30 Mei 2020

Suatu hari nanti, mungkin generasi berikutnya akan mempelajari tentang bagaimana Indonesia berusaha menangani pandemi dengan menjalankan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di tahun 2020. Sama seperti kita sekarang membaca potongan-potongan koran tahun 1918 -1920 untuk mengetahui tentang pandemi Flu Spanyol yang konon menyebabkan kematian lebih dari empat juta di Indonesia pada masa itu. Tapi untuk kita yang sekarang sedang mengalaminya, semuanya serba mendadak dan baru. Dan di tengah berbagai kebutuhan, kita harus beradaptasi dengan cepat.

Sebagai pengguna kendaraan umum, saya juga harus cemat mengamati perubahan ketentuan dan kebijakan yang terkait dengan operasi kendaraan umum. Kebetulan, karena saya tinggal di tengah kota Jakarta, saya menggunakan bus Transjakarta sebagai moda transportasi utama. Rumah saya tidak terlalu dekat dengan stasiun kereta api, jadi dalam masa pembatasan sosial seperti sekarang, saya memilih untuk tidak menggunakan kereta atau commuter line.

Duduk selang-seling di bus Transjakarta.

Tidak dapat dipungkiri, pengakit pernafasan, dimana penyebarannya melalui udara, memang lebih mudah menular di tempat tertutup dan padat orang. Kendaraan umum, yang memang didesain untuk mengangkut banyak orang dalam waktu yang lebih singkat, menjadi salah satu tempat dimana penularan pengakit mudah terjadi. Jadi, jangan heran kalau pihak manajemen bus Transjakarta putar otak untuk mengatur strategi mengurangi penyebaran penyakit di dalam kendaraan umum. Ingat ya, yang jadi korban tidak hanya sesama penumpang. Sopir, petugas di halte, dan juga keluarga mereka juga bisa tertular.

Karena tren penyakit berubah-ubah, kebijakan pemerintah berubah-ubah terus, keputusan pihak manajemen juga berubah-ubah juga. Maaf ya, petugas-petugas di lapangan kalau Anda sekalian harus menghadapi ribuan pertanyaan dan komplain mengenai perubahan jalur bus Transjakarta yang bertubi-tubi. Tapi penumpang juga bingung mencari cara untuk mencapai tujuan sementara jalur yang biasa mereka pakai tiba-tiba tidak beroperasi.

Jujur saja, perubahan jalur operasional bus Transjakarta sifatnya bisa harian, per periode, atau bahkan dalam hitungan jam. Hal ini bisa membuat bingung para pengguna kendaraan. Saya sendiri pernah mengalami dimana di suatu pagi ketika saya harus ke kantor, bus yang biasa saya pakai tidak ada. Satu-satunya jalur yang bisa saya pakai adalah turun di suatu halte, jalan kaki 10 menit ke halte lain, terus ambil koridor yang menuju ke kantor. Sampai kantor baju saya basah karena keringat. Eh ... menurut Twitter, tiga jam kemudian koridor yang bisa saya naiki ke kantor beroperasi lagi. Lha?

Kursi diberi tanda bahwa tidak boleh diduduki. Jangan bandel, ya!

Apa saja sih, kebijakan manajemen bus Transjakarta yang selama ini sudah ada (dan saya alami)?

1. Penutupan koridor

Yak, ada banyak koridor busway yang tidak beroperasi. Kebanyakan yang tidak beroperasi adalah koridor yang tidak berhenti di halte BRT (halte busway yang berada di jalur khusus bus Transjakarta). Saya sendiri termasuk orang yang terdampak perubahan tersebut. Selama ini, bus yang lewat di depan rumah juga lewat di depan kantor. Sejak PSBB belaku, saya harus transit sekali dan ganti jalur.

2. Perubahan jam operasional

Untuk menjaga kesehatan pegawai, dan tentu saja untuk mengurangi penyebaran virus corona, jam operasional bus Transjakarta dibatasi. Sebagai orang yang naik bus Transjakarta untuk masuk/pulang kantor, maka setiap jam 5 sore saya pasti lari-lari menuju halte busway supaya tidak ditinggal bus terakhir. Kalau si bos punya tugas tambahan dan terpaksa pulang lebih malam? Alternatif saya hanya tinggal taksi. (Makanya sekarang pulang teng-go. Padahal dulu pulang jam 8 malam juga biasa.)

3. Tidak beroperasinya angkot JakLingko

Buat yang biasa pakai angkot JakLingko, ini cukup merepotkan. Untungnya rumah saya memang tidak dilewati angkot JakLingko, jadi saya tidak terlalu terdampak. Sekarang pelanggan angkot JakLingko terpaksa mencari alternatif angkot biasa yang cukup mahal dan jarang itu.

4. Penyediaan fasilitas tambahan di halte busway

Di semua halte BRT, sekarang selalu disediakan hand sanitizer di gate. Di dalam bus juga ada, tapi letaknya di dekat pintu ke arah ruang sopir, dan terikat erat di tempatnya, jadi susah diambil. Di beberapa halte busway, ada juga tempat cuci tangan dengan sabun dan air. Di luar itu semua, seluruh petugas menggunakan masker.

