9 Agustus 2020

Ada empat stasiun kereta api di kota Surakarta, dan ternyata tiga di antaranya sudah pernah saya bahas di blog ini. Stasiun Solo Balapan, Stasiun Jebres, dan Stasiun Kota sudah pernah saya tuliskan sebelumnya. Yang tersisa adalah Stasiun Purwosari. Padahal Stasiun Purwosari adalah stasiun dengan kenangan paling banyak untuk saya. Saya menghabiskan masa kecil saya di dekat stasiun ini. Waktu sebelum usia sekolah, hampir setiap sore saya diajak orang tua saya kesini untuk melihat kereta. Namanya anak bayi, ya, yang namanya melihat kereta bergerak tentunya senang sekali. Sampai sekarang pun saya masih senang melihat kereta lewat, apalagi kalau kereta yang belum pernah saya naiki.

Stasiun Purwosari di pagi hari.

Stasiun Purwosari adalah stasiun kedua tertua di kota Surakarta. Stasiun ini dibangun di tahun 1875 oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Stasiun ini berada pada jalur utama yang menghubungkan jalur selatan Jakarta – Surabaya, dengan percabangan ke arah Wonogiri. Pada tahun 1907, stasiun ini dibentuk menjadi stasiun pulau, sama seperti stasiun Ambarawa dan stasiun Kedungjati. Tentunya sekarang bentuknya sudah menjadi stasiun biasa, dengan beberapa jalur dan di antara masing-masing jalur terdapat peron.

Buat yang belum tahu, stasiun pulau adalah stasiun yang berada di tengah jalur-jalur kereta. Kalau penumpang mau naik kereta, mereka harus menyeberang rel dulu. (Jangan dibandingkan dengan sekarang, ya, di awal abad ke-20 jumlah kereta yang beroperasi kan tidak banyak.) Lawannya stasiun pulau adalah stasiun sisi. Stasiun sisi adalah stasiun yang berada di sisi suatu jalur kereta, seperti stasiun yang ada di film-film koboi jaman dulu.

Stasiun ini saat ini berada di tepi Jl. Slamet Riyadi no. 502, Purwosari, Laweyan, Surakarta. Stasiun ini menarik karena memiliki jalur kereta yang kemudian sejajar dengan jalan raya dan masih aktif dipakai. Jalur ke arah Wonogiri, saat keluar dari stasiun ini, memang terletak sejajar dengan Jl. Slamet Riyadi hingga nantinya akan meninggalkan jalan raya setelah melewati Beteng Trade Center.

Peron stasiun Purwosari. Di kejauhan terlihat menara air yang sudah ada dari jaman Belanda.

Dari pertama kali stasiun ini dibangun, fungsinya memang dimaksudkan untuk melayani kereta barang, meskipun juga melayani kereta penumpang. Sampai sedang, stasiun ini juga masih melayani kereta barang.

Waktu saya masih kecil di tahun 1980-an, belum ada tembok pembatas antara areal stasiun dan perumahan penduduk. Kita masih bisa masuk ke areal stasiun di dekat depo melalui jalan belakang. Di stasiun terdapat taman kecil dan kolam ikan, dimana saya dan adik saya suka bermain di situ. Sekarang sih, sudah ada tembok pembatasnya. Tamannya tidak tahu masih ada atau tidak.

Oh ya, dulunya, tegel stasiun Purwosari adalah tegel yang polanya kotak-kotak seperti cetakan waffle berwarna oranye. Kalau di Wikipedia, bentuk ini disebut sebagai tegel tahu. Tegel tahu ini adalah asli peninggalan NIS, dibuat oleh Alfred Regout & Co, di Maastricht, Belanda. Tegel ini dulu dipilih karena kuat mengingat yang lewat adalah orang dan gerobak barang. Di tahun 2017, stasiun ini direnovasi dan tegelnya diganti menjadi marmer.

Sepetak tegel asli stasiun Purwosari.

Sebelum masa pandemi covid-19, stasiun ini melayani kereta komuter ekonomi dan kereta ekonomi keluar kota, termasuk ke Bandung, Jakarta, dan Surabaya. Selama pandemi ini, memang banyak perjalanan kereta api yang dihentikan. Padahal, terakhir kali saya berkunjung kemari, stasiun ini cukup ramai bahkan dari pagi.

