30 Mei 2015

Kami tiba di Pulau Peucang sebelum jam tiga sore. Langit masih cerah dan matahari bersinar cukup terik. Kami langsung beres-beres, pindahan barang dari kapal ke kamar masing-masing. Satu kamar isinya sekitar 12 orang, jadi lumayan padat. Tentunya kami tidak mau berlama-lama di kamar. Selesai beberes, kami langsung berenang-renang di pinggir pantai.
Pantai Pasir Putih Pulau Peucang
Pantai Pasir Putih Pulau Peucang memang luar biasa indah. Airnya jernih, pasirnya putih bersih dan butirannya halus. Ombaknya kecil, sehingga permukaan laut relatif tenang. Berenang di tepi pantai serasa berenang di kolam renang, hahaha! Beberapa kali saya menemukan ikan yang berenang-renang di area pasir putih.
Pantainya landai, sehingga kita bisa berjalan kaki menuju laut. Dasar laut akan turun pelan-pelan, sehingga lama kelamaan permukaan air laut akan sampai di bagian atas kepala kita. Tapi hati-hati, karena setelah berjalan sekitar duapuluhan langkah, dasar pantai akan tiba-tiba turun drastis seperti jurang yang dalam. Jadi buat yang nggak bisa berenang, jangan coba-coba jalan terlalu jauh ke arah laut, ntar tahu-tahu merosot ke dasar laut dan susah ditemukan.
Seluruh kegiatan makan dan masak-memasak dilakukan di atas kapal. Mungkin untuk mempermudah kegiatan memasak, atau untuk mengurangi jumlah sampah di pulau, atau untuk mengurangi biaya kebersihan untuk penduduk pulau, kru rombongan kami memasak di kapal, dan kegiatan makan bersama rombongan juga diselenggarakan di atas kapal. Saya lihat, di kapal lain kegiatan masak-memasak dan makan juga diselenggarakan di atas kapal. Hanya satu kapal, yang penumpangnya bule saja, yang makanannya diantar ke kamar. Mungkin ada biaya tambahan untuk itu.
Nggak cuma manusia yang senang ke pantai.
Sekitar jam 4 sore kami berencana untuk jalan kaki ke Karang Copong untuk melihat sunset. Apadaya, hujan deras mengguyur. Padahal jalan menuju Karang Copong cukup terjal dan licin. Karena kelamaan berembuk, kegiatan trekking baru dimulai sekitar jam lima kurang. Jadi, kesepakatan akhirnya adalah, tetap jalan kaki trekking menembus hutan di tengah hujan deras, lalu foto-foto dengan latar belakang Karang Copong, tanpa perlu ke karangnya itu sendiri.
Jadilah, kami berjalan melewati lumpur di tengah-tengah hutan, sambil disiram hujan deras. Untungnya hutan yang dilewati topografinya landai, jadi tidak merepotkan. Jalan setapak yang berubah menjadi jalur lumpur hanya menambah serunya perjalanan. Karena hujan deras, maka kami tidak bisa foto-foto di hutan. Sayang sekali. Padahal kami melewati beberapa pohon unik, seperti pohon merbau dan pohon fiscus. Pohon merbau yang tinggi besar dan lingkar batangnya sekian belas meter, serta pohon fiscus yang seperti akar-akar tebal yang menjulang tinggi, hanya kami lewati begitu saja karena hujan yang kelewat deras.
Karang Copong di kejauhan.
Trekking ini sebenarnya adalah berjalan kaki menembus Pulau Peucang, dari pantai timur ke pantai barat. Lumayan juga, jalan kaki sekitar 1 jam. Untungnya, setibanya di pantai barat, di dekat Karang Copong, hujan sudah mereda. Jadi masih bisa foto-foto dengan latar belakang Karang Copong. Walau mendung menggantung, foto narsis tetap jalan! Oh ya, dari pantai, kami masih bisa melihat Mercusuar Tanjung Layar di kejauhan. Mercusuar Tanjung Layar adalah mercusuar di ujung paling barat Pulau Jawa.
Pas balik ke tempat penginapan, rombongan sempat berhenti di tengah jalan karena ada ular yang melintang di jalan. Mau jalan lewat rumput di pinggir jalan setapak, takut menginjak ulang yang lebih besar lagi. Jadi kita berdiri menunggu ular itu “sadar diri” dan beringsut menyingkir. Sampai Pantai Pasir Putih, kami langsung disambut rusa-rusa yang merumput di halaman penginapan. Sayang halaman depan penginapan gelap sekali, jadi fotonya kurang bagus. Kalau mau pakai blits, takut mengganggu rusanya.
