6 Februari 2014

Sudah dari lama memang ingin jalan-jalan ke Jogjakarta. Akhirnya bulan Januari kemarin ada kesempatan untuk jalan-jalan ke salah satu tempat wisata yang paling populer di Indonesia ini.
Candi Prambanan, salah satu tujuan wisata populer di Jogjakarta

Tiba di Jogjakarta

Memang rencananya jalan-jalan santai, maka kami tidak mengejar penerbangan pagi-pagi buta. Berangkat dari Jakarta jam 10:30, tiba di bandara Jogjakarta, Adisucipto, jam 11:35. Tidak perlu buru-buru ke hotel yang sudah dibooking lewat agoda.com, karena kami hendak jalan-jalan ke obyek wisata yang cukup dekat dengan bandara. Begitu tiba, yang pertama kami lakukan adalah menitipkan tas di tempat penitipan tas. Harga penitipan tas Rp 10.000,- per tas/koper, dengan catatan tidak menginap. Soal keamanan, itu tergantung nasib. Yang jelas, kami mengunci koper dan menggembok retsleting tas ransel supaya tidak ada barang yang hilang atau bahkan bertambah. (Kalau bertambah ganja atau barang selundupan, kan repot jadinya.) Barang berharga sudah pasti tidak ditinggal di situ.
Tempat penitipan tas ini tidak terlalu jauh dari pintu keluar tempat kedatangan. Tinggal jalan terus ke arah keluar, nanti di sebelah kanan, di antara tempat-tempat makan, ada kios kecil bertuliskan “Tempat Penitipan Barang”. Kalau Anda sudah melewati kamar kecil umum atau bahkan sudah sampai di tangga menuju lorong keluar bandara, berarti Anda sudah kelewatan.
Halte TransJogja Bandara Adisucipto
Setelah bawaan berkurang, kami keluar bandara dan bergegas menuju ke halte TransJogja yang terletak persis di depan pintu keluar bandara. Kami hendak menuju ke candi Prambanan dengan menggunakan TransJogja. Untuk bisa ke halte Prambanan, kami harus mengambil bus jurusan 1A tujuan Prambanan. Kalau salah ambil bus jurusan 1A tujuan Malioboro/JEC, bisa keliling kota dulu sebelum ke candi Prambanan.
Untuk tahu ini bus jurusan apa dan yang menuju kemana, kami harus menyimak informasi yang diteriakkan oleh penjaga halte. Tidak ada cara lain, karena tidak ada petunjuk arah. Beda dengan halte TransJakarta yang memisahkan antara pintu untuk tujuan satu dan tujuan lainnya (misalnya, kalau kita berada di halte TransJakarta Gelora Bung Karno, dan berdiri menghadap ke arah Ratu Plaza, maka di kanan adalah pintu untuk bus yang ke arah Kota dan yang pintu kiri yang ke arah Blok M), pintu untuk seluruh bus dengan jurusan dan tujuan apa saja, hanya ada satu di setiap halte TransJogja. Sepasang turis bule yang mau ke Malioboro, harus bolak-balik bertanya ke petugas halte setiap ada bus yang datang.
Setelah bus yang dinanti tiba, kami masuk ke TransJogja jurusan 1A tujuan Prambanan. Bus TransJogja adalah minibus yang didesain untuk menampung penumpang yang duduk maupun berdiri. Harga tiket TransJogja Rp 3.000,-. Perjalanan dari halte Adisucipto ke halte Prambanan sekitar 15 menit. Dari halte TransJogja Prambanan ke candi Prambanan masih harus naik becak lagi Rp 15.000,- Ini nampaknya sudah harga standar. Kalau mau jalan kaki, bisa menghabiskan waktu sekitar 15 menit.
Di candi Prambanan, kami membeli tiket untuk paket Prambanan – Ratu Boko. Harganya Rp 45.000,- sudah termasuk tiket masuk ke kedua areal candi tersebut. Tiket ini juga sudah termasuk mobil pengantar dari dan ke Ratu Boko. Hitung-hitung, kami tidak perlu cari persewaan mobil untuk ke Ratu Boko, soalnya tidak ada rute kendaraan umum yang sampai ke areal Ratu Boko.
Karena saat kami membeli tiket paket sudah hampir jam dua siang, maka petugas mengarahkan kami untuk ke Candi Ratu Boko dulu sebelum berputar-putar di areal taman wisata Prambanan. Lama perjalanan dengan menggunakan mobil dari areal candi Prambanan ke areal candi Ratu Boko sekitar 15 menit. Jalannya mendaki dan meliuk-liuk. Oh ya, kendaraan terakhir yang berangkat dari Prambanan ke Ratu Boko adalah jam 15:00. Jadi tidak bisa mengambil paket ini terlalu sore.

