27 Februari 2016

Sebetulnya, saya mengunjungi tempat ini di tahun 2010. Sudah lama yah ... Tapi, karena mengunjungi tempat ini tidak mudah, dan juga tidak gratis, jadi sepertinya masih bisa untuk diceritakan ke anak cucu.
Keistimewaan dari taman suaka ini adalah, tempat ini bukan tempat wisata. Disebut suaka margasatwa karena tempat ini adalah tempat yang dilindungi oleh Pemerintah karena koleksi faunanya. Artinya, tidak sembarangan orang boleh datang karena dikhawatirkan mengganggu habitat hewan-hewan yang dilindungi tersebut. Biasanya, yang datang ke sini adalah mahasiswa yang ilmunya berkaitan erat dengan lingkungan hidup atau hewan.
Tapi, di suatu pameran tanaman di tahun 2010, saya dan teman-teman mendapatkan selebaran yang mengundang khalayak ramai untuk berkunjung ke Suaka Margasatwa Muara Angke. Tentunya dengan memenuhi persyaratan yang berlaku. Tertarik untuk mencoba, kami lalu berminat untuk mengunjungi suaka margasatwa ini.

Singkat cerita tentang Suaka Margasatwa Muara Angke

Nama lengkapnya adalah Pusat Pendidikan Konservasi dan Lingkungan Suaka Margasatwa Muara Angke. Dari namanya juga sudah jelas, tempat ini memang dimaksudkan untuk tujuan pendidikan dan konservasi, bukan untuk wisata. Menurut Wikipedia, Suaka Margasatwa Muara Angke adalah suaka margasatwa terkecil di Indonesia. Akan tetapi, untuk pelestarian burung, tempat ini merupakan salah satu tempat paling penting menurut BirdLife International, sebuah organisasi pelestarian burung. Menurut data, di tahun 1960-an, daerah hutan lindung ini melingkupi sebagian dari perumahan Pantai Indah Kapuk sekarang. Di tahun 2000-an ini, luasnya tinggal 25,02 ha saja. Menurut kabar dari internet (http://umarukma.blogspot.co.id/2014/11/ngubek-jakarta-part-i-suaka-marga-satwa.html), Suaka Margasatwa Muara Angke sudah ditutup untuk umum dari bulan Januari 2014. Tapi, sepertinya untuk kegiatan konservasi masih tetap bisa dilakukan.

Cara mengunjungi Suaka Margasatwa Muara Angke

Tidak seperti Taman Wisata Alam Angke Kapuk yang terbuka untuk umum, Suaka Margasatwa Muara Angke selalu tertutup dan gerbangnya digembok. Sebetulnya, kalau minat, orang bisa saja langsung datang dan minta masuk ke dalam. Kalau beruntung dan pas ketemu dengan penjaganya, bisa diijinkan masuk (tentunya dengan tips khusus ke Bapak penjaganya). Oh ya, untuk yang ingin langsung datang tanpa mengurus ijin, siap-siap kecewa tidak dibukakan gerbangnya kalau sedang ada sidak dari kantor pemerintahan lain, sedang ada rombongan khusus yang berkunjung, atau bapak penjaganya sedang tidur siang dan tidak tahu ada orang di depan gerbang pagar. Soalnya, pada dasarnya orang hanya bisa datang ke suaka margasatwa ini dengan ijin dari Kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam.
Karena kami rencananya mau datang berombongan (lebih dari 10 orang) dan berminat untuk tahu alur perijinannya, jadi kami mengikuti prosedur yang berlaku. Nah, ini tata caranya:
1. Mengajukan surat permohonan
Surat permohonan diajukan ke Kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta di Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat. Letaknya di seberangnya Universitas Indonesia Kampus Salemba. Surat permohonan harus mencantumkan asal institusi, tanggal kunjungan yang diinginkan, tujuan kedatangan, dan jumlah orang yang akan datang.
Alkisah, kami yang rencananya mau datang ke suaka margasatwa ini semuanya sudah kerja di tempat yang berbeda-beda dan kuliahnya di tempat yang berbeda-beda juga. Waktu saya bilang ke ibu-ibu di bagian perijinan kalau kami sudah kerja dan inginnya hanya berkunjung saja, dia tidak percaya. Saya diminta menuliskan universitas tempat kuliah saya di dalam surat permohonan. Jadinya, saya menuliskan bahwa saya (sebagai perwakilan rombongan) pernah kuliah di Universitas Indonesia, Program S2 Psikologi. (Nggak nyambung kan, masak kuliah psikologi tapi mau mempelajari suaka margasatwa pusat konservasi burung? Sampai sekarang belum ada jurusan psikologi burung. Tapi ya sudah, lah.)
2. Membayar uang administrasi (tidak resmi) dan membayar biaya pembimbing kunjungan (resmi).
Seingat saya uang administrasi tidak resminya Rp 75.000,- ditahun 2010. Tidak tahu sekarang harganya sudah naik atau mungkin sudah tidak ada lagi. Biaya pembimbing kunjungan dipaksakan juga, meskipun jelas-jelas saya bilang, ini hanya kunjungan wisata masyarakat awam. Kita disuruh bayar Rp 600.000,- kalau saya tidak salah ingat. Berhubung semuanya sudah kerja dan jumlah rombongannya sekitar 10 orang, ya sudahlah. Kami rela bayar sekitar Rp 60.000,- untuk pembimbing yang nggak tahu juga tujuannya apa. Oh ya, si ibu-ibu itu juga ngotot bilang bahwa kami harus menyerahkan laporan kunjungan setelah selesai berkunjung. Hadeuh ...
3. Mengambil surat ijin kunjungan dari BKSDA.
Sekitar seminggu setelah seluruh kelengkapan dokumen dan persyaratan administrasi beres, kami bisa mengambil surat ijin kunjungan dari BKSDA. Waktu suratnya sudah siap, saya ditelepon pihak BKSDA untuk mengambil surat itu di kantor. Mungkin itu fungsinya mau bayar lumayan mahal, supaya petugasnya mau menelepon kita. Kalau kami mahasiswa miskin yang memang butuh ke sana untuk kepentingan kuliah, mungkin kami yang harus menelepon tiap hari untuk tahu suratnya sudah jadi atau belum.
4. Di hari H, langsung datang ke tempat. Jangan lupa membawa surat ijin kunjungan untuk diserahkan ke petugasnya.

