13 September 2016


Industri wisata di sekitar Furano merupakan salah satu sumber mata pencaharian yang digarap serius oleh pemerintah Jepang. Hal ini bisa dilihat dari pengaturan transportasi untuk turis yang berminat untuk mengunjungi tempat-tempat wisata di situ. Khusus untuk musim panas, dimana kebun lavender sedap dipandang mata dan buah-buahan siap panen, beberapa moda transportasi khusus macam kereta dan bus disiapkan untuk memanjakan wisatawan.
Pemandangan kebun lavender di Tomita Farm yang terkenal itu.
Ada kereta api khusus musim panas, seperti Furano Lavender Express dan Norokko Train. Dua-duanya mengantar wisatawan untuk mengunjungi kebun lavender terkenal Farm Tomita. Ada juga bus wisata khusus untuk menyambut mekarnya bunya lavender di daerah Furano seperti Kururu Bus. Ada juga bus khusus musim panas seperti Twinkle Bus yang mengantar wisatawan ke spot-spot terkenal di daerah Biei. Belum lagi, ada tiket harian khusus musim panas yang mempermudah orang untuk naik bus lokal dan kereta lokal ke tempat-tempat wisata.
Sebagai turis, tentunya saya juga mengandalkan transportasi musim panas itu. Di hari ketiga perjalanan saya, saya memutuskan untuk keliling daerah Furano dengan menggunakan Kururu Bus. Kururu Bus adalah Hop-and-Go Bus, jadi kita bisa naik turun sesuka hati dengan hanya sekali bayar di muka. Di tahun 2016 ini, Kururu Bus hanya beroperasi antara tanggal 2 Juli sampai dengan 21 Agustus. Jadi, bus hanya beroperasi selama bunga lavender mekar. Setiap tahunnya, jadwal operasi bus ini mengikuti jadwal mekarnya bunya lavender. Jadi, untuk yang tahun depan mau jalan-jalan ke kebun lavender di Furano, wajib browsing-browsing dulu sekitar dua-tiga bulan sebelumnya untuk tahu jadwal bus ini.
Kururu Bus yang saya naiki.
Kururu Bus memiliki jadwal yang jelas; dan kedatangannya di setiap tempat tepat waktu sampai ke hitungan menit (sudah saya buktikan). Jadi, dengan mengikuti jadwal bus ini, kita bisa atur ke mana saja kita akan berkunjung, dan berapa lama kita di sana. Oh ya, harga tiket one day pass adalah 1200 yen. Alasan saya memilih Kururu Bus (dan bukan bus tour lain) adalah, untuk naik bus ini tidak perlu reservasi. Kalau pas penumpangnya banyak dan tempat duduknya sudah habis, ya tinggal berdiri saja. Seperti naik kendaraan umum biasa.
Berdasarkan jadwal bus yang saya peroleh, dan hasil ide-ide dadakan di tengah jalan, maka alur perjalanan saya menjadi sebagai berikut:
08:30 Naik Goryo Kyu Sen Bus dari dekat penginapan ke JR Furano Station
08:50 Sampai di Furano Station, cari makan pagi
10:05 Naik Kururu Bus
10:25 Turun di Farm Tomita, jalan-jalan dan makan siang
13:25 Naik Kururu Bus
13:42 Turun di Campana Della Vigna Rokkatei + lanjut jalan kaki ke Furano Winery (cuma 10 menit)
15:54 Naik Kururu Bus
16:04 Turun di JR Furano Station
16:10 Ambil Goryo Kyu Sen terakhir + turun di tengah jalan dan lanjut jalan kaki ke Furano Cheese Factory (sekitar 15 menit)
17:00 Pulang ke penginapan jalan kaki (sekitar 40 menit)
Nah, ini kisah perjalanan saya keliling Furano dengan Kururu Bus. Oh ya, saya beberapa kali bertemu turis Cina dan turis Indonesia yang mengunjungi semua tempat-tempat ini dengan sepeda. Tapi, kalau Anda bukan orang yang biasa gowes naik turun gunung, sebaiknya pikir ulang pilihan ini. Daerah Furano berbukit-bukit dan kadang-kadang tanjakannya bisa bikin kaki langsung kaku nggak mau ngayuh lagi. XDD

