29 Desember 2018


Bulan Oktober yang lalu, kami sekeluarga sepakat untuk menghabiskan akhir pekan di Bandung. Ya, keluarga yang dari Jakarta dan keluarga yang dari Solo, sama-sama ketemuan di Bandung. Rombongan Jakarta, termasuk saya, jam 5 pagi sudah duduk cantik di kereta Argo Parahyangan menuju ke Bandung. Rombongan yang dari Solo sudah naik kereta dari jam sebelas malam menuju ke Bandung. Pemandangan sepanjang perjalanan cantik, lho. Ini adalah salah satu alasan kenapa saya senang naik kereta: bisa melihat pemandangan daerah pedesaan dan perkotaan dalam sekali jalan.
Stasiun Bandung, awal dan akhir perjalanan kami kali ini.
Sekitar jam setengah sembilan, seluruh rombongan sudah berkumpul di Stasiun Bandung. Stasiun ini disebut sebagai stasiun terbesar dan teramai di Jawa Barat. Stasiun ini memiliki fasilitas yang lengkap, dari toilet, mushola, penjual makanan, dan juga ruang kesehatan. Dari stasiun, kami berangkat menuju ke hotel dengan memesan mobil secara online. (Kami nggak naik angkot karena hotel tujuan kami agak ribet jalannya. Lagian kami berbanyak, jadi harganya bisa dibagi ramai-ramai.)
Kami menginap di hotel Hay Bandung, Jl. Trunojoyo no 19, Bandung. Kenapa memilih hotel ini? Pertama, karena lokasinya yang di tengah kota dan strategis, kedua, karena desain interiornya menarik. Hotel ini punya cafe di lantai dasarnya, dan penataannya oke banget. Pokoknya nggak rugi menginap di sini. Jam check in masih lama, sekitar jam 2, jadi kami titip koper dulu di resepsionis, lalu langsung cari makan pagi.
Makan pagi kami, cukup di dekat hotel saja, yaitu Roti Gempol. Roti Gempol adalah toko roti tawar yang juga menyediakan roti bakar untuk dimakan oleh pengunjung. Penjual dan pembuat roti dari tahun 1958 ini sudah terkenal banget di Bandung. Antreannya banyak banget, dan untung hanya dengan berdiri sepuluh menit kami sudah mendapatkan tempat duduk di pojokan. Jangan harap pelayanan yang ramah di sini. Semua staf mungkin sudah tidak peduli, lebih mengutamakan selesainya semua pesanan yang datang bertubi-tubi. By the way, rotinya enak banget lho. Pantas banyak orang yang datang kemari.
Lanjut ke Museum Geologi.
Setelah makan pagi, kami melanjutkan jalan kaki ke Museum Geologi. Jalan kaki dari Roti Gempol ke Museum Geologi, kami melewati Gedung Sate. Karena saat itu sedang ada perayaan ulang tahun TNI, maka jalan di depan Gedung Sate ditutup dari kendaraan umum dan berbagai peralatan tempur macam tank dipajang di situ. Banyak anggota masyarakat yang jalan-jalan untuk melihat-lihat kendaraan perang yang biasanya hanya tersimpan di garasi. (Harapan saya, peralatan tempur yang ada di Indonesia cukup jadi pajangan saja untuk selama-lamanya, amin.)
Nah, sampai di Museum Geologi, kami masuk bersama dengan rombongan anak TK. Keluarga saya pengemar museum, jadi kami memang bisa berlama-lama di sini. Museum Geologi bisa dikatakan sudah bebenah menjadi museum modern. Penataannya menarik dan banyak alat peraga interaktif. Ada juga film penjelasan tentang timbulnya tata surya, yang ternyata disukai oleh anak-anak. Di museum ini juga ada penjelasan tentang kondisi tanah Indonesia yang memang rawan bencana. Memang perlu membawa anak-anak kemari supaya dari kecil mereka belajar untuk waspada dan siaga bencana.
Keluar dari museum, jam sudah menunjukkan waktu setengah dua. Wah, sudah harus makan nih. Kami buru-buru jalan kaki ke Yoghurt Cisangkuy. Tempat makan yang sudah ada sejak tahun 1976 ini memang sudah terkenal banget di kalangan wisatawan. Salah satu pusat kuliner wajib bagi orang yang datang ke Bandung ini memang hanya menyediakan yoghurt dan beberapa jenis makanan. Tapi di warung-warung di depannya, ada banyak makanan lezat yang bisa bikin ngiler. Kami menghabiskan soto, sate, sosis goreng, dan beberapa makanan lain. Semuanya enak.
Keliling Bandung naik bus!
Waktu keluar dari warung makan dan kembali ke jalan utama, kami melihat ada bus yang dihias seperti trem kuno. Ternyata di dekat situ ada halte untuk Bandros, alias Bandung Tour on Bus. Tanpa banyak tanya, kami pun naik untuk mencoba keliling Bandung naik Bandros. Jalur yang kami lewati adalah via Braga dan Alun-Alun. Di sepanjang perjalanan, kami disuguhi cerita mengenai sejarah kota Bandung dan juga penjelasan singkat mengenai tempat-tempat yang kami lewati. Harga tiketnya Rp 20.000,- per orang.
