7 Desember 2013

4.  Gua Tempurung

Hari Minggu ini saya dan teman saya hendak mengunjungi Gua Tempurung dan Kelly’s Castle. Memang sebenarnya Gua Tempurung merupakan tujuan utama kami datang ke Ipoh ini. Sedangkan Kelly’s Castle kebetulan sejalan saat kami kembali ke Ipoh dari Gua Tempurung.

Gua Tempurung adalah salah satu gua batu kapur terbesar di Malaysia barat, yang panjangnya mencapai 3 km. Gua ini dipercaya sudah ada sejak tahun 8000 SM. Sebelum menjadi tempat wisata, gua ini sempat juga menjadi tambang timah. Di jaman dahulu, Ipoh termasuk kota bisnis yang maju pesat berkat tambang-tambang timah yang ada di sekitarnya.

Gua Tempurung jaraknya cukup jauh dari kota Ipoh. Gua ini dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun taksi dengan perjalanan selama 45 menit. Kalau naik bis, Anda harus turun di halte terdekat yang jaraknya sekitar 30 menit jalan kaki. Jalan dari halte bus ke gua sangat sepi dan tidak ada rumah penduduk. Di kiri kanan hanyalah pepohonan kelapa sawit. Kalau minatnya untuk datang ke sekitar Ipoh benar-benar hanya untuk mengunjungi gua ini, hotel di dekat kawasan industri Gopeng adalah hotel-hotel yang paling dekat dengan gua Tempurung. Tapi ingat yah, itu kawasan industri, bukan kawasan wisata.

Jembatan menuju ke mulut Gua Tempurung
Gua ini jauh dari mana-mana. Jadi idealnya wisatawan datang dengan mobil sendiri. Taksi dari Ipoh dapat diminta untuk mengantar, menunggu, dan membawa penumpang kembali ke Ipoh. Mengingat taksi di Ipoh tidak menggunakan argo, maka tawar-menawar menjadi kunci yang penting. Kalau berdasarkan pengalaman dan juga nasihat resepsionis di hotel, harga sewa taksi per jam adalah antara RM 30 sampai RM 35. Tapi, sopir taksi yang mengantar kami dari Jalan Bercham ke hotel sempat mengatakan sewa taksi per jamnya RM 20. Mungkin kondisi taksi juga menjadi faktor penting, soalnya waktu kami mencari taksi untuk ke gua Tempurung, kami mencari taksi yang pakai AC.

Saat tiba di area parkir Gua Tempurung, kami disambut oleh kebun dan danau buatan yang asri. Di pinggir danau ada rumah-rumahan yang bisa dipakai untuk duduk-duduk. Tapi kami tidak mau berlama-lama di situ. Segera kami mencari ke loket tiket untuk masuk ke Gua Tempurung.

Informasi untuk Gua Tempurung dapat diperoleh melalui internet, misalnya di http://www.ipoh-city.com/attraction/Gua_Tempurung/ atau di http://www.guatempurung.com . Tapi untuk website yang kedua ini, saya tidak pernah berhasil membukanya. Mempelajari website ini penting, karena Gua Tempurung juga dilalui sungai bawah tanah, dan jika berminat untuk melewati sungai tersebut tentunya perlu persiapan khusus. Jam kerja juga perlu diperhatikan, karena setiap harinya tour ditutup jam 16:30 dan di hari Jumat ada jeda istirahat untuk Jum’atan.

Menurut website, ada empat jenis tour dengan harga tiket yang berbeda-beda. Pada kenyataannya, antara tour 1 dan 2 tidak jelas perbedaannya, karena tidak ada batasan antara area yang dapat dijelajahi oleh tour 1 dan tour 2. Waktu kami di sana, kami membaca bahwa Tour 1 tidak perlu tour guide, sedangkan Tour 2 masih diberi tour guide dengan peserta minimal 5 orang. Karena kami merasa tidak tahu medan, maka kami memutuskan untuk membeli tiket Tour 2 dan menunggu kalau ada orang lain yang bisa bergabung dengan kami. Kami diberi stiker kecil yang menjadi kode tour kami (TW = Top of the World) untuk ditempelkan di baju. Maksud hati menunggu grup wisata lain, ternyata kami berdua justru disuruh petugas untuk langsung masuk saja ke gua. Ya sudah, kami pun jalan-jalan di gua tanpat tour guide.

Untuk masuk ke gua, kami melewati jembatan kecil yang membawa kami ke sebuah lubang di dinding tebing kapur. Pintu masuknya kecil dan seperti lubang masuk saluran air: pintu besi yang sudah karatan, dengan plang kecil di atas yang menunjukkan kalau itu adalah pintu masuk ke Gua Tempurung. Tapi jangan salah, begitu masuk, kami langsung terpesona dengan dinding lorong dan sungai bawah tanah yang mengalir di bawah kami. Dan setelah berjalan sekitar 10 menit, saya tidak bisa berhenti berdecak kagum melihat ruangan luas yang tersembunyi di dalam tanah ini.

