23 Desember 2017

Eguisheim adalah sebuah desa yang jaraknya hanya setengah jam naik bus dari Colmar. Waktu kami browsing tentang daerah Alsace dan sekitarnya, kami menemukan nama Eguisheim disebutkan sebagai desa tercantik/disukai di Perancis (Village Préféré des Français) di tahun 2013. Selain memiliki penataan rumah yang indah dan rapi, desa ini juga dikenal sebagai tempat produksi anggur (wine) yang enak di daerah Alsace, Perancis. Tak heran, desa ini menarik minat banyak turis, baik lokal maupun internasional.
Salah satu jalan di Eguisheim.
Desa ini sudah ditinggali oleh manusia sejak sebelum masehi. Bangsa Romawi Kuno mencatat bahwa mereka menaklukkan bangsa Galia di tanah ini dan kemudian di sekitar abad ke-4 membangun perkebunan anggur. Di sekitar tahun 720, Count Eberhard, Duke of Alsace, membangun sebuah kastil di sini. Kastil tersebut disinyalir merupakan tempat kelahiran Paus Leo IX, yang memimpin Gereja Katholik di tahun 1049 sampai tahun 1054. Sampai saat ini, kastilnya masih berdiri di tengah desa Eguisheim. Di sebelah kastil ada sebuah kapel untuk menghormati Paus Leo IX.
Keunikan desa Eguisheim adalah penataan rumahnya yang membentuk lingkaran. Kalau dilihat dari atas, desa ini bentuknya melingkar, dimana rumah-rumah yang berderet menjadi semacam tembok pelindung pusat desa. Bentuk yang melingkar unik, dihiasi jalan dengan bebatuan (cobblestone), dan dipenuhi oleh rumah-rumah half-timbered khas Alcase, membuat desa ini selalu masuk dalam daftar desa tercantik di Perancis dari tahun ke tahun.
Kalau diperhatikan, akan terlihat jalannya membentuk lingkaran.
Bekas gerbang masuk Desa Eguisheim. Pintu gerbangnya sudah hancur karena perang.
Dulunya, di sekitar abad ke-13 Masehi, desa ini dikelilingi oleh dua tembok pelindung. Desa Eguisheim, dari jaman penjajahan Romawi, sudah menjadi tempat tinggal pengusaha anggur yang kaya raya, sehingga mereka memang memerlukan perlindungan khusus. Di antara kedua tembok pelindung tersebut, dibangun gudang tempat peralatan pertanian. Di sekitar abad ke-16, bangunan-bangunan yang ada di antara kedua tembok menjadi tempat tinggal, dan juga dibangun rumah-rumah lain yang menempel pada kedua tembok tersebut. Itulah sebabnya, desa ini berbentuk seperti elips atau melingkar, karena memang susunan rumahnya mengikuti tembok pelindung kuno tersebut.
Berjalan di tengah desa Eguisheim membuat para pengunjung merasa seperti kembali ke abad pertengahan. Rumah-rumah di sini sudah berdiri sejak jaman dahulu kala, bahkan sejak abad ke-13 hingga abad ke-17. Kalau berkunjung ke mari, jangan lupa untuk mencari panel-panel petunjuk wisata yang terpasang di tembok-tembok. Panel-panel itu memberikan keterangan sehingga kita menjadi semakin memahami sejarah dan budaya desa Eguisheim.
Nggak mau kalah. Teteup harus foto-foto di sini.
Semua sudut desa selalu terlihat bersih dan cantik.
Ada yang mau foto di sini?
Waktu kami pertama tiba di desa ini, kami tidak bisa berhenti foto-foto, baik memotret detil bangunan, pemandangan, ataupun selfie. Hampir semua tempat di desa ini instagrammable! Tembok di sini warna-warni dan bentuk facadenya tetap seperti pada saat rumah-tumah ini dibangun di abad pertengahan. Di antara rumah-rumah ini, terdapat rumah makan, kafe dan toko souvenir yang lucu dan menarik.
Semua turis yang berkunjung ke Eguisheim pasti akan tiba di pusat desa, yaitu sebuah kastil yang hanya disebut sebagai Le Château dan sebuah kapel kecil. Di depan kastil, terdapat alun-alun kecil yang mana di tengahnya terdapat sebuah air mancur dengan patung Paus Leo IX di tengahnya. Patung Paus Leo IX tersebut dibuat di tahun 1842. Air mancur ini aslinya adalah sumber air yang dapat digunakan oleh seluruh penduduk, termasuk untuk sumber air minum. Kalau sekarang, ya hanya jadi hiasan saja karena sudah ada air ledeng di rumah-rumah.
Pusat desa. Yang sebelah kiri Kastil, yang sebelah kanan Kapel.
Di tengahnya ada pancuran air.