Pengalaman mengunjungi Suaka Margasatwa Muara Angke

Di depan gerbang, kami sempat bengong, soalnya sepi banget. Gerbangnya terkunci dan tidak ada orang sama sekali. Untungnya, baru sebentar bengong, seorang penjaga hutan sudah muncul dari dalam dan membukakan gerbang. Karena kami memang sudah mengurus ijinnya, jadi si bapak-bapak itu sudah menunggui kami.
Bapak penjaga langsung membawa kami untuk menemui pembimbing kunjungan yang sudah kita bayar enam ratus ribu rupiah itu. Ternyata, si Bapak itu adalah dosen di IPB. Kagetlah kami; kenapa perlu ada dosen IPB membimbing kami untuk jalan-jalan di sini? Si dosen, lebih kaget lagi waktu tahu kami ternyata cuma pegawai kantoran yang iseng ingin berkunjung ke suaka margasatwa ini. Dia langsung bilang, “Lah, katanya yang datang rombongan S2 dari UI ...” Yah, kan S2 Psikologi kalee ... Hadeuh, iseng banget ibu-ibu pegawai BKSDA di bagian perijinan itu. Inilah yang namanya: bikin proyek salah sasaran, yang penting duit masuk dulu.
Jadinya, selama jalan-jalan di sana, si Bapak Dosen lebih banyak menjelaskan tentang nama-nama tanaman dan hewan yang kami temui di sana. (Saya sudah tidak ingat lagi apa saja tanaman dan hewan yang kami temui. Maklum, sudah lama sekali.) Dia terus malah cerita tentang proyek yang sedang dia kelola, yaitu proyek pemberdayaan tanah wakaf dan lahan kosong di daerah urban di Jakarta dan sekitarnya. Dia bilang, lahan kosong di dekat masjid, dekat kuburan, tanah wakaf kampung, dimanfaatkan untuk ditanami palawija atau berbagai tanaman rempah-rempah. Hasilnya bisa langsung dijual atau diolah oleh penduduk kampung sekitar. Ide yang bagus juga.
Pengalaman jalan-jalan di suaka margasatwa ini seru banget. Pertama, karena kami ramai-ramai. Kedua, karena kami menemukan banyak tempat foto-foto yang menarik. Di ujung jalan setapak, ada segerombolan kera ekor panjang yang sedang bersantai di bawah sinar matahari. Menurut Bapak Dosen, kera-kera ini cekatan dan bisa mengambil barang orang, jadi kami harus hati-hati.
Kera ekor panjang adalah penghuni asli suaka margasatwa ini. Makanan favorit kera-kera ini adalah buah bakau. Sama seperti kami penasaran melihat mereka, mereka juga penasaran melihat kami. Jadi, manusia dan kera, saling lihat-lihatan. Hahaha!