5. Pengguna bus wajib jaga jarak dan menggunakan masker

Mengingat bus itu tempat yang kecil dan udaranya hanya berputar di situ-situ juga, memang wajar kalau penumpang harus pakai masker. Bahkan, sekarang kalau ada yang tidak pakai masker, akan disuruh keluar halte. (Ini bener banget! Bravo!) Pengumpang juga harus jaga jarak. Kursi ditandai selang-seling sehingga orang tidak duduk bersebalahan. Tapi sayangnya orang masih bergerombol di tengah bus dekat pintu. Agak susah juga karena bus terbatas namun ada kantor yang beroperasi di tengah PSBB. (Ini karena termasuk dalam 11 kategori pengecualian, ya. Kantor saya juga masuk ke dalam kategori 11 sektor esensial yang tetap beroperasi di masa PSBB, makanya saya juga kadang masih masuk kantor.)

Pakai masker.

Nah, untuk yang kadang-kadang perlu naik bus Transjakarta, bagaimana caranya untuk bisa beradaptasi dengan perubahan pengaturan bus Transjakarta ini? Berikut beberapa tips untuk tahu jalur bus Transjakarta yang beroperasi:

1. Cek akun Twitter Transportasi Jakarta @PT_Transjakarta.

Ini adalah akun twitter resmi pengelola bus Transjakarta. Semua pengumuman mengenai perubahan jalur, pembukaan dan penutupan koridor, dan perubahan jam operasional paling cepat muncul di sini. Adminnya juga aktif, cukup cepat menjawab pertanyaan. Akun twitter adalah sumber informasi utama saya kalau mau tahu segala perubahan yang terkait dengan bus Transjakarta.

2. Buka aplikasi Trafi

Di masa PSBB ini, kadang-kadang bus-bus yang beroperasi tidak menyalakan GPS sehingga tidak terbaca di Trafi. Akan tetapi, daftar koridor yang beroperasi di sini update, lho. Walaupun posisi bus tak terbaca, kita tetap bisa tahu koridor mana yang beroperasi dan apakah ada perubahan titik akhir/awal/trayek. Paling tidak kita bisa mengira-ngira harus transit di mana kalau koridor yang biasa kita gunakan tidak beroperasi.

3. Tanya ke Petugas

Banyak penumpang yang memilih untuk bertanya ke petugas jika hendak mencari tahu apakah koridor busway yang beroperasi bisa mengantar mereka ke tempat tujuan. Tapi karena wabah Covid-19 ini, tidak ada petugas yang menjaga loket di depan halte. Salah satu pencegahan penularan adalah menghilangkan fungsi pembayaran di loket halte Transjakarta. Semua petugas dikerahkan untuk mengelola penumpang di dalam halte dan memastikan bahwa bus tidak terlalu penuh. Jadi, Anda harus masuk ke dalam halte untuk bisa menemui petugas. Supaya tidak kecewa ketika koridor yang dimaui tidak beroperasi, lebih baik cek twitter dulu sebelum masuk halte.


Memang agak repot ya, untuk naik bus Transjakarta saat ini. Tapi itu semua memang untuk kepentingan nasional, yaitu menurunkan jumlah pasien Covid-19 sekaligus mengurangi pandemi yang sedang berlangsung ini. Apa boleh buat, kita semua juga harus turut membantu menekan wabah ini. Kalau nggak perlu-perlu amat, tidak perlu keluar rumah, apalagi pergi jauh pakai kendaraan umum segala. Di rumah saja dan jaga kesehatan. Nggak susah, kan?


12 Komentar:

  1. Gegara kororo orang yang sebelumnya gaptek gadget mau ngga mau sekarang kudu melek gadget .., naik transjakarta kudu pakai twitter biar jelas infonya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Soalnya kebijakannya berubah dalam hitungan hari, bahkan kadang dalam hitungan jam. Memang mau tidak mau, harus menggunakan medsos supaya informasi tersebar dengan cepat.

      Hapus
  2. Kudu harus update info yah mba biar tau perubahan jalur bus dan transportasi lainnya.
    Nah skrg dgn new normal pasti akan ada perubahan2 lagi, harus cari info lagi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, nih. Nasib pengguna transportasi umum.

      Hapus
  3. Dalam kondisi begini, peran medsos dangat penting ya, mbak, biar tau info terkini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Ini kegunaan medsos yang paling utama untuk saya.

      Hapus
  4. aku termasuk yg penggunak JakLingko dan lumayan jengkel krn smp skrg gak ada tanda2 bakal beroperasi lagi :( - btw maskernya keren... ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih pujiannya, Kakak ...
      Mungkin pemerintah juga bingung gimana ngatur jaga jarak di dalam angkot, ya. Kendaraan kecil, soalnya.

      Hapus
  5. Waaah sejak awal Maret aku udh ga pake trans j LG Krn di larang suami mba. Jd dia LBH rela nganterin aku pulang pergi kantor drpd aku naik transj.jadi penasaran sih sbnrnya jalur yg aku naikin dari kayu putih Rawasari ke manggadua berubah ato ga yaa :D. Ntr aku cek ah.

    Tp kalo memang aturannya udh ketat begitu, aku setuju jugaa. Yg namanya kendaraan umum paling riskan memang terjadi penyebaran penyakitnya :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, lah. Pertamanya banyak yang protes. Lama-kelamaan kebanyakan penumpang ya nurut aja ama anjuran jaga jarak dan waspada covid ini. Sama seperti belasan tahun yang lalu semua orang mengomel soal keberadaan busway, sekarang yang pakai juga banyak setelah tahu manfaatnya.

      Hapus
  6. bagaimana kondisi trans jakarta sekarang ... sudah new normal

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sudah new normal, Kak. Jalanan sudah padat dan penumpang kereta serta bus sudah banyak lagi. Sekarang semakin susah jaga jarak, jadi harus jaga kesehatan dengan makan sehat dan teratur.

      Hapus