4 Agustus 2018

Banteay Kdei di tengah pepohonan.

Banteay Kdei adalah sebuah candi yang dulunya adalah biara tempat tinggal bhiksu. Sedangkan Sras Srang adalah waduk buatan yang letaknya berdekatan dengan Banteay Kdei. Banteay Kdei artinya adalah benteng berkamar, sedangkan Sras Srang artinya adalah kolam (mandi) kerajaan. Tapi menurut penelitian, Banteay Kdei bukanlah benteng melainkan biara. Sedangkan Sras Srang adalah kolam pembersihan untuk upacara, jadi kemungkinan tidak dipakai untuk mandi biasa, meskipun oleh keluarga kerajaan.
Kisah ini masih oleh-oleh perjalanan kami ke Siem Reap, Kamboja. Karena posisinya cukup dekat dengan Angkor Wat, maka setelah kami sekeluarga selesai makan di dekat Angkor Wat, sopir tuk-tuk mengantarkan kami mengunjungi situs ini. Walau tidak seindah dan seluas Angkor Wat, candi ini tetap menarik untuk dikunjungi.
Bagian depan Banteay Kdei.
Banteay Kdei didirikan di sekitar abad ke-12. Dari dulunya, tempat ini adalah biara dan tempat tinggal bhiksu. Kabarnya, sampai tahun 1960-an masih ada bhiksu yang tinggal di sini. Dulunya bangunan megah ini memiliki banyak kamar untuk tempat tinggal dan tempat semedi. Sekarang sih tinggal sisa-sisa tembok dan tiang batu.
Banteay Kdei dikelilingi tembok dengan gapura yang dihiasi dengan ukiran muka berukuran besar di atasnya. Sedangkan candinya sendiri memiliki panggung kecil di depan (seperti sisa pendopo) dimana di kiri-kanan tangga masuknya terdapat patung singa dan patung garuda yang naik di atas naga berkepala tujuh.
Buat yang belum tahu, warga Khmer percaya bahwa mereka adalah keturunan naga berkepala tujuh. Sedangkan garuda adalah musuh bebuyutan naga. Jika naga digambarkan bersanding dengan garuda, maka hal ini melambangkan perdamaian. Jadi di hampir semua candi di sekitaran Siem Reap, selalu ada patung garuda yang menaiki naga berkepala tujuh.
Di manapun kita berada, selalu ada "instagram moments". Hehehe ...
Kalau kita masuk ke dalam candinya sendiri, akan terlihat sisa-sisa ruangan seperti kamar kecil-kecil. Kebanyakan sih tinggal tiang rangkanya saja yang terbuat dari batu. Atap yang terbuat dari batu pun terlihat sudah rapuh dan mudah hancur. Bahkan, beberapa bagian bangunan juga sudah roboh.
Negara Kamboja bukan daerah rawan gempa seperti Indonesia, namun sesekali ada gempa dan mungkin saja candi ini pernah rusak akibat gempa. Ada kemungkinan lain, di abad ke-13 ada yang berusaha merusak candi ini sehingga konstruksinya menjadi rawan rusak. Beberapa patung di sini pun terlihat sengaja dirusak. Sebuah ekskavasi bahkan pernah menemukan tumpukan patung budha di dalam tanah yang sebagian besar dalam keadaan rusak. Siapa tahu vandalisme politik (kegiatan merusak bangunan atas dasar permintaan penguasa ataupun pemimpin agama) juga sudah ada dari berabad-abad yang lalu.
Karena bangunan ini juga lama sekali tidak terawat, pohon juga bisa tumbuh dan merusak lantai batu ataupun tembok. Jadi, tidak heran di beberapa tempat tembok bangunan bisa dijebol akar pohon. Selain pohon besar, lumut juga menjadi salah satu penyebab kerusakan tembok bangunan.
Salah satu bagian dari candi. Ada patung penari di temboknya.
Vandalisme dari abad ke-13.
Man versus nature.
Untungnya, masih ada banyak detil-detil bangunan yang masih bisa diselamatkan. Selain beberapa patung perempuan di tembok, ada juga ukiran penari di tiang-tiang. Kemungkin dulu tempat ini menjadi pusat perayaan kerajaan, jadi tidak heran ada banyak ukiran penari di tiang-tiangnya.
Dari Banteay Kdei, tinggal menyeberang jalan, kita akan sampai di Sras Srang. Sras Srang sebenarnya hanyalah sebuah danau buatan berbentuk persegi dengan dermaga batu di pinggirnya. Menurut penyelidikan, di tengah danau juga ada pulau buatan dengan pondasi batu, namun saat ini pulau buatan ini sudah tidak terlihat lagi. Walaupun musim kemarau, danau ini masih menyisakan air yang membuat pemandangan terasa sejuk. Maklum, udara di Siem Reap terasa kering dan sepertinya air lebih cepat menguap. Akan tetapi, di musim hujan, air danau ini meluap-luap.
Dermaga batu yang ada di tepi Sras Srang hanyalah sebuah landasan batu yang cukup tinggi dengan tangga yang menurun ke arah danau. Saat ini, dermaga ini digunakan oleh warga sekitar untuk membantu mereka naik kapal ke tengah danau. Konon kabarnya, dulunya upacara agung dilakukan di dermaga ini.
Dermaga di Sras Srang.
Di dekat Sras Srang ada warung-warung penjual baju dan kain-kain khas Kamboja. Tapi percayalah, harganya lebih mahal dibandingkan kalau kita beli di pasar di tengah Siem Reap. Kalau ada hasrat membeli, tahan saja dulu sampai kembali ke tengah kota.
Mengunjungi Banteay Kdei dan Sras Srang membuat saya menyadari bahwa semua ada waktunya. Mungkin dulunya tempat ini sakral dan hanya untuk kalangan terbatas. Sekarang turis-turis mondar mandir di sini bahkan tanpa peduli nama raja yang dulu memerintahkan pembangunan tempat ini. Bahkan ada turis yang bisa naik-naik reruntuhan tembok untuk foto-foto cantik. Mungkin dulunya hanya orang-orang tertentu yang boleh lewat di lorong dekat tembok tadi. Intinya adalah memberikan yang terbaik di saat ini. Syukur-syukur hasil karya kita masih digunakan di tahun-tahun mendatang. Apa yang terjadi di masa depan, que sera, sera. Masa depan sudah punya orang-orang yang hidup di waktu itu.