Saya sendiri terakhir datang ke stasiun ini adalah untuk menaiki kereta Batara Kresna ke Wonogiri di tahun 2018. Kereta wisata dua gerbong ini memang jalur yang menghubungkan antara Kota Solo dan Kota Wonogiri lewat rel kereta api. Saya sendiri, sebelum tahun 2018, pernah beberapa kali turun dari kereta di stasiun ini. Tapi sayangnya, foto-foto yang saya punya semuanya dari tahun 2018 saja.

Waktu saya berkunjung di tahun 2018, memang saya sempat kaget karena sebelumnya saya sudah sangat lama tidak datang kemari. Renovasi di tahun 2017 memang merubah cukup banyak tampilan stasiun. Ada beberapa bagian yang tadinya terbuka kini menjadi beratap. Ada juga bangunan tambahan yang berfungsi sebagai tempat loket, tempat penjemput/penantar penumpang, dan pemeriksaan tiket. Rasanya bangunan stasiunnya secara keseluruhan menjadi lebih tertutup.

Salah satu bagian cagar budaya di stasiun.
Salah satu bagian cagar budaya di stasiun.

Untungnya, mesipun renovasinya cukup menyeluruh, namun untungnya beberapa bagian yang dirasa bersejarah masih dipertahankan. Tentu saja, itu karena bangunan stasiun Purwosari sudah ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai dengan SK Walikota Solo No. 646/1-2/1/2013. Kalau ada yang berminat berkunjung kemari, akan terlihat beberapa bentuk bangunan yang terlihat kolonial dan “nggak nyambung” dengan bangunan lainnya. Tentunya itu karena bangunan-bangunan yang bersejarah tidak boleh dihancurkan.

Oh ya, kalau suatu saat berkunjung kemari, jangan lupa melihat ke menara airnya. Menara air ini sudah ada dari jaman Belanda juga. Kayaknya sih menara air ini sudah tidak dipakai lagi. Menara air ini letaknya di sisi utara stasiun, di seberang rel kalau dilihat dari peron penumpang. Menara air ini adalah sisa-sisa depo lokomotif yang dulu ada di stasiun ini. Sekarang deponya masih ada, tapi menjadi depo mesin saja.

Kalau kondisi sudah memungkinkan, saya ingin mencoba jalan-jalan ke stasiun Purwosari lagi. Apalagi, saat ini sedang dibangun flyover di dekat stasiun ini untuk mencegah kemacetan saat kereta lewat. Siapa tahu saya bisa melihat hasil pembangunannya tahun depan. Ada yang berencana naik kereta ke kota Solo? Siapa tahu keretanya berhenti di stasiun Purwosari. Bisa mampir sebentar melihat cagar budaya yang satu ini.

7 Komentar:

  1. saya sering lewat tetapi belum pernah berkunjung ke solo naik kereta, apalagi kemarin ke solo muter2 yang ke arah stasiun di tututup ada pekerjaan apa kurang paham saya, 2 kali muter lewat manahan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang sedang ada pembangunan jalan layang, Kak. Kayaknya tahun depan baru selesai.

      Hapus
  2. Wah banyak juga ya stasiun kereta api di Surakarta, ada empat stasiun, kalo di kota Tegal cuma ada dua mbak.

    Stasiun Purwosari dibangun tahun 1875, berarti sudah seabad lebih, pantesan ada cagar budaya dalam stasiun nya.

    Dulu di stasiun Tegal juga ada tegel seperti itu mbak, tapi sekarang sudah jadi keramik. Eh tapi aku ngga lihat secara keseluruhan stasiun Tegal sih, soalnya jarang naik kereta, seringnya naik bus kalo ke Jakarta.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah menarik juga, stasiun di Tegal dulunya tegelnya tegel tahu. Kayaknya itu standar stasiun jaman Belanda ya. Tapi meskipun bentuknya tidak menarik, kuat dan nggak licin waktu hujan.

      Hapus
  3. Stasiun Balapan yang paling terkenal, krn ada di dalam lagu dan sering dinyanyikan heheheh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha ... iya. Stasiun Balapan memang stasiun utama kota Solo.

      Hapus
  4. belum pernah menginjakkan kaki di stasiun ini
    waktu ke solo, turunnya yang di stasiun balapan.
    jadi kangen solo deh, planning ke solo sering batal mulu

    BalasHapus