Kompleks Candi Ratu Boko

Candi Ratu Boko adalah kompleks candi yang luas di dataran tinggi, letaknya di arah selatan dari candi Prambanan. Kompleks candi yang luas ini ditandai dengan gerbang batu yang berdiri kokoh di atas struktur tembok batu. Sebelum memasuki kompleks candi, kami diminta untuk mengenakan kain batik yang bertuliskan “Ratu Boko”. Hal ini dikatakan merupakan bagian dari kampanye untuk lebih memperkenalkan batik kepada publik.
Gerbang masuk areal candi Ratu Boko
Di balik gerbang, terdapat tanah lapang luas dan juga bekas-bekas lantai bangunan, yang sisa-sisa temboknya sudah tidak ada lagi. Selain itu ada juga bangunan yang mirip punden berundak untuk pemujaan dan juga areal berair yang dipercaya dulunya adalah tempat pemandian. Saat berjalan-jalan di sini, saya tidak hanya bertemu dengan turis (lokal dan internasional) dan pedagang minuman, namun juga gembala kambing. Nggak salah sih, soalnya ada kolam-kolam air dan ada lapangan rumput luas – memang cocok untuk menggembalakan kambing.
Bangunan lain yang menyerupai pondasi keraton atau biara di areal Ratu Boko.
Di areal Candi Ratu Boko ada rumah makan Restoran Ratu Boko. Kami makan siang (makan sore, lebih tepatnya) di sini sambil menikmati pemandangan, dan melihat candi Prambanan dari kejauhan. Oh ya, harga makanannya harga cafe yah. Jam setengah empat, kami diantar kembali ke kompleks taman wisata candi Prambanan. 

Kompleks Candi Prambanan

Di kompleks ini, sebenarnya ada empat situs candi, yaitu candi Prambanan, candi Lumbung, candi Bubrah, dan candi Sewu. Jarak antara masing-masing situs sekitar 5 – 10 menit jalan kaki. Hanya saja, yang paling ramai tetap situs candi Prambanan.
Candi Prambanan dilihat dari Restoran Ratu Boko.
Candi Prambanan, candi yang paling ramai dikunjungi di kompleks ini, adalah situs warisan budaya UNESCO, dan merupakan areal candi hindu terbesar di Indonesia. Situs ini terdiri dari beberapa candi, dengan candi Siwa yang tingginya 47 meter. Candi ini diapit oleh candi Brahma dan candi Wisnu yang masing-masing memiliki ketinggian 37 meter. Di candi Siwa, terdapat patung dewa Siwa, patung Ganesha, dan patung dewi Durga. Patung dewi Durga inilah yang sering disebut sebagai patung Roro Jonggrang. Selain ketiga candi ini ada juga candi-candi lain yang ukurannya lebih kecil. Oh ya, sejak gempa di areal Jogja dan sekitarnya, untuk masuk ke candi Siwa, pengunjung harus mengenakan helm khusus yang disediakan oleh pengelola kompleks. Jumlah pengunjung juga dibatasi, jadi harus antre.
Harus mengenakan helm khusus di Candi Siwa.
Dari candi Prambanan, kami berjalan kaki sekitar 5 menit ke Candi Lumbung. Situs candi Lumbung adalah kompleks candi kecil di arah utara dari candi Prambanan. Dari situ, sekitar 5 menit jalan kaki kami tiba di situs candi Bubrah, yang sesuai namanya, hanya berupa reruntuhan yang sulit untuk disusun kembali. Sepuluh menit jalan kaki dari situs candi Bubrah, kami tiba di situs Candi Sewu.
Saat kami datang, sudah lewat dari jam 17:00, jadi pintu pagar ke situs sudah ditutup. Sayang sekali. Kami hanya bisa foto-foto dari pagar. Padahal, situs candi Sewu adalah situs candi budha yang usianya lebih tua dari candi Borobudur dan candi Prambanan. Ukirannya terlihat rumit dan indah, dan jalan masuknya dijaga oleh dua patung gupala (raksasa penjaga).
Candi Sewu