Ruangan pertama yang kami masuki adalah Golden Flowstone Cavern yang kabarnya langit-langitnya mencapai ketinggian 90 meter! Di sini, masih ada celah di atas dinding yang meneruskan cahaya matahari dari luar. Ditambah dengan lampu-lampu yang dipasang sedemikian rupa di antara bebatuan,cahaya yang melewati stalagtit dan stalagmit yang ada menimbulkan bayangan yang sangat imaginatif.

Gua Tempurung, Perak, Malaysia
Yang menarik dari gua ini adalah, sepanjang jalan pengunjung cukup berjalan di jembatan permanen dengan penerangan yang sangat memadai (untuk melihat yah, kalau buat memotret tetap kurang). Tidak perlu bawa senter, kecuali kalau ambil paket yang mau nyemplung ke sungai bawah tanah. Tapi karena saya dan teman saya hanya mau ambil jalur “kering”, senter tidak terlalu berguna. Sebotol air minum lebih berguna, tapi harus hati-hati mengingat sepanjang jalan di dalam gua ini tidak ada kamar kecil.

Jangan lupa persiapkan fisik sebelum masuk ke gua. Walaupun kami berjalan di jembatan yang mulus (tidak perlu menginjak kerikil dan batu-batuan), namun kontur gua menyebabkan jembatan bisa berubah menjadi tangga yang tingginya sama seperti bangunan tiga lantai! Siap-siap kehabisan nafas. Apalagi waktu melewati Giant Cavern, dengan stalagmit yang tingginya mencapai 15 meter.

Gua Tempurung, Perak, Malaysia
Kami berjalan sampai Battlefield Cavern dimana di situ ada batu-batu berserakan seperti reruntuhan dari langit-langitnya. Sampai sini, perjalanan kami berhenti karena jembatan berakhir di sini. Gua di depan kami adalah jalan menuju sungai bawah tanah. Karena kami tidak berminat basah-basahan,kami pun memutuskan untuk kembali ke mulut gua. Total perjalanan bolak-balik dari mulut gua ke Battlefield Cavern dan kembali ke mulut gua adalah dua jam. Dengan catatan, kami banyak berhenti untuk foto-foto dan mengambil nafas. 

Begitu keluar gua, yang pertama kami lakukan adalah: ganti baju. Tidak usah masuk sungai, kaos kami sudah basah kuyub karena keringat. Begitu banyaknya orang yang berganti baju setelah keluar dari Gua Tempurung, sampai-sampai WC umum di dekat situ memasang tarif untuk orang-orang yang masuk hanya untuk ganti baju.

Karena kami hendak menuju ke Malaka, maka kami memutuskan makan siang di situ. Saya makan Soto Bandung yang harganya RM 2,5. Air minum botolan harganya antara RM 1 sampai RM 1,2. Dari Gua Tempurung, kami menuju ke Kelly’s Castle.

5.  Kelly’s Castle

Kelly’s Castle terletak di barat daya kota Ipoh. Secara administratif, Kelly’s Castle letaknya dengan dengan daerah Batu Gajah. Dari Gua Tempurung ke Kelly’s Castle, perjalanan sekitar setengah jam. Kelly’s Castle adalah kastil setengah jadi milik seorang pengusaha kebun asal Skotlandia bernama William Kelly Smith. Menurut ceritanya, karena Pak Kelly ini usahanya banyak dan kaya raya, maka dia jarang tinggal di kastil ini. Istrinya pun juga kadang-kadang kembali ke negeri asalnya. Anak-anaknya juga tidak selalu tinggal di sini. Jadi kastil ini memang dibangun sebagai simbol kekayaan Pak Kelly ini.

Kelly's Castle, dan gambar Pak Kelly, pendirinya
Kastil ini terdiri dari dua bangunan, bangunan pertama dan bangunan kedua yang “baru”. Bangunan pertama sudah hancur dan tinggal beberapa bagian temboknya saja. Bangunan kedua tidak pernah selesai didirikan karena tiba-tiba Pak Kelly meninggal. Di tembok sisa-sisa bangunan pertama, masih terdapat sisa-sisa porselin cantik dan ukiran yang menarik. Sisa-sisa taman di dekatnya juga menunjukkan bekas-bekas patung-patung yang semestinya indah. Kalau bangunan kedua, masih berupa tembok batu bata. Hanya beberapa bagian yang sudah dilapisi. Menurut masterplan bangunan tersebut, di ujung bangunan akan dibangun lift dan di atas atap akan ada tempat pesta dan kegiatan hiburan. Kalau naik ke atap gedung, akan terlihat bahwa kastil ini dikelilingi oleh Kebun Kelapa Sawit. Di bawah tanah ada gudang anggur dan kabarnya ada lorong rahasia yang menembus sampai sebuah kuil Hindu di dekat situ.