Waktu kami datang, pintu ke dalam kastil tertutup rapat, dan sepertinya tidak dapat dimasuki. (Belakangan kami baru tahu bahwa untuk bisa masuk ke dalam kastil, turis harus mendaftar ke guided tour yang diselenggarakan oleh Office de Tourisme. Tournya sendiri hanya diselenggarakan di waktu-waktu tertentu.) Sayang sekali. Jadi kami tidak tahu bagian dalam kastil tersebut.
Kapelnya dapat dimasuki setiap hari, sesuai dengan jam bukanya. Jadi, kami masuk ke dalam kapel tersebut. Bagian dalam dari kapel yang baru didirikan di abad ke-19 ini sangatlah indah dan dipenuhi dengan ornamen-ornamen. Bagian luar kapel sih sederhana, namun dalamnya bisa dikatakan mewah. Waktu kami datang, ada beberapa turis yang berdoa di situ. Jadi, mungkin baik juga kalau tidak terlalu norak kalau mau foto-foto di dalam sini.
Selain kapel, di desa ini juga terdapat sebuah gereja yang masih aktif. Dari papan pengumuman di dekat pintu, kami dapat melihat bahwa gereja ini masih digunakan untuk beribadat dan ada beberapa aktivitasnya. Gereja ini dinamai Église Saint-Pierre et Saint-Paul atau Gereja St. Petrus dan St. Paulus. Sebetulnya, gereja ini pertama kali didirikan di tahun 1220. Akan tetapi, gereja ini kemudian dipugar, dan bangunan yang sekarang berdiri baru dibangun di tahun 1809. Hanya menara loncengnya saja yang masih merupakan sisa dari bangunan kunonya.
Menara yang di sebelah kanan sudah berdiri sejak abad ke-13.
Di dalam Gereja, terdapat patung bunda Maria yang dikenal dengan nama La Vierge Ouvrante. Dinamai demikian, karena patung ini bisa dibuka di bagian depannya, dan di dalamnya ada lukisannya. Patung ini dibuat di abad ke-14. Kalau dilihat dari kacamata pecinta seni jaman Renaissance seperti saya, patung ini kelihatannya biasa banget. Tapi mengingat patung ini dibuatnya dari abad ke-14, dan di desa pula, ya ... cukup keren, lah.
Kastil, kapel, gereja, boleh jadi cantik. Tapi yang menjadi tujuan utama turis lokal berkunjung ke desa ini adalah anggurnya. Di sini terdapat tempat-tempat pengolahan anggur yang umumnya menjadi satu dengan tempat tinggal keluarga pemiliknya, yang dalam bahasa Inggris disebut tithe courtyard. Umumnya, setiap tempat usaha ini memiliki nama yang selalu dimulai dengan kata “Domaine”.
Salah satu tempat produksi wine yang kami kunjungi adalah Domaine Bruno Sorg. Usaha ini sudah dirintis sejak tahun 1751. Sayang dong, kalau sudah jalan ke Eguisheim, kami tidak mencoba membeli satu botol anggur. Maka kami saweran membeli satu botol wine jenis Gewurztraminer tahun 2015. Wine asli Alsace yang dibeli dari tempat pembuatnya ini harganya ... EUR 9.5 alias sekitar Rp 155.000,- Isi per botolnya 750 ml. Anggur jenis Gewurztraminer dikenal sebagai sweet wine yang rasanya seperti campuran buah-buahan.
Domaine Bruno Sorg yang kami masuki.
Cour Unterlinden, yang sekarang juga menjadi tempat penginapan.
Selain Domaine Bruno Sorg, ada juga tempat-tempat penyulingan anggur lain yang jumlahnya lumayan banyak. Bahkan ada juga bangunan tempat pengolahan yang sudah berdiri sejak tahun 1290, yaitu Cour Unterlinden. (Cour di sini maksudnya adalah Tithe Courtyard, yang menunjuk pada bangunannya, bukan pada bisnisnya.) Saat ini bangunan Cour Unterlinden menjadi tempat usaha milik Monsieur Freudenreich, yaitu tempat penyulingan anggur dan tempat penginapan.
Kalau tidak berminat untuk membeli anggur, jalan-jalan di sini tetap layak untuk dicoba. Bangunan di sini super cantik dan hampir semua rumah adalah rumah kuno. Jalan-jalan saja tanpa mampir makan atau minum sudah membuat hati senang. Konon, di musim panas, desa ini cantik banget karena setiap rumah dihiasi bunga warna-warni. Namun, karena saya datangnya di awal musim gugur, ya tidak terlalu banyak bunga-bunganya
Buat yang berminat untuk jalan-jalan di Eguisheim, bisa naik bus dari Colmar. Nah, kisah kami mencari bus untuk mengantar kami ke Eguisheim pun tak kalah menarik. Tunggu artikel selanjutnya, ya.