15 Komentar:

  1. Waahh, jadi ingat masa-masa kuliah yang batal ngetrip ke Kamboja akhirnya cuma ke Vietnam. Udah lama banget pengen kesana liat tempat ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tempatnya memang keren, Kak. Nggak heran masuk Warisan Budaya versi UNESCO.

      Hapus
  2. Artistik sekali candi Banteay Kdei ini, kak 👍 ..., ornamen reliefnya dibuat dengan rumit.

    Penasaran pengin lihat patung garuda menaiki naga berkepala tujuh seperti apa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah ... akan di pasang di salah satu artikel yang akan datang, kok.

      Hapus
  3. Walaupun reruntuhan bangunan, tetap ada banyak cerita dan tentu saja instagrammable. Sayang banget ya mba kalau bangunan bersejarah gini rusak baik karena aksi vandalisme dan karena kurang terawat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya... banyak yang nggak sadar pentingnya sejarah.

      Hapus
  4. Meski tinggal hanya reruntuhan bangunan tapi nilai sejarah yang terukir apik via bangunan tersebut ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ... semua bangunan bersejarah selalu menyimpan seribu cerita.

      Hapus
  5. Miris juga kerika membaca vandalisme karena kepentingan kekuasaan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, kak. Nggak kebayang kalau hal yang sama terjadi juga pada candi-candi kebanggaan Indonesia.

      Hapus
  6. whats Kamboja, Proficiat. Kapan saya ke sana ya.

    setelah membaca di bagian akhir, pesan yang mau disampaikan sangat reflektif. Simak
    Mengunjungi Banteay Kdei dan Sras Srang membuat saya menyadari bahwa semua ada waktunya. Mungkin dulunya tempat ini sakral dan hanya untuk kalangan terbatas. Sekarang turis-turis mondar mandir di sini bahkan tanpa peduli nama raja yang dulu memerintahkan pembangunan tempat ini. Bahkan ada turis yang bisa naik-naik reruntuhan tembok untuk foto-foto cantik. Mungkin dulunya hanya orang-orang tertentu yang boleh lewat di lorong dekat tembok tadi. Intinya adalah memberikan yang terbaik di saat ini. Syukur-syukur hasil karya kita masih digunakan di tahun-tahun mendatang. Apa yang terjadi di masa depan, que sera, sera. Masa depan sudah punya orang-orang yang hidup di waktu itu.

    Masa lalu adalah kenangan, masa kini adalah kenyataan, masa depan walau masih misteri serahkan saja pada yang kuasa. Nice. salam damai. Menarik ulasan di abgian akhir.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih! Kalau ke Kamboja, kelihatan pemerintahnya memang mengandalkan bisnis turisme. Makanya candi-candi di sana sangat bersih dan terawat. Jadi memang yang dulunya tempat suci, ya sekarang tempat foto-foto heboh.

      Hapus
    2. Benar bahwa zaman dan perkembangannya bisa merubah adab dan keadaan suatu kaum. Entah positif atau negatif selalu hadir dan beriringan. Ya semoga pelaku sejarah tidak melupakan catatan sejarah. Jika lupa lama-lama kota tua bisa jadi holliwood hehhe, terima kasih telah menghadirkan dan menjelaskan sisi lain dari keberadaan negara seberang. Sukses selalu dalam karya

      Hapus
  7. Such places with ancient temples always appealed my attention. When you visit it, you have a perfect opportunity to get closer to ancient civilizations.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yes, and now is it a perfect example of nature meets culture.

      Hapus