Harga tiket masuk, MR 7 untuk yang tidak punya MyKad. Kalau turis lokal cukup membayar RM 5. Kastil ini dikelilingi oleh sungai yang cukup besar. Di kiri-kanannya terdapat taman yang rapi. Kalau berminat untuk duduk-duduk santai di sini, boleh juga. Pemandangannya menarik, reruntuhan kastil dengan kebun kelapa sawit di kejauhan. Tapi jangan sampai melamun, soalnya kastil ini dikabarkan berhantu. Huuu ....
Lorong yang dikabarkan berhantu

Kami selesai berkeliling Kelly’s Castle sekitar jam 2 siang lebih. Untuk mengejar waktu, kami tidak membuang-buang kesempatan untuk menuju ke Terminal Amanjaya yang letaknya di utara Kota Ipoh. Jarak tempuh dari Kelly’s Castle ke Terminal Amanjaya sekitar setengah jam lebih. Itu lewat tol yah, soalnya jaraknya lumayan jauh. Total sewa taksi kami hari ini adalah 5 jam pas. Lumayan juga untuk jalan-jalan model flashpacker.

6. Menuju ke Malaka

Karena sudah hampir jam 3 sore, maka kami mengambil bis pertama yang bertujuan ke Malaka. Harganya RM 35. Pertama saya pikir, murah juga bus ini, dari Ipoh ke Malaka hanya RM 35 sementara kemarin dari LCCT ke Ipoh harganya RM 42. Tapi belakangan saya tahu kenapa.

Bus kami ini berputar-putar dulu di Kuala Lumpur untuk menurunkan penumpang di Pudu Sentral. Lumayan juga, jadi sempat night city tour di Kuala Lumpur. Saya jadi melihat-lihat landmark yang ada di Kuala Lumpur, walau hanya dari kejauhan. Karena jumlah penumpang yang menuju ke Malaka sedikit, maka kami diturunkan dengan paksa di Terminal Seremban. Walau ini bus antarkota yang pakai AC, ternyata kelakuannya sama dengan bus Metromini. Menyesal juga kenapa nggak ngambil bus yang namanya “jelas” di internet.

Ada empat penumpang yang diterlantarkan. Kami berdua, dan dua orang penduduk Malaka yang hendak pulang ke rumah. Setelah ditelantarkan selama satu jam lebih, kami kemudian dicarikan taksi oleh staf bus untuk diantar ke Terminal Sentral di Malaka. Setelah meyakinkan kami bahwa taksi tidak akan meminta bayaran selama kami hanya diantar ke Terminal Sentral, maka kami berempat menaiki taksi tersebut. Karena saya dan teman saya tidak tahu jalan, maka kami menambah RM 20 ke supir taksi agar kami diantar ke Jonker Street. Dengan naik taksi, dari Terminal Seremban ke Jonker Street ditempuh selama sekitar satu jam lebih.

Sampai Jonker Street sekitar hampir jam setengah sebelas. Yah, kami datang hanya untuk melihat para pedagang bebenah setelah selesai pasar malam. Jadi kami di jalan selama 7 jam lebih, termasuk menunggui bus yang ngetem lama di pintu tol dan kemudian terlunta-lunta di Terminal Seremban. Mungkin seharusnya kami ambil executive coach ke Kuala Lumpur dan lanjut ke Malaka naik bus supaya lebih cepat – yah, apa boleh buat. Kami hanya sempat mencicipi sate celup di ujung jalan Jonker sebelum berangkat ke hotel yang tempatnya persis di dekat St Paul’s Hill. Untuk menghilangkan rasa kecewa, kami menyempatkan diri untuk jalan-jalan di antara pedagang yang membenahi dagangannya dan kemudian foto-foto di depan Stadthuys sampai larut malam. 

Sebenarnya untuk yang hobi dugem, area ini cukup menarik. Di ujung Jonker Street ada Hard Rock Cafe. Kalau masuk ke dalam lagi, banyak bar dan club yang buka sampai larut malam. Dan lampu-lampu di pinggir sungai Malaka serta di pinggir jalan-jalan memberikan suasana meriah. Tapi karena sudah capek, kami memutuskan untuk ke penginapan dan beristirahat.

Area Stadthuys di waktu malam saat kami datang
Kami menginap di Aldy’s hotel. Resepsionis hotel Aldy’s jam kerjanya dari jam 8 pagi sampai 12 malam. Jadi, kalau mau check-in atau check-out di luar jam kerja mereka, sebaiknya laporan dulu. Untuk yang diluar dugaan seperti kami (dan tidak punya pulsa untuk telepon ke hotel), maka harus bolak balik di dekat pintu masuk menunggu satpam untuk datang dan menyerahkan kunci kamar ke kami. Dengan catatan, pagi-pagi kami harus check in di resepsionis sekaligus mengambil kupon makan pagi. Begitu menyentuh tempat tidur, saya langsung terlelap. Capek!

(... berlanjut ...) 

0 Komentar:

Posting Komentar