Catatan tambahan tentang Suaka Margasatwa Muara Angke:

  1. Suaka Margasatwa Muara Angke bukan tempat wisata. Di sini tidak ada bentuk hiburan apapun, tidak ada penjual makanan sama sekali, dan tidak ada tempat duduk-duduk (kecuali kalau mau duduk di jalan kayu atau lantai rumah kayu di jembatan).
  2. Kunjungan umumnya dilakukan di atas jalan kayu yang membelah area suaka margasatwa. Sebagai pegawai kantoran yang tujuannya wisata belaka, kami memang hanya berjalan di atas jalan kayu. Tapi, beberapa mahasiswa IPB yang sedang riset di sana, berjalan-jalan di antara pohon-pohon dan menyibak tanah berlumpur dengan tangan. Mungkin tergantung tujuan kedatangan, yah.
  3. Sepanjang perjalanan di jalan kayu, pasti akan ditemani oleh petugas. Kalau bukan Bapak-bapak penjaga hutan, maka kita akan ditemani oleh mahasiswa magang yang sedang bertugas di situ.
  4. Tidak ada tempat sampah. Jadi, sebisa mungkin tidak banyak melakukan aktivitas yang menimbulkan banyak sampah (mis. makan permen, makan wafer, dan lain-lain).
  5. Tidak ada tempat berteduh, kecuali rumah kayu di salah satu jembatan. Jadi, sebaiknya sedia payung untuk melindungi diri dari panas dan hujan.
  6. Banyak hewan liar. Kalau di Taman Wisata Alam Angke Kapuk, sudah bisa dipastikan tidak ada kera liar, ular sangat jarang ditemui, dan hampir-hampir tidak ada buaya. Nah, kalau di Suaka Margasatwa, di sini ada banyak kera liar, ada banyak ular, dan pernah terlihat buaya muara.
  7. Sangat alami. Maksudnya, suaka margasatwa ini tidak terlalu dirawat, melainkan dibiarkan begitu saja. Daun yang berguguran, buah jatuh, sampah, bahkan kayu jembatan yang rusak, tidak dibersihkan apalagi direnovasi. Jadi, jangan kecewa kalau ada kesan kumuh di beberapa tempat. (Ini pengamatan tahun 2010 yah. Mungkin ada yang bisa memberikan laporan pandangan mata di tahun ini?)

Cara menuju Suaka Margasatwa Muara Angke:

  • Kalau mau naik mobil pribadi, silakan mencatat alamat suaka margasatwa ini: Jl. Pantai Indah Utara II, Pantai Indah Kapuk. Letaknya tepat di seberang Ruko Niaga Mediterania. Dari gerbang masuk perumahan Pantai Indah Kapuk (dekatnya Pizza Hut Muara Karang), ikuti jalan sampai ketemu bunderan, lalu belok ke kanan ke arah Waterbom. Nah, di sebelah kanan jalan, Anda akan melihat pagar tinggi yang dibaliknya pepohonan lebat. Itulah Suaka Margasatwa Muara Angke. Mobil bisa diparkir di kompleks ruko Niaga Mediterania di depan gerbang masuk suaka margasatwa.
  • Naik transjakarta jurusan Monas PIK. Jangan lupa dari awal bilang ke petugasnya untuk turun di Suaka Margasatwa Muara Angke dan bukandi Yayasan Budha Tzu Chi. Seingat saya, persis di depan gerbangnya, ada petunjuk tempat pemberhentian bus Transjakarta. Tapi biasanya sih, sopir bus Transjakarta di sini ngebut, karena tidak ada penumpang yang mau turun di sini.
  • Naik angkot U11 ke arah Pantai Indah Kapuk. (Bisa ambil angkot ini dari Pizza Hut Muara Karang.) Bilang mau turun di Cagar Alam atau di Mediterania.

10 Komentar:

  1. detil infonya. terimakasih sudah berbagi. rombongan kami pernah juga datang ke SMMA. jalan naek perahu sampai ke muara, dan mengunjungi kanal mati dan program pengolahan sampah masyarakat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, kalau kami sih tidak sampai naik perahu. Maklum, cuma pegawai kantoran yang ingin coba-coba mengunjungi tempat baru. Sebetulnya sekarang jadi penasaran, apakah SMMA sudah lebih terawat atau malah ... ?

      Hapus
  2. kondisinya skrng msh terawat gak ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, itu yang saya kurang tahu. Soalnya, dua kali saya ke Taman Wisata Alam Angke Kapuk naik Transjakarta, setiap kali melewati SMMA selalu hanya melihat gerbang yang tertutup dan sepi.

      Hapus
  3. Mksh ya ingonya.sy fkr itu tempat wisata umum.udah pd aja gue.hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha! Sayangnya bukan untuk umum. Gerbangnya saja tertutup rapat, kesannya betul-betul mau ngusir orang dari situ.

      Hapus
  4. Lha emang boleh berkunjung mbak?, saya pernah ke sini tapi katanya dilindung dan tidak diperuntukan bagi wisata melainkan penelitian. Ini PIK atau yang di dekat sekolah Budha itu/Yayasan Budha Tzu Chi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang ini memang tidak terbuka untuk umum. Makanya saya waktu itu mengajukan surat resmi ke BKSDA. Kalau yang bisa untuk umum, yang di dekat Tzu Chi.

      Hapus
  5. mbak kagum euu nekat bangat ne hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha... kapan lagi tuh. Herannya, kok ya ijinnya bisa keluar. Tapi nggak apa. Paling tidak ada pengalaman yang bisa diceritakan turun-temurun.

      Hapus