6 September 2014

Upacara pemotongan rambut anak gimbal, puncak acara DCF 14

Tanggal 30 – 31 Agustus 2014 kemarin saya berkesempatan untuk ikutan Dieng Cultural Festival 2014 (DCF 14). Alasan saya datang sih cuma karena penasaran dengan upacara pemotongan rambut anak gimbal. Tapi sambil menyelam juga harus minum air – jadi saya juga menyempatkan diri untuk menikmati hal-hal lain selama DCF ini. 
Saya yakin, ada banyak sekali blog dan artikel yang menulis tentang DCF 14 ini. Daripada saya hanya mengulang-ulang tulisan orang lain, mendingan saya menulis tentang pesan kesan saya saja selama di DCF ini. Siapa tahu bisa dijadikan masukan untuk orang lain yang berniat ke Dieng. Berikut beberapa catatan saya mengunjungi DCF 14 yang lalu.

1.         Ramai banget!
Jalan utama di kawasan wisata Dieng (yang memutari kompleks candi-candi) macet! Bahkan kabarnya, menjelang puncak acara DCF 14, jalanan di kawasan Wonosobo yang menuju ke arah Dieng terhambat. Waktu saya datang, memang jalan masuk menuju Desa Wisata Dieng Kulon sudah mulai macet. Waktu pulang lebih parah lagi, jalanan di kawasan wisata bisa tidak bergerak selama sekitar setengah jam lebih. Maklum, jalan sesempit itu juga harus dibagi dengan tanki bensin, truk pengangkut barang, dan kendaraan berat lainnya.
Begitu memasuki kawasan wisatanya, sejauh mata memandang, yang saya lihat adalah orang. Orang, orang, orang. Dan ada banyak backpacker. Hampir di sepanjang jalan ada kelompok-kelompok orang yang membawa backpack duduk-duduk atau berdiri bergerombol. Jangan coba-coba datang ke acara seperti ini tanpa reservasi tempat penginapan, kecuali kalau memang punya rencana camping. Dijamin nggak kebagian kamar.
2.         Makan di mana?
Banyak rumah makan dan warung yang kewalahan menghadapi pengunjung yang jumlahnya banyak. Pelayanan terhadap pengunjung menjadi lama, dan jangan heran kalau ada pesanan yang terlewatkan. Oh ya, makanan favorit bisa lebih cepat habis karena jumlah pembelinya ekstra banyak. Mungkin karena distribusi bahan makanan ke tempat ini aslinya memang tidak mudah, ditambah kemacetan di mana-mana, jangan heran kalau ada warung yang cepat tutup karena kehabisan makanan.
Walau acara DCF 14 selesai hampir dini hari, tapi banyak tempat makan yang sudah tutup sebelum itu. Dan pagi-pagi jangan harap ada rumah makan atau warung yang buka. Selain sarapan di tempat penginapan, yang paling mungkin adalah beli indomie atau pop mie. Disarankan banyak-banyak membawa snack kalau berkunjung ke acara seperti ini.
3.         Makan apa?
Yap, pertanyaan ini berhubungan dengan pertanyaan sebelumnya. Kalau masih kebagian, jangan ragu untuk mencoba mie ongklok dan sate khas Wonosobo. Mie ongklok bumbunya kenyal dan gurih. Sedangkan sate di daerah situ bumbunya tidak sehalus sate Madura, butiran kacangnya masih terlihat di bumbu. Untuk minuman, boleh mencoba ramuan herbal Purwaceng. Sedangkan kalau “rindu” makanan biasa, di sini juga ada rumah makan padang dan warung ayam goreng.
Mie ongklok
Untuk oleh-oleh, sangat disarankan untuk membawa minuman khas Dieng, yaitu sirup buah Carica. Sedangkan cemilan yang populer dijual di kawasan Dieng adalah keripik jamur. Teh juga bisa menjadi buah tangan yang disukai oleh keluarga, karena teh yang dijual di daerah Dieng kualitasnya bagus.
4.         Cuaca
Suhu di Dieng malam hari luar biasa dingin. Dini hari suhunya bisa mencapai 4° Celcius. Saya yang tidur di dalam ruangan bertiga, sudah pakai long john, kaos dobel, plus sweater pula, masih meringkuk di balik selimut tebal. Kabar dari rekan-rekan yang menginap di tenda, pagi-pagi di atas tenda mereka ada bunga es. Banyak orang yang menginap di tenda tidak bisa tidur karena dingin banget! Untuk yang berencana menebeng di rumah penduduk (di ruang tamu, misalnya) jangan lupa tetap bawa sleeping bag.
Yang menginap di tenda, siap-siap kedinginan!
Tapi siang hari bisa lumayan panas loh. Kalau tidak ada awan, sinar matahari dijamin membuat kulit cepat gosong. Untuk mengurangi resiko kanker, penggunaan krim anti-UV sangat disarankan.
5.         Budayakan mengantre
Ini masih terkait dengan jumlah orang yang datang. Kemana-mana harus antre. Bahkan, mau melihat proses pemotongan rambut anak gimbal sekalipun, harus antre untuk memasuki kompleks candi Arjuna. Waktu saya di sana, saya antre sampai sekitar setengah jam lebih – dan saya berhasil memasuki kompleks Candi saat pemotongan rambut anak yang ketiga. Padahal sebelum acara Jamasan selesai, saya sudah lari duluan buat antre ke kompleks pemotongan rambut. Urusan makanan dan beli oleh-oleh juga mengenal kewajiban antre ini. Jadi kalau sedang membeli oleh-oleh, jangan ragu-ragu. Soalnya kalau mau beli lagi, ya antre lagi.