Menuju hotel

Dari kompleks candi Prambanan, kami kembali ke halte TransJogja Prambanan dengan menggunakan becak, lalu ke bandara dengan TransJogja untuk mengambil tas. Selanjutnya kami naik TransJogja 1A tujuan Malioboro dan turun di halte Malioboro 2. Halte ini yang paling dekat dengan tempat menginap kami, di Jl. Dagen. Naik becak dari halte ke hotel Rp 10.000,-
Untuk makan malam, kami makan di angkringan “Lik Man”, yang letaknya di utara stasiun tugu. Kalau jalan kaki dari Malioboro, cukup jalan terus, mengikut pagar stasiun Tugu, sampai tiba di belokan atau gang kecil di utara stasiun. Tinggal jalan sedikit melewati sekelompok tukang ojek, kami langsung menemukan orang-orang yang makan di atas tikar di kanan jalan, dan beberapa kios angkringan berisi makanan di kiri jalan. Kami pilih yang bertuliskan “Lik Man”. Berhubung saya bukan penggemar kopi, saya tidak memesan kopi joss yang terkenal itu. Saya minum susu jahe dan makan nasi kucing plus sate bekicot. Harganya total Rp 12.000,-. Kenyang.
Makan malam!
Pulang dari makan malam menuju hotel, kami berulang kali ditawari oleh tukang becak untuk jalan-jalan dengan biaya Rp 5.000,-. Jangan mudah tertipu, harga segitu hanya untuk membawa penumpang ke tempat perbelanjaan atau losmen tertentu dan membuat mereka berbelanja/menginap di situ. Kalau tidak ada minat berbelanja, atau sudah ada hotel yang dipesan, tidak perlu mengikuti ajakan tukang becak tersebut. Untuk naik becak jarak dekat, kalau tidak ke tempat perbelanjaan yang dimaksud, harganya minimal Rp 10.000,-. Hmm... jadi ingat dulu pernah tertipu tuk-tuk di Bangkok: hanya gara-gara mau jalan-jalan keliling kota Bangkok, jadinya harus mampir di beberapa tempat perbelanjaan kerajinan selama setengah jam lebih!

2 Komentar:

  1. Thanks Kak tulisannya membantu sekali. Kak aku mau tanya, paket wisata Prambanan - Ratu Boko itu belinya di loket Prambanan? Jadi pas ke Ratu Boko kita ditungguin gitu sama mobilnya apa gimana ya? Ada ketentuan waktu jalan2nya gak? Misal dibatasi hanya 30 menit? Thank You Kak☺️☺️

    BalasHapus
    Balasan
    1. Beli tiket paket wisatanya di loket tiket masuk Prambanan. Ada pilihan tiket terusan gitu deh. Terus, mobil shuttle Prambanan - Ratu Boko itu ada jadwalnya sendiri. Jadi, pas beli tiket harus langsung minta jadwalnya, biar langsung atur kapan berangkat dan kapan pulangnya.

      Hapus