7 April 2018

Museum Radya Pustaka.

Di kompleks Sriwedari di tengah kota Surakarta, ada sebuah museum yang sudah berdiri bahkan sejak jaman penjajahan Belanda. Museum ini sering disebut sebagai museum tertua di Indonesia. Museum ini didirikan pada tanggal 28 Oktober 1890, pada masa pemerintahan Pakubuwono IX, oleh Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV. Awalnya museum ini terletak di kompleks Dalem Kepatihan. Pada tanggal 1 Januari 1913, museum dipindahkan ke gedung yang masih digunakan sampai sekarang di Jl. Slamet Riyadi.
Sebetulnya, setelah saya browsing lebih lanjut, yang lebih tepat untuk disebut sebagai museum tertua di Indonesia adalah Museum Nasional (Museum Gajah) di Jakarta. Namun, pencetus ide museum yang menjadi cikal bakal Museum Nasional adalah orang Belanda yang bergabung dalam Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Atas perintah Sir Thomas Raffles di jaman penjajahan Inggris, dibangun gedung untuk museum dan pertemuan Literary Society atau Societeit de Harmonie di sekitar tahun 1810-an. Inilah museum yang nantinya menjadi Museum Nasional. Nah, sedangkan Museum Radya Pustaka, yang baru dibangun puluhan tahun kemudian, adalah murni inisiatif orang Indonesia. Jadi, walau lebih tepat disebut sebagai museum kedua tertua di Indonesia, Museum Radya Pustaka adalah museum Indonesia pertama.
Ruangan tempat penyimpanan senjata kuno.
Museum Radya Pustaka terletak di Jl. Slamet Riyadi no 275, Surakarta. Museum yang memiliki sejarah panjang ini, tadinya dikelola oleh suatu yayasan. Karena memang pendirinya adalah pihak Keraton Surakarta, awalnya pengelolaannya memang sifatnya swasta. Namun sejak tahun 2017, pengelolaan museum ini berpindah tangan ke Pemerintah Kota Surakarta. Dan sejak saat itulah, sepanjang pengetahuan penulis, pengunjung yang masuk ke dalam museum tidak dikenakan biaya apapun.
Bangunan museum aslinya adalah rumah seorang Belanda, yang oleh masyarakat sekitar disebut sebagai Loji Kadipolo. Rumah ini kemudian dibeli oleh Sultan Pakubuwono X untuk dijadikan museum. Hingga sekarang, bangunan kuno ini masih mempertahankan bentuk aslinya, dimana dilihat desain ruang-ruangnya lebih cocok untuk ruang tidur dan ruang kerja.
Di halaman depan museum terdapat patung Raden Ngabehi Rangga Warsita  atau yang lebih dikenal sebagai Ronggowarsito. Beliau adalah seorang pujangga Jawa yang lahir dan besar di Surakarta. Ronggowarsito banyak menulis karya sastra dalam bahasa Jawa dan juga menjadi anggota redaksi di sebuah surat kabar. Banyak karyanya yang dianggap membantu mengobarkan semangat perjuangan masyarakat untuk melawan penjajah. Tak heran Presiden Soekarno bersedia meresmikan patungnya di halaman museum di tahun 1953.
Orgel pemberian Napoleon Bonaparte kepada Sultan Pakubuwono IV.
Di dekat telepon umum usang dan sapu.
Saat saya berkunjung ke Museum Radya Pustaka di bulan September 2017, museum ini sedang direnovasi. Jadi, di beberapa tempat, barang-barangnya masih berantakan dan terkesan kurang tertata rapi. Namun tetap saja, museum ini dapat membuktikan dirinya sebagai tempat penyimpanan barang-barang yang bernilai sejarah tinggi.
Di tahun 2007, sempat heboh berita penggelapan yang dilakukan oleh pengelola museum (waktu itu masih dikelola yayasan), dimana beberapa barang koleksi museum dijual dan yang dipamerkan hanya replikanya. Mungkin pengelola museum waktu itu lupa, bahwa pertanggungjawaban pengelolaan barang kuno tidak hanya kepada pemilik barang atau pemilik museum, namun juga kepada seluruh rakyat Indonesia selaku pewaris budaya. Kini sebagian barang yang sempat digelapkan sudah dapat dikembalikan ke museum.