Farm Tomita

Inilah tujuan wisata utama orang-orang yang datang ke Furano. Farm Tomita sendiri adalah kebun lavender milik keluarga Tomita. Alkisah, di tahun 70-an, sejalan dengan perkembangan tehnologi, industri parfum bisa menggunakan bahan imitasi untuk membuat bau lavender – jadi tidak perlu sari bunga lavender asli. Ladang lavender, termasuk Farm Tomita, mengalami kemunduran karena harga bunga lavender menjadi semakin murah. Akan tetapi, berkat kecerdasan pemilik kebun ini, ladang lavender diubah fungsinya sehingga juga menjadi tempat wisata. Dan, dia juga memutuskan untuk membuat sendiri ekstrak parfum lavender yang menjadi salah satu produk khas Furano. Selain lavender, Farm Tomita juga terkenal dengan melon yang rasanya manis banget.
Tomita Melon House.
Kebetulan Kururu Bus turun di dekat tempat Tomita Melon House, yaitu penjualan melon dan makanan berbahan dasar melon khas Furano. Tentu saja, saya tidak melewatkan kesempatan ini untuk mencoba Sofuto (soft cream/es krim lembut) rasa melon, yang dihiasi dengan potongan-potongan melon manis. Rasanya enak banget! Memang melon Furano rasanya khas banget, beda dengan melon yang pernah saya makan di tempat lain. Melon mahal (satu buah harganya bisa lebih dari 5000 yen!) yang memang enak banget ini termasuk produk kebanggaan Farm Tomita.
Dari Tomita Melon House, saya berjalan kaki (sekitar 5 menit) menuju ke ladang lavender kebanggaan Furano. Saat saya datang, bunga lavender baru mulai mekar, jadi masih terlihat kurus-kurus. Biasanya foto-foto ladang lavender yang ada di kalender-kalender itu diambil di bulan Juli akhir atau awal Agustus. (Saya datang ke sini di awal Juli.) Tapi, pemandangan hamparan bunga lavender yang mulai mekar ini tetap membuat hati senang.
Lavender.
Selain ladang lavender, Farm Tomita juga punya ladang bunga-bunga lain yang juga bermekaran di musim panas. Di dekat ladang itu, ada toko tempat menjual oleh-oleh dan museum kecil yang menyajikan sejarah Farm Tomita. Ada juga cafe dan rumah makan. Mengingat jadwal saya cukup padat dan banyak jalan kaki, saya sudah pasti makan siang di sini.
Dari Farm Tomita, saya melanjutkan perjalanan ke Campana Della Vigna Rokkatei.

Campana Della Vigna Rokkatei

Sesuai dengan namanya, ini adalah kebun anggur. Di tengah kebun anggur ini, ada toko yang menjual produk-produk hasil kebun, terutama macam-macam olahan anggur. Yang paling banyak dijual di sini adalah kue-kue. Buat yang mau bersantai, di teras toko terdapat kursi-kursi yang berjajar, dimana turis bisa duduk-duduk sambil minum atau nyemil sambil menikmati indahnya pemandangan kebun anggur. Sudah pasti saya tidak melewatkan kesempatan ini. Dengan segelas sofuto rasa buah anggur di tangan, saya duduk santai sambil menikmati pemandangan Furano.
Pemandangan kebun anggur dengan pegunungan di belakangnya.
Mayoritas orang yang duduk-duduk sambil menikmati pemandangan adalah turis domestik. Kalau turis asing, termasuk turis Indonesia, biasanya hanya muter-muter sambil memilih barang-barang yang akan dibeli. Kebetulan, waktu saya di situ, ada yang main paralayang. Jadinya ada hiburan lain selain pemandangan tanaman-tanaman anggur yang merambat itu.
Setelah setengah jam leyeh-leyeh di kebun anggur, saya melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Tujuan saya: Furano Winery.

Furano Winery

Namanya sudah menunjukkan fungsinya: ini adalah pabrik penyulingan minuman anggur (wine). Kabarnya wine khas Furano juga terkenal. Bagian depan pabrik ini didesain khusus untuk turis. Jadi, turis yang masuk akan diarahkan menuju ke tempat penyimpanan sampel anggur dari jaman ke jaman, lalu dibawa untuk melihat mesin suling modern, melewati ruang duduk dimana turis bisa menikmati pemandangan pegunungan dari kejauhan, dan juga di akhir perjalanan bisa mencicipi anggur produksi pabrik tersebut. Bagian belakang pabrik adalah bagian produksi yang sesungguhnya, tapi wisatawan tidak dapat masuk ke sana.
Pabrik penyulingan anggur. Bisa mencicipi gratis, lho!
Bagian khusus turisnya tidak terlalu besar, jadi bisa dilewati dalam waktu hanya 15 menit. Bagi saya yang masih harus menunggu Kururu Bus sekitar satu jam, tentunya saya jadi sedikit merasa bosan. Jadinya, saya duduk-duduk cukup lama di ruang duduk sambil memperhatikan jalan dan orang-orang yang lewat. Kayaknya yah, setiap 15 menit saya mendengar suara-suara dalam bahasa Indonesia. Rupanya banyak juga turis dari Indonesia yang jalan-jalan ke daerah Furano.
Untung saya bawa pocket wi-fi, jadi saya bisa membunuh waktu dengan browsing-browsing untuk mencari tempat-tempat wisata yang bisa dikunjungi keesokan hari. Bosan duduk-duduk, saya lalu jalan-jalan sampai ke taman bunga kecil di dekat pabrik. Musim panas adalah musim dimana bunga-bunga di Hokkaido bermekaran. Di setiap sudut kota dan setiap tempat wisata selalu terdapat taman bunga yang cantik.
Tepat jam 15:54, Kururu Bus datang dan saya melanjutkan perjalanan ke Furano Station.