(Bersambung.)

19 Komentar:

  1. Menarik, suasananya bagus banget ya

    BalasHapus
  2. Ya ampunnn keren banget ya viewnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ... jalan-jalan di sana, rasanya seperti kembali ke abad pertengahan.

      Hapus
  3. Cantik banget! tahun lalu saya berkunjung juga ke sini tapi bulan desember jadi udaranya dingin banget! gak kuat jalan-jalan lama

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waduh ... belum bisa ngebayangin jalan-jalan di Eropa di musim dingin. Kemarin sih, saya jalan di sini di bulan September. Masih cukup hangat.

      Hapus
  4. weiiss manis banget tempatnya mbak. Baru tau ada tempat secantik ini di Perancis. By the way nama Eguisheim itu ada arti khusus gak mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Arti nama Eguisheim? Apa ya? Wah, yang jelas desa ini sudah ada sejak jaman Romawi kuno masih berkuasa di Eropa ya. Tapi gara-gara ditanya, jadi penasaran juga. :) Menurut Wikipedia, nama Eguisheim berasal dari nama Egino, nama seorang bangsawan kuno Perancis di abad ke-8. Namanya lebih mirip nama Jerman karena daerah ini memang bolak-balik dikuasai Jerman sampai akhirnya dikuasai Perancis setelah Perang Dunia ke-2.

      Hapus
    2. I see... menjadi inspirasi tersendiri nih desa nya. Saya juga mau coba nulis tentang Eguisheim :D

      Hapus
  5. luar biasa sungguh indah tempatnya. berharap suatu saat bisa berkunjung kesana.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, desa ini cukup terkenal di antara turis Eropa, tapi nggak populer di kalangan turis Asia. Padahal nggak kalah cantik dengan desa-desa lain di Eropa.

      Hapus
  6. Menarik sekali blognya, mbak. Tulisannya pun juga rapi dan nyaman dibaca, hal yang cukup jarang saya temui saat ini kalau blogwalking. Salam kenal ya :D

    Jadi penasaran melihat pemandangan desa itu dari atas, pasti indah banget. Tahun 1220? Wow, lama banget. Ternyata harga anggurnya juga nggak mahal-mahal amat ya, beli 2 atau 3 juga sangguplah wakakaka. #sombong

    thetravelearn.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ahaha, di sana anggur murah. Tapi tempe dan buah pisang mahal ...

      Hapus
  7. Balasan
    1. Iya, serasa kembali ke jaman dulu banget!

      Hapus
  8. Beautiful France. Jadi pingin ke Alsace.

    BalasHapus