Hal yang paling membanggakan dari Museum Radya Pustaka adalah bagian perpustakaannya. Sebabnya, di sinilah beberapa buku dan karya sastra kuno asli dalam bahasa Jawa dan bahasa Belanda disimpan. Ada juga manuskrip kuno asli dari abad ke-18 yang bisa ditemui di sini. Nama Radya Pustaka sendiri dalam bahasa Jawa artinya adalah perpustakaan keraton. Jadi pada awalnya, memang museum ini mengkoleksi surat-surat kerajaan. Kemungkinan, perpustakaan ini termasuk dalam jajaran perpustakaan tertua yang masih ada di Indonesia. Hal ini menunjukkan kepekaan orang-orang di masa itu untuk menjaga kelestarian sejarah dan budaya.
Perpustakaan di Museum Radya Pustaka.
Gamelan Ageng Radyapustaka.
Salah satu benda bersejarah yang disimpan di dalam museum adalah patung kepala raksasa buatan Pakubuwono V saat dia masih menjadi putra mahkota. Kabarnya patung ini adalah bagian depan perahu yang dipakai untuk menjemput permaisuri dari Pakubuwono IV, yang berasal dari Madura.
Di museum ini disimpan juga gamelam Ageng Radyapustaka, yang dulunya merupakan milik Kanjeng Raden Adipati Sosrodiningrat IV, sang pendiri museum. Gamelan ini seharusnya sudah berumur sekitar 100 tahun lebih. Wow!
Museum ini juga mengkoleksi patung dan perhiasan kecil hasil ekskavasi yang dilakukan di sekitar Karesidenan Surakarta. Selain patung logam Dewi Durga, Dewa Brahma, dan Bodhisatva, terdapat juga perhiasan dan tembikar kuno hasil penggalian di situs arkeologi. Beberapa senjata, termasuk tombak dan keris kuno, juga dipamerkan di sini. Ada juga arca-arca batu buatan abad IV sampai abad IX. Arca-arca inilah yang sempat dihebohkan raib karena hanya tiruannya yang dipamerkan di dalam museum. Untungnya harta budaya nasional tersebut sudah mulai dapat dikembalikan ke dalam museum.
Arca yang disimpan di lorong di bagian samping museum. Asli? Palsu?
Museum Radya Pustaka juga boleh berbangga atas koleksi wayangnya. Sejak masa-masa awal berdirinya, tentunya sebelum Museum Wayang di Jakarta berdiri, museum ini sudah mengkoleksi berbagai jenis wayang. Di sini dipamerkan, antara lain, wayang Purwa, wayang Beber, wayang Gadog, dan wayang Klithik. Tapi karena saat itu museum masih dalam tahapan renovasi, penataannya masih terkesan seadanya.
Kalau dibandingkan dengan Museum Keris Nasional yang modern, suasana Museum Radya Pustaka terkesan jauh tertinggal dan nampak usang. Tapi mungkin renovasi yang sekarang berjalan dapat meningkatkan kualitas museum sekaligus membangkitkan lagi minat masyarakat Surakarta terhadap museum. Yuk, kita ke museum!

7 Komentar:

  1. ada kesan mistik gak mbak pas ke sana?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Enggak ada sama sekali nuansa mistiknya. Yang ada malahan kesan berantakan dan kurang terawat. Tapi kalau nginep di dalam museum mungkin serem juga sih ...

      Hapus
  2. Koleksi museumnya lengkap dan apik diamati satu persatu.

    Cuman, kenapa ada sapu dan telephone yang bukan barang kuno ada disitu ya 🤔 ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha... Itu juga pertanyaan saya waktu berkunjung ke sana.

      Hapus
    2. Hehehe 😁
      Ntar kalo tetep ditaruh situ, kan bikin salah ngerti pengunjung ya,kak ...

      Dikiranya termasuk benda bersejarah 😁

      Hapus
  3. Sapunya peninggalan zaman kerajaan kali yaa smpe bersanding dengan barang-barang kuno :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha ... atau jangan-jangan itu sapu wasiat.

      Hapus