Furano Cheese Factory

Saya tahu bahwa bus Goryo Kyu Sen tidak melewati Furano Cheese Factory. Tapi ketika saya berangkat, saya sempat melihat papan petunjuk jalan ke arah Furano Cheese Factory di sebuah pertigaan. Dan petunjuk itu ada sebelum bangunan Furano Theater Factory. Nah, Furano Theater Factory ini punya halte bus. Jadi saya pikir, saya akan turun di halte bus Furano Theater Factory atau di halte bus setelah pertigaan itu, dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Furano Cheese Factory dengan jalan kaki.
Harusnya sih, langsung naik bus saja yah. Kan sudah bisa kira-kira tuh, mau turun di mana. Tapi, dasar turis yang kurang pede, saya bertanya ke sopir bus. Bus ini lewat Furano Cheese Factory nggak? Nah, si sopir bus tidak paham omongan saya karena bahasa Inggrisnya terbatas. Dengan cepat saya buka google translate: Cheese Factory kalau dalam bahasa Jepang akan dibaca Chizu Koujou. Lalu saya tanya: Chizu Koujou? Sopir bus cuma menggeleng. Saya pikir dalam hati, kalau ternyata tadi pagi saya salah lihat, ya sudah lah. Langsung pulang lalu makan malam di penginapan juga boleh.
Jalan yang dilewati bus Goryo Kyu Sen.
Pas bus berhenti di halte bus Furano Theater Factory, saya sempat ragu – turun nggak ya? Kalau ternyata salah, jalan kaki ke penginapan lumayan jauh tuh. Jadinya, saya memutuskan untuk turun di halte bus setelah pertigaan saja. Eh, pas di pertigaan, saya kembali melihat papan petunjuk arah dengan tulisan Furano Cheese Factory plus tulisan kanjinya. Dalam hati saya, “Okeh, di pemberhentian berikutnya saya akan turun.” Eh, si sopir bus tiba-tiba memperlambat bus lalu bertanya, “Chizu?” Untung saya duduk di depan, jadi saya bisa langsung menyahut, “Hai, chizu desu!” Dan ... bapak sopir yang baik hati itu menurunkan saya di pertigaan – padahal itu bukan tempat pemberhentian bus. Lumayan, saya jadinya tinggal jalan sekitar 10 menit menuju ke tujuan saya. Usut punya usut, ternyata tulisan kanjinya Furano Cheese Factory adalah 富良野チーズ工房 (Furano Chizu Koubou) yang kalau diterjemahkan sebenarnya adalah Furano Cheese Workshop. Pantesan waktu saya tanya Chizu Koujou, si sopir menggeleng – soalnya namanya bukan itu.
Saya tiba di Furano Cheese Workshop jam 16:30. Tepat 30 menit sebelum tutup. Jadi, tanpa menunggu terlalu lama, saya langsung masuk dan tancap gas muter-muter isi gedung. Sesuai nama Jepangnya, tempat ini bukan pabrik, melainkan tempat pengenalan produksi keju. Cocoklah kalau disebut workshop. Di sini ada papan-papan penjelasan tentang keju, toko hasil olahan keju, dan juga ada kelas membuat keju untuk anak-anak. Tempat ini lebih cocok untuk study tour anak sekolah yang mau mempelajari proses pembuatan keju.
Furano Cheese Factory ...eh, Workshop.
Selain tempat pameran produksi keju, di sini juga ada rumah makan pizza (sayangnya tutup jam 16:00) dan toko es krim yang menjual sofuto rasa keju. Karena saya belum makan malam, saya takut makan es krim malahan membuat saya masuk angin, jadi saya tidak mencoba sofuto rasa keju di situ.
Dari Furano Cheese Workshop, saya jalan kaki ke tempat menginap saya. Goryo Guesthouse. Menurut GoogleMaps, jaraknya sekitar 40 menit jalan kaki. Saya sempat tidak percaya, karena sepertinya tadi pagi jaraknya lumayan dekat. Tapi memang GoogleMaps tidak meleset; setelah 40 menit jalan kaki, barulah saya sampai penginapan. Dan ... kafe Goryo Guesthouse selalu tutup di hari Selasa, saudara-saudara! Hari itu saya tidak bisa memesan makanan ataupun minuman apapun. Jadi malam itu saya makan malam wafer cokelat yang saya bawa dari Indonesia.
(Bersambung.)

0 Komentar:

Posting Komentar