30 Oktober 2022

 

Candi Borobudur dalam perawatan.

Di artikel ini saya menceritakan pengalaman melihat langsung candi Borobudur. Kenapa melihat langsung? Karena sejak jaman pandemi ini, pengunjung sudah tidak bisa lagi naik ke atas candinya. Infonya, karena sedang dilakukan perawatan total terhadap candi. Kecuali mungkin untuk orang-orang yang berdoa di kegiatan upacara khusus ya, mereka harusnya tetap bisa naik ke atas. Jadinya kita yang bukan umat Budha di kegiatan khusus, cuma bisa melihat saja, tanpa bisa menaikinya.

Saya sudah beberapa kali ke candi Borobudur sejak tahun 80-an ya. Jadi saya sudah beberapa kali naik ke atas candi, bahkan sampai berhasil memegang arca Budha yang ada di dalam stupa di tingkatan paling atas. Saya ingat dulu banget, mungkin saya baru TK ya, keluarga saya datang ke Candi Borobudur dan ayah saya parkir mobil di antara rumah penduduk. Dari rumah penduduk terdekat ke candinya cuma jalan sebentar banget. Di kemudian hari, jarak antara candi dengan rumah penduduk semakin jauh, dan areal candi mulai dipagari lebih tinggi. Tapi arealnya tidak seluas sekarang, dan belum ada tambahan museum-museum seperti sekarang.

Sekarang areal Taman Wisaya Candi Borobudur sangat luas. Di dalam areal candi ini, tidak hanya ada candinya saja, tapi juga ada museum-museum, sebuah toko kelontong dan pernak-pernik, serta taman dengan beberapa penanda peringatan. Ada juga wisata keliling kompleks dengan kereta mini, naik andong, atau bahkan pengunjung juga bisa naik gajah. Tapi saya tidak naik ketiga-tiganya karena saya memilih jalan kaki di sekitaran Borobudur ini.

Datang ke Candi Borobudur, mobil akan parkir di areal parkir. Nah, dari areal parkir, kita harus jalan ke loket penjual tiket. Penjual tiket untuk turis asing terpisah dari turis domestik. Untuk turis domestik, kita cukup datang ke loket turis domestik. Harga tiket Rp 50.000,-. Loket juga menjual tiket terusan Borobudur – Prambanan dan tiket terusan Borobudur – Ratu Boko.

Loket tiket wisatawan domestik.

Waktu saya datang, sedang ada promosi penggunaan pembayaran berbasis QR. Jadi kalau beli tiketnya pakai QR, dapat gratis satu botol Aqua. Lumayan, kan ... Oh ya, untuk yang beli tiket di aplikasi (misalnya tiket.com), ada mesin khusus untuk cetak tiketnya. Pas udah beli tiket, barulah saya melihat informasi bahwa sebetulnya bisa masuk dengan langsung tap in kartu Mandiri e-Money, BNI TapCash, atau BRIzzi. Tahu gitu, nyoba pakai e-Money untuk masuk ke Taman Wisata Candi Borobudur ya. Jadi serasa masuk ke halte busway Transjakarta atau stasiun Commuter Line Jakarta.

Tepat di sebelah toko kelontong (tempat saya ambil Aqua gratisan), ada pendopo yang memamerkan foto-foto Candi Borobudur jaman dahulu. Ada juga foto-foto arca yang ada di Candi Borobudur. Dari sini, saya jalan kaki ke candinya. Jalannya lumayan ya. Untung datangnya masih pagi hari. Kalau sudah siang, pasti panas sekali. Untuk ke area Borobudur, kita harus naik tangga. Di lokasi Borobudurnya, walau masih pagi pengunjung sudah banyak. Berkali-kali terdengar peringatan dari petugas yang meminta pengunjung untuk tidak menginjak rumput, apalagi mencoba naik ke candi walaupun hanya di tangga bawah.

Jalan ke candinya jauh juga.