Setelah satu jam perjalanan, kami pun dikembalikan ke depan Museum Geologi, dan kami memilih untuk jalan kaki kembali ke hotel. Enak banget kan hotelnya, nggak usah pakai kendaraan macam-macam, sudah bisa menjangkau tempat wisata populer. Karena yang dari Solo belum sempat istirahat (kan keretanya dari malam), maka kami kemudian check in di hotel dan istirahat. Malah hari, kami cukup makan di cafe di bawah hotel. Porsinya lumayan, sesuailah dengan harganya. Tempatnya juga enak, jadi bisa sekalian ngobrol santai sekeluarga.
Keesokan paginya, di hari Minggu, setelah makan pagi, kami memutuskan untuk jalan-jalan di sekitaran Riau. Ya ... di daerah yang memang terkenal dengan barisan factory outlet. Jalan kaki ya, soalnya daerah Riau juga dekat dengan hotel. Lumayan, setelah mondar-mandir di tempat yang buka, kami dapat baju yang kualitasnya bagus dan harganya miring. (Lha, kok jadi cerita belanja?)
Kami lalu check out dan memesan kendaraan secara online ke Braga. Ngapain ke Braga? Jalan-jalan, lah. Braga adalah salah satu daerah wisata yang super populer di Bandung. Begitu populernya sampai warga Bandung asli pasti malas ke sana karena macet banget. Jalan-jalan di sekitaran sini, kami melihat-lihat bangunan tua peninggalan jaman Belanda. Jalan-jalan ke Braga nggak mungkin nggak sekalian mampir melewati Hotel Bidakara Grand Savoy Homann dan mampir ke titik nol Kota Bandung.
Selfie dulu di restoran Braga Permai.
Kami makan siang di Restoran Braga Permai. Restoran yang sudah ada sejak 1918 ini memang memberikan suasana kolonial bagi para pengunjungnya. Tempatnya terasa elegan namun tetap ramah. Cocok untuk makan-makan sekeluarga. Apalagi kami sekeluarga yang sorenya akan menuju ke stasiun dan berpisah ke kota masing-masing. Untuk yang belum pernah makan di sini, sangat disarankan untuk mencoba menikmati Bandung ala tempo doeloe di restoran Braga Permai ini.
Habis makan di Braga, ternyata ada yang masih ingin makan es krim. Nah ... kami pun jalan kaki ke restoran Rasa di Jl. Tamblong, masih sekitaran Braga. Restoran yang sejarahnya sudah dimulai dari tahun 1910 ini memang menyediakan es krim dan berbagai jenis kue khas jaman Belanda. Harga es krim di sini sekitar Rp 30.000,- an, lah. Tapi rasanya enak, lho. Kue-kuenya juga enak.
Setelah puas makan es krim, kami lalu jalan kaki ke Balaikota Bandung. Melewati rel kereta api dan Taman Vanda yang sedang tidak ada air mancurnya, kami langsung terus menuju ke taman-taman di Balaikota. Sore itu, daerah Balaikota ramai banget. Banyak anak-anak berlomba-lomba untuk memasukkan kaki ke dalam parit kecil (yang jernih) berebutan dengan orang-orang lain. Kami memutuskan untuk duduk-duduk santai, sambil makan cuangki khas Bandung. Kebetulan, di dekat situ ada beberapa penjual cuangki pikulan. Setelah makan, kami lalu jalan kaki keliling-keliling daerah Balaikota.
Salah satu taman di area Balaikota Bandung.
Harus saya akui, penataan taman kota di daerah Balaikota ini keren banget. Memang diatur untuk menyenangkan hati warga. Ada kolam dan ada juga tanaman yang disusun rapi. Ada juga tempat untuk acara panggung. Ada patung badak putih dan juga pohon yang besar banget. Karena waktu sudah menunjukkan pukul setengah lima sore, dan kami harus naik kereta, maka kami lalu jalan kaki ke BMC untuk makan malam.
BMC letaknya tidak jauh dari Balaikota, tepatnya di Jl. Wastukencana. BMC singkatan dari Bandoengsche Melk Centrale, yang mana merupakan tempat makan-makan waktu saya masih mahasiswa kalau pas jalan bareng ke Bandung. BMC dulunya adalah koperasi pengolahan susu di jaman Belanda. Berdiri di tahun 1928, koperasi ini tidak hanya membantu pengolahan susu segar dari para peternak, namun juga ikut menjual hasil pengolahan susunya di bagian depan gedung yang sekarang jadi restoran. Gedungnya sih terkesan kuno dan kurang terawat, tapi buat saya, makan di sini jadi nostalgia masa-masa kuliah. Oh ya, kalau berkunjung kemari, wajib mencoba susu atau olahan susu. Rasanya enak.
Dari BMC, kami jalan kaki ke Stasiun Bandung. Jalan kaki, melewati perumahan penduduk dan kampung. Matahari sudah semakin tenggelam, tapi kami tetap jalan dengan santai. Walau daerah yang dilewati tidak terlalu ramai, namun relatif aman. Jalan kaki santai sekitar 15–20 menit, kami pun tiba di stasiun. Dan ... berakhirlah perjalanan sekeluarga berakhir pekan di Bandung.
Itulah perjalanan keluarga kami weekend di Bandung, dengan sedikit kendaraan, dan lebih banyak jalan kaki. Sehat untuk badan dan juga sehat untuk kantong. Hahaha!
Sampai jumpa lagi!

