kereta yang saya naiki kereta ekonomi biasa, jadi anak sekolah juga naik. Sampai stasiun Hakata sekitar jam tujuh malam.

Catatan tambahan

Kalau ada yang ingin tahu tentang onsen terbuka yang harganya 100 yen, boleh lihat http://www.pref.oita.jp/site/tourism/amagase-onsen.html

0 Komentar:

Posting Komentar