Sunrise.
Saya tidur cepat. Jam 9 sudah terlelap. Untungnya tidak banyak nyamuk yang mengganggu. Entah autan yang saya pakai ampuh, atau memang bukan musimnya. Yang jelas, saya bangun pagi dalam keadaan segar, dan siap mengejar sunrise di jam 6 pagi. Waktu saya menginap di Pulau Peucang, sunrise muncul tepat jam 6 pagi.
Tidak cuma manusia yang bangun pagi. Babi dan kera juga bangun pagi. Sekitar jam 7, mereka sudah berkerumun di depan penginapan untuk meminta makanan. Kalau babi, mereka paling hanya bersuara-suara sambil mendekati orang-orang yang lewat. Kalau kera ... mereka juga berani (dan sanggup) merebut stoples dari tangan atau menyelinap masuk ke dalam kamar untuk mengobrak-abrik tas. Kera-kera di sini bahkan bisa membuka bungkus dan makan Beng-beng loh.
Babi dan kera minta makan dari wisatawan di pagi hari.
Panitia tour kami sebenarnya agak selengekan juga. Bangunnya kesiangan. Setelah molor-molor, jam 8 pagi kami baru berangkat naik kapal menuju padang penggembalaan Cidaon. Harusnya jam 7 berangkat. Padang Cidaon sebenarnya bukan di Pulau Peucang melainkan di Pulau Jawa, di seberangnya Pulau Peucang. Jaraknya lumayan dekat sih. Perjalanan hanya sekitar 10 menit naik kapal. Tapi jam 8 ternyata sudah terlalu siang, sehingga sudah tidak ada hewan yang merumput atau mencari minum di situ. Hewan yang sempat terlihat adalah seekor merak yang berlari-lari ke balik pepohonan.
Dari padang Cidaon, kami kembali ke penginapan untuk beres-beres dan check out. Jam 12 siang kami berangkat meninggalkan Pulau Peucang untuk pulang. Tentunya kami tidak langsung pulang. Kami mampir dulu di pantai Citerjun. Pantai Citerjun dinamai demikian karena ada air terjun kecil di tepi pantai. Pantainya dangkal sehingga kapal tidak bisa merapat. Karena memang masih sangat alami, di situ belum ada dermaga. Kalau mau ke pantai, wisatawan harus berenang ke pantai. Betul! Nyemplung ke laut lalu berenang ke pantai! Ombaknya cukup besar dan arusnya lumayan deras, jadi butuh nyali tersendiri untuk menuju ke pantai. Untuk yang tidak bisa berenang disediakan pelampung agar bisa didorong ke pantai.
Padang penggembalaan Cidaon.
Untuk yang berkesempatan ke pantai Citerjun, saran saya: Harus berenang sampai di pantainya. Pantainya landai, tapi ombaknya tinggi. Kalau buat berenang sih, tidak terlalu disarankan. Tapi untuk main-main di pinggir pantai, seru! Yang lebih menarik lagi adalah air terjun air tawar yang persis di tepi pantai. Airnya segar sekali. Harus mencoba minum atau cuci muka pakai air sungai itu. Berhubung saya tidak punya kantong tahan air untuk kamera, jadi saya tidak membawa kamera saya ke pantai. Apa boleh buat, tidak ada foto-foto yang diambil dari Pantai Citerjun.
Keluar dari Pantai Citerjun jam dua siang. Sebenarnya rencananya ada satu spot snorkeling lagi di Pantai Handeleum. Akan tetapi, karena takut sampai Jakarta kemalaman, jadinya spot yang terakhir dibatalkan. Tanpa mampir ke spot yang terakhir itupun, kami sampai di Jakarta jam setengah dua malam. Kebayang kan ...
Air terjun di Citerjun.
Jam setengah lima sore kami tiba kembali di Desa Sumur. Lumayan untuk istirahat sejenak. Paling tidak bisa mandi dan rebahan sebentar. Sekitar jam setengah tujuh, kami sudah berangkat naik bus sewaan kembali ke Jakarta. Sampai ke titik temu awal di Plaza Semanggi jam 01:30 dini hari. Selesai sudah liburan kali ini.
(Selesai.)

2 Komentar:

  1. boleh tahu contact person penginapan di sumur atau di peucang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah ... dulu saya ikutan tour, jadi semua sudah diatur EO-nya. Waktu itu emang sengaja nyari paket murah ke ujung kulon lewat browsing-browsing di internet. Nggak mau repot.

      Hapus