25 Komentar:

  1. Hati senang, kangen2n keluarga tercapai.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Bang. Jadi liburan bersama, kan...

      Hapus
    2. pastinya jadi momen yang sangat berkesan yah

      Hapus
    3. Iya, dong. Seru juga, kumpul keluarga yang tinggalnya beda kota, tapi sambil jalan-jalan.

      Hapus
  2. Ini yang keren, sekeluarga kumpul semua di satu kota yang jadi tempat jalan-jalan/liburan dan pilihannya tepaaaat: Bandung! Yuhuuu. Selamat menikmati liburan, Kakak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih! Bandung pilihan tepat untuk liburan semua usia.

      Hapus
  3. Lihat foto bus disetting kayak trem kuno itu bikin mupeng pengin naik ...

    Sayang waktu dulu aku sering ke Bandung, bus unik itu belum ada.

    BalasHapus
  4. Kalau ngomongin bandung mah ga ada habisnya, iya saya juga suka jalan kaki klo jalan2 di kota bandung krn banyakan arah yg one way,btw 4 tahun tinggal di bandung belom prnh sy ke museum geologi tuh parah ya haha :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. He? Sekali-kali, lah, bawa si kecil ke museum Geologi. Keren, lho...

      Hapus
    2. kudu nabung dulu buat kesana *cry*

      Hapus
  5. Meong jadi pengen ke Bandung. Nunggu majikan Meong aja ngajak. Kalo Meong pergi sendiri nanti dikira Meong hilang. Huehehehehe.

    BalasHapus
  6. sayang banget pertama kali saya ke Bandung cuman main ke jl asia afrika dan gedung sate, padahal masih banyak banget tempat seru untuk di explore di kota satu ini..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Banyak taman kota juga, Kak. Tapi yang paling saya rekomendasikan, taman di Balaikota.

      Hapus
  7. Waduh, yogurt Cisangkuy...yum..yummy...
    Jalan kaki di Bandung paling enak yaa...keluar masuk outlet dan makan2...jadi berat semua...;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu sih, bikin badan tambah berat, dan menambah berat beban dompet...

      Hapus
  8. Seru banget jalan2 ke Bandung 😘 AlNaik bandros juga wuuiih. Aku aja yg Urang Sunda ti Bandung belum pernah nyobain naik bus itu hihihi. Manjain perut dan hati ke Paris Van Java mah 🤩

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ahaha... minus macetnya, Bandung oke banget untuk tempat wisata.

      Hapus
  9. Bagi orang sumatera macam saya ini, Bandung itu kota yang nyenengin banget mb.. jalan-jalan di kotanya aja udah nyenengin.. banyak, taman, bunga cantik dan pohon hijau yang bisa kita nikmati dengan gratis. Waktu itu saya gfak kebagian mengunjungi museum geologi karena udah tutup. Semoga next kesana, bisa ajak anak ke museum geologi, hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya nggak pernah ke Lampung, lho Mbak. Kapan-kapan pengin juga ke sana.

      Hapus
  10. Bisa dimasukin ke itinerary nih kalo dapet kesempatan wisata ke Bandung

    BalasHapus
  11. Bandros yang ngangenin di Bandung teh , atuh pengen ke Bandung lagi...

    BalasHapus