Di candi Borobudurnya, pengunjung hanya dapat melihat candi. Satu-satunya bagian dimana kita bisa melihat ukirannya dari dekat adalah di bagian terbuka dari Karmawibhangga, yaitu relief paling bawah yang dulunya tertutup pondasi penguat luar dan sekarang dibuka sedikit agar dapat dilihat pengunjung. Ukiran di lapisan Karmawibhangga ini mengisahkan hukum sebab akibat bagi manusia yang terikat oleh nafsu duniawi. Bagian ini memang sudah ditutup pondasi dari masih jaman candi Borobudur baru selesai dibangun, karena tujuannya adalah untuk mencegah candi runtuh.

Walau hanya melihat dari bawah, namun keindahan Candi Borobudur tetap dapat memukau para pengunjung. Sayang sekali, perusakan yang sudah dilakukan selama berabad-abad tetap meninggalkan jejaknya. Bahkan dari jauh pun, jumlah patung sang Budha yang sudah tidak bertangan atau tidak berkepala terlihat cukup banyak juga.

Di dekat candi Borobudur, ada sepasang pohon kenari. Buahnya berserakan di halaman candi, dan pengunjung bisa mencoba memecah kulitnya dan melihat secara langsung buah kenari serta biji kenari yang belum diproses. Melewati sepasang pohon kenari ini, kami berjalan keluar sesuai petunjuk arah. Keluar menuju ke area parkir, kami melewati Museum Samudra Raksa dan Museum Borobudur. Museum Samudra Raksa menyimpan kapal yang dipakai di dalam ekspedisi kapal Borobudur. Museum Borobudur memamerkan foto-foto relief di tingkatan Karmawibhangga dan juga berbagai artefak arkeologi yang ditemukan di sekitar Candi Borobudur.

Salah satu relief di tingkatan Karmawibhangga yang bisa dilihat pengunjung dari dekat. 

Melewati kedua museum ini, pengunjung akan masuk ke area komersial tempat pedagang menjual pernak-pernik dan oleh-oleh khas Borobudur. Dari pertama kali masuk ke area komersial, sampai tiba di area parkir, jalan kakinya menghabiskan waktu sekitar 20 menit. Ini nggak pakai berhenti untuk lihat-lihat dagangan ataupun beli ya. Jadi kalau jatah waktu kunjungnya pendek, ingat baik-baik untuk atur waktu supaya tidak malah kelamaan jalan di area komesial ini.

Sebelum tahun 2022 ini, terakhir saya ke Candi Borobudur adalah tahun 2014. Waktu itu, saya masih bisa naik ke atas candi, dan saya ingat di perjalanan turun candi saya menemukan beberapa relawan yang sedang mencabuti tanaman yang tumbuh di sela-sela batu. Ada juga yang mengambili sampah-sampah yang ditinggalkan wisatawan bandel.

Memang menjaga kelestarian candi sebesar Candi Borobudur bukan hal yang sepele. Seorang teman saya dulu pernah bercerita bahwa batu-batu tersebut harus rutin dirawat untuk mencegah tumbuhnya lumut dan jamur. Belum lagi, untuk menjamin masyarakat sekitar turut menjaga kelestariannya, maka Pemerintah perlu mengembangkan program pemberdayaan masyarakat termasuk dari sisi perekonomiannya. (Ini juga sepertinya salah satu prasyarat untuk memasukkan Candi Borobudur ke dalam daftar warisan UNESCO). Jadi, saya sih tidak heran kalau Candi Borobudur ditutup untuk beberapa lama dalam rangka perawatan.

Toh, datang ke Candi Borobudur, kita tidak hanya melihat candi semata, namun juga menumbuhkan kebanggaan terhadap warisan sejarah kita. Lagi pula, Candi Borobudur bukan hanya kekayaan budaya Indonesia saja, namun juga telah menjadi kekayaan budaya dunia.

Semoga masih bertahan sampai ke generasi mendatang.

0 Komentar:

Posting Komentar