6.         Harus memilih prioritas
DCF 14 terdiri dari banyak acara. Belum lagi ada banyak kegiatan lain yang bisa dilakukan di Dieng, seperti wisata alam atau wisata kuliner. Dengan kemacetan di mana-mana dan antrean yang mengular naga, sudah sepantasnya kita menyusun prioritas. Untuk saya, karena tujuannya adalah untuk melihat upacara pemotongan rambut, ya saya hanya fokus di situ. Kalau ada beberapa keinginan, harus diperhatikan waktunya.
Sesepuh desa dan seorang anak gimbal, menerjang antrean VIP memasuki areal Candi Pandawa
Ini contohnya yah. Ada rekan-rekan yang ingin menonton Jazzatasawan (Sabtu tengah malam), melihat sunrise di puncak bukit Sikunir, dan melihat upacara pemotongan rambut anak gimbal. Jazzatasawan selesainya sekitar jam satu pagi. Sunrise sekitar jam 5 pagi. Karena macet, perjalanan ke Desa Sembungan (tempat parkir di kaki bukit Sikunir) bisa dua jam. Belum lagi, ada yang tidak suka musik jazz dan sudah ada di areal menonton sunrise dari pagi-pagi buta. Walhasil, dengan tidur tidak sampai satu jam, sudah langsung berangkat ke bukit. Di sana, berdingin-dingin ria mengantre karena di bukit sudah penuh orang. Menonton sunrise juga tidak lega karena banyak kepala orang di mana-mana. Turun dari bukit juga menghabiskan banyak waktu, karena nggak bisa turun sebelum yang di bawah memberi jalan. Perjalanan ke Dieng juga macet. Sampai di kawasan candi, masih harus antre pula untuk melihat upacara potong rambutnya. Walhasil, baru berhasil masuk upacara pencukuran rambut waktu acaranya sudah berlangsung lumayan lama – itupun melewatkan acara Kirab Budaya dan Jamasan.
7.         Kendaraan umum
Satu-satunya kendaraan umum yang saya lihat adalah kendaraan dari/ke arah Wonosobo. Dari terminal di Wonosobo, barulah wisatawan bisa melanjutkan perjalanan ke kota tujuan. Bus ukuran sedang ini jalannya tidak terlalu cepat dan bisa menaikkan/menurunkan penumpang di mana saja. Hati-hati kalau memang berminat menggunakan kendaraan umum ke Dieng.
8.         Cari tiket/paket tour jauh-jauh hari
Dieng Cultural Festival adalah kegiatan yang diatur oleh panitia dari Pokdarwis Dieng Pandawa. Panitia ini mengatur seluruh kegiatan, termasuk di dalamnya penjualan tiket masuk. Jadi, mereka dari jauh-jauh hari (sekitar bulan Mei), sudah menjalin kerja sama dengan sejumlah jasa tour untuk membantu memasarkan tiket masuk  lengkap dengan paketnya. Panitia ini juga sudah mem-booking jauh-jauh hari losmen-losmen di areal Dieng agar dapat dimasukkan ke dalam paket-paketnya.
Cuma yang VIP dan VVIP yang dapat lampion dari panitia
Jadi, kalau memang berminat mengikuti kegiatan ini, harus sudah booking tiket/paket jauh-jauh hari. Apalagi kalau memang mengikuti keseluruhan prosesi, maka sebaiknya bisa dapat tiket VIP ataupun VVIP. Soalnya, ada beberapa kegiatan yang memang hanya bisa dilakukan oleh pemegang tiket VIP dan VVIP. Pemegang tiket VIP dan VVIP mendapatkan jatah lampion yang bisa diterbangkan, jagung, kaos, kain batik, dan juga tentunya tempat yang lebih dekat dengan prosesi upacara. Oh ya, kalau beli paket, jangan lupa periksa goody bagnya. Kemarin lampion saya sobek, jadi tidak bisa terbang. Lain kali harus bawa bekal selotip kertas biar bisa asal tambal kalau ada sobek kecil.
Kalau berminat datang mendadak di hari H, maka siap-siap untuk kesulitan mencari penginapan, kesulitan mendapatkan posisi strategis untuk memotret upacara adat yang berlangsung, dan juga tidak bisa ikutan menerbangkan lampion. Tentunya, kalau tujuannya adalah untuk sekedar jalan-jalan ke Dieng beramai-ramai dengan teman-teman, apapun tiketnya – bahkan kalau tidak dapat tiket sekalipun, tetap saja asik.
Tapi dari itu semua, catatan paling penting untuk saya adalah: ini liburan! Apapun yang terjadi, saya mengambil hikmahnya sekaligus mengambil kesempatan untuk bersenang-senang. Yang namanya liburan, harus dibawa senang!
Oh ya, untuk tambahan, berikut beberapa oleh-oleh jepretan kamera dari jalan-jalan ke DCF 14 yang lalu:
Areal Candi Pandawa, dengan pembatas antara tamu VVIP, VIP, dan Festival. Tiket umum tidak boleh masuk.
Yang di atas itu lampion yang diterbangkan pengunjung.
Sepotong acara Jazzatasawan
Pagi hari di Dieng
Mengantuk saat prosesi Jamasan - namanya juga anak-anak. Ini 4 dari total 7 anak yang dicukur.
Pemotongan rambut oleh pejabat setempat
Rambut gimbal yang baru saja dipotong
Macet menjelang waktu pulang

0 Komentar:

Posting Komentar