14 Juni 2017

Bulan lalu, salah seorang sahabat saya melangsungkan upacara pernikahannya di Bandung. Sudah pasti saya datang. Supaya tidak kesiangan, saya sengaja berangkat pakai kereta pagi. Berangkat jam 5:00 pagi dari Gambir, sampai Bandung jam 8:40. Padahal, acara kawinan dari jam 11:00 sampai jam 13:00. Nah, sebagai orang yang cuma datang seorangan saja ke Bandung, sambil bawa baju plus peralatan dandan untuk kondangan, tentunya saya tidak bisa jalan-jalan sesuka hati.
Jl. Asia Afrika. Museum Konperensi Asia-Afrika ada di sebelah kiri.
Untunglah acara kawinan diselenggarakan di Hotel Savoy Homann, yang merupakan hotel bersejarah yang dibangun di tahun 1939. Hotel peninggalan Belanda yang konon pernah menjadi tempat menginap aktor Charlie Chaplin ini terletak di Jl. Asia Afrika, di dekat Museum Konperensi Asia-Afrika. Mengingat saya tidak bisa banyak wara-wiri sambil menunggu acara kawinan dimulai, saya memilih untuk ongkang-ongkang kaki di dalam Museum tersebut.
Museum Konperensi Asia-Afrika adalah museum yang menyimpan foto-foto dan memorabilia kegiatan Koperensi Asia-Afrika yang diadakan pada tanggal 18-24 April 1955. Konperensi ini adalah pertemuan antara negara-negara Asia dan Afrika, yang kebanyakan baru saja merdeka, dimana pertemuan ini bertujuan untuk mempromosikan kerjasama ekonomi antara negara-negara Asia dan Afrika, serta melawan kolonialisme. Konperensi ini diprakarsai oleh beberapa negara – salah satunya adalah Indonesia. Oleh sebab itu sudah sepantasnya kita yang warga Indonesia ini mengenal sejarah pertemuan tersebut.
Berhubung blog ini adalah blog jalan-jalan, saya tidak akan bercerita panjang lebar tentang sejarah Konperensi Asia-Afrika. Tentunya saya akan lebih banyak bercerita tentang museumnya. Nah, apa yang bisa diceritakan tentang museumnya?
Gedung Merdeka, Bandung.
Museum Konperensi Asia-Afrika terletak di dalam Gedung Merdeka. Alamatnya di Jl. Asia Afrika, Bandung, Jawa Barat. Gedung Merdeka adalah gedung tempat diselenggarakannya Konperensi Asia-Afrika di tahun 1955. Bangunan bersejarah ini sebenarnya sudah berdiri sejak tahun 1895, namun direnovasi sehingga menjadi bentuk seperti saat ini di tahun 1926.
Pertama kali masuk, kita akan bertemu dengan bola dunia yang menunjukkan negara-negara peserta konperensi. Kemudian, kita akan melihat diorama panggung konperensi, dimana Bung Karno ditunjukkan sedang berpidato. Setelah itu, kita akan mulai melihat foto-foto kegiatan konperensi. Selain foto-foto kegiatan, ada juga poster yang menjelaskan sejarah diselenggarakannya konperensi, copy koran-koran yang meliput acara ini, dan juga memorabilia – kenang-kenangan dari kepanitiaan, misalnya ucapan terima kasih kepada salah seorang panitia.
Gedung Konperensi Asia-Afrika tidak hanya menjadi tempat museum saja, namun juga menyediakan perpustakaan dan ruang audiovisual. Gedung ini memiliki tempat konferensi, ini dulunya asli dipakai untuk Konperensi Asia-Afrika, yang bisa disewakan untuk kegiatan komersial seperti launching produk atau penggalangan dana. Konon kabarnya, dulu tempat ini bisa disewa untuk acara-acara pernikahan. Sekarang, pihak pengelola gedung sudah tidak menyewakan tempat untuk acara pernikahan. Akan tetapi, untuk yang ingin foto pre-wedding di area gedung ini, masih bisa mengajukan ijin kepada pengelola.
Hal-hal unik lain di Museum Konperensi Asia-Afrika ini adalah, ada pojok Esperanto dan juga pojok Braille. Untuk yang belum tahun, Esperato adalah bahasa buatan yang dipakai secara aktif oleh sekitar lebih dari 5.000 orang. Sedangkan Braille adalah tulisan yang diciptakan untuk dapat dimengerti oleh saudara kita yang tuna netra.
Monumen Solidaritas Asia Afrika.
Oh ya, di museum ini, kita tidak boleh lari-lari, tidak boleh berisik ... dan tidak boleh foto-foto. Ada pengumumannya di depan. Apa alasannya? Mungkin karena foto-foto harus bayar ... nggak tahu juga ya. Yang jelas, masuk ke dalam museumnya sih, gratis. Tinggal lenggang kangkung, bisa masuk deh.
Sekitar dua jam kurang, saya mondar-mandir dan duduk-duduk di dalam kompleks museum ini. Lumayan bisa duduk sambil baca majalah. (Iya, saya bawa majalah untuk mengisi waktu di kereta.) Setelah acara kawinan teman saya kira-kira mulai, saya pun mulai bergerak ke Hotel Savoy Homann untuk ganti baju dan menemui sahabat saya yang berbahagia bersama jodohnya.
Oh ya, untuk yang datang ke Museum Konperensi Asia-Afrika, jangan khawatir bosan. Kalau tidak suka museum, jalan-jalan di sekitaran sini bisa membuat mata senang. Untuk yang suka gedung-gedung kuno, kita bisa melihat-lihat gedung-gedung kuno peninggalan Belanda di sepanjang Jl. Asia Afrika. Daerah ini dari dulu adalah pusat kegiatan masyarakat, sehingga tidak heran gedung-gedung megah bertebaran di sini. Bahkan, titik 0 km kota Bandung juga terletak di Jl. Asia Afrika ini.
Pojokan Jl. Braga.
Untuk yang ingin wisata kuliner, boleh jalan-jalan di Jl. Braga. Museum Konperensi Asia-Afrika terletak di pertigaan antara Jl. Asia Afrika dan Jl. Braga, jadi tidak jauh untuk berjalan kemari. Jl. Braga dari dulu memang merupakan pusat kebudayaan dan hiburan, jadi tidak heran di sini ada banyak tempat-tempat yang menarik. Untuk yang suka kuliner, di sini bisa mencari toko kue yang tetap menjaga cita rasa kuno ...eh, cita rasa kue khas Belanda. Di jaman Belanda, Jl. Braga adalah tempat wisata malam termahsyur, sehingga Bandung kemudian disebut juga sebagai Paris van Java. Nah, di jaman sekarang, di sini ada banyak kafe yang mengundang kita untuk nongkrong.
Oh ya, di dekat Museum Konperensi Asia-Afrika ini, ada juga Monumen Solidaritas Asia Afrika yang baru didirikan di tahun 2015. Sedikit berjalan dari museum, monumen ini letaknya lebih dekat dengan Alun-Alun Bandung dan Masjid Agung. Nggak usah pusing kalau mau ke sekitaran sini karena halte Alun-Alun dilewati oleh koridor Trans Metro Bandung dan beberapa bus serta angkot. Gampang, kan?

0 Komentar:

Posting Komentar