9 Januari 2016

Waktu saya datang ke Kupang di tanggal 24 Desember kemarin, teman yang saya kunjungi sebenarnya masih harus menyelesaikan proyeknya. Jadi kami tidak bisa jalan-jalan seharian penuh karena dia masih harus menyelesaikan meeting dengan tim konsultannya (yang galak-galak itu). Akan tetapi, dengan waktu yang terbatas, saya masih sempat mengunjungi beberapa tempat wisata di sekitaran Kota Kupang. Ini dia beberapa tempat yang saya kunjungi :

Pantai Lasiana

Pantai Lasiana, dengan barisan pohon Lontar di tepinya.
Tempat wisata yang masih di dalam Kota Kupang ini adalah salah satu tempat wisata wajib bagi orang yang berkunjung ke Kupang. Karena saya datang di malam Natal, tempat ini relatif sepi dari pengunjung lokal. Bukan apa-apa, penduduk Kupang umumnya merayakan Natal bersama keluarga di rumah, bukan hura-hura di tepi pantai. (Mungkin di tahun baru lebih meriah, tapi sayangnya saya tidak bisa tinggal di Kupang sampai tahun baru.)
Yang menarik dari Pantai Lasiana adalah, pohon yang melambai-lambai di tepi pantai bukan hanya pohon kelapa namun juga pohon lontar. Berhubung di pantai di Pulau Jawa jarang ada pohon lontar yang tumbuh, pemandangan ini terasa unik di mata saya.
Sebelum saya datang ke Kupang, saya sempat menemukan berita di internet bahwa ada orang yang dimakan buaya di Pantai Lasiana beberapa waktu sebelum jadwal kedatangan saya. Jadi, waktu teman saya bilang bahwa kami akan menginap di Pantai Lasiana, saya sempat khawatir kalau-kalau di pagi hari ada buaya menunggui saya di depan pintu penginapan. Untungnya, di hari pertama saya tiba di Kupang, saya sempat membaca koran yang memberitakan penangkapan buaya di Pantai Lasiana. Saya langsung merasa lega ... (Lagipula, insiden buaya itu terjadi di muara sungai, yang jaraknya lumayan jauh dari tempat penginapan.)

Pantai Batu Nona

Patung nona-nona di atas batu karang.
Pantai Batu Nona letaknya di sebelah Pantai Lasiana. Sama seperti Pantai Lasiana, pantai ini landai dan berpasir agak kecoklatan. Bedanya, pantai ini lebih kotor daripada Pantai Lasiana. Di sini terdapat batu karang yang disebut sebagai batu nona. Konon kabarnya, batu karang itu bentuknya seperti perempuan. Akan tetapi, dari sisi manapun saya dan teman saya melihat, kami tidak dapat membayangkan perempuan macam apa yang bisa terbayang dari batu karang itu. Di atas batu karang tersebut, terdapat tiga patung wanita (nona-nona) yang gayanya seperti patung-patung modern buatan Bali.
Menurut legenda yang saya baca di internet (www.kupang.tribunnews.com), batu karang yang saya sebutkan tadi adalah tempat bunuh diri seorang gadis yang patah hati. Jadi, katanya, pengunjung sebaiknya tidak naik ke batu karang tersebut lewat dari pukul enam sore, karena roh-roh sudah mulai bergentayangan di jam tersebut. Untungnya waktu saya datang ke Pantai Batu Nona, saya belum membaca legenda ini. Kalau saya sudah baca, mungkin saya agak males juga untuk naik ke atas batu karang. Padahal di atas batu karang itu ada banyak spot yang bagus buat foto-foto.
Oh ya, untuk masuk ke Pantai Batu Nona, pengunjung harus melewati pasar ikan yang banyak menjual ikan asin. Waktu kami lewat, memang banyak toko yang tutup, namun masih ada satu-dua yang buka. Untuk yang senang ikan asin, bolehlah mampir ke pasar tradisional ini. 

Taman Nostalgia Kota Kupang

Gong Perdamaian Nusantara di Kota Kupang.
Taman Nostalgia adalah taman kota yang dilengkapi dengan jogging track dan tempat bermain anak-anak. Kalau dilihat dari konsepnya, taman ini dimaksudkan sebagai tempat aktivitas warga, baik untuk berolah raga, tempat bermain, dan tempat berkumpul remaja. Sayangnya, saat saya datang tempat ini nampak tidak terlalu terawat. Di beberapa tempat, cat tembok sudah mulai mengelupas dan di beberapa tempat jalan setapaknya sudah mulai rusak. Yah, paling tidak, tulisan “Taman Nostalgia Kota Kupang” besar-besar berwarna merah masih tetap okeh untuk foto-foto eksis.
Di taman ini terdapat Gong Perdamaian Nusantara Kota Kupang, yang diresmikan oleh Pak Susilo Bambang Yudhoyono waktu masih menjabat sebagai presiden Republik Indonesia. Gong dengan diameter dua meter ini memuat lambang berbagai kota dan provinsi di Indonesia, serta simbol-simbol keagamaan sebagai tanda kebersamaan antar agama di Indonesia.
Bunga Sepe yang menandakan musim hujan tiba.
Taman Nostalgia terletak di tepi Jl. Frans Seda, salah satu jalan utama di Kota Kupang. Di sepanjang jalan ini terdapat banyak pohon flamboyan. Orang Kupang menyebutnya sebagai pohon sepe, dan bunga flamboyan sudah tentu lebih dikenal oleh masyarakat lokal sebagai bunga sepe. Bunga sepe berbunga di awal musim hujan. Menurut teman saya yang sudah tinggal beberapa bulan di Kupang, di awal bulan Desember, seluruh pohon sepe di sepanjang Jl. Frans Seda mengeluarkan bunga berwarna oranye kemerahan, dan dari jauh mahkota pohon akan terlihat berwarna merah. Sehingga, berjalan-jalan di dekat Taman Nostalgia saat itu akan terasa seperti jalan-jalan di antara pepohonan di musim gugur di negara empat musim. Sayangnya, saat saya datang, bunga sepe sudah mulai berguguran dan daun-daunnya sudah kembali pulih.

Kampung Solor

Siapa yang tak tergoda menikmati hidangan laut?
Kampung Solor sebenarnya adalah daerah pasar. Di siang hari, daerah ini adalah pasar tradisional dan pusat pertokoan tempat orang berbelanja. Tapi begitu malam hari, salah satu sudutnya berubah menjadi pusat kuliner laut. Tidak heran, letak Kampung Solor memang di tepi pantai. Sayangnya pantainya tidak dapat dikunjungi dengan leluasa karena berbatasan dengan perkampungan penduduk dan pasar.
Untuk wisatawan, Kampung Solor lebih dikenal sebagai pusat kuliner hasil laut. Menurut teman saya, orang yang makan-makan hidangan laut di sini umumnya bukan penduduk sekitar. Bukan apa-apa, harganya memang relatif mahal dibandingkan dengan tempat lain. Namun tempatnya bersih dengan nuansa warung tradisional sehingga cocok untuk turis. Penjualnya juga tidak semuanya orang lokal, malahan banyak yang berasal dari Pulau Jawa.
Wisata kuliner di Kampung Solor.
Di Kampung Solor, ada banyak penjual hidangan laut. Mereka menata dagangan mereka di atas etalase atau kotak pendingin, dan pengunjung dapat memilih sendiri ikan ataupun hewan laut lain yang akan dimakan. Tinggal tunjuk, beri instruksi apakah ikan akan dimasak bumbu saus padang atau bumbu merica, goreng atau bakar ... dan tunggu. Seluruh pesanan akan datang beriringan untuk disajikan diatas meja. Pengunjung dijamin akan ketagihan dan kembali lagi kemari. Untuk harga, disarankan untuk menawar supaya mendapatkan harga yang pas. Waktu saya dan teman-teman (berenam) makan di Kampung Solor, kami mengeluarkan sekitar Rp. 200.000,- untuk dua ekor ikan dan seekor cumi besar yang dibakar. Biaya itu belum termasuk minuman, nasi putih, dan sayur.

Sebetulnya, masih ada banyak tempat wisata lain di Kota Kupang yang belum sempat saya kunjungi, seperti Pantai Panjang yang merupakan tempat nongkrong para remaja, atau Taman Rekreasi Gua Monyet. Sayangnya, karena keesokan harinya saya sudah harus berangkat ke Kota Soe, saya tidak sempat berkunjung. Mungkin suatu saat nanti saya bisa melihat tempat-tempat itu.

0 Komentar